Iran terus menelurkan ancaman untuk membalas kematian Komandan Brigade Al-Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani kepada Amerika Serikat. Teheran bertekad menyingkirkan AS dari Timut Tengah. Namun, AS pun menggertak balik.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
TEHERAN, SENIN — Iran terus menelurkan ancaman untuk membalas kematian Komandan Brigade Al-Quds Iran Mayor Jenderal Qassem Soleimani kepada Amerika Serikat. Teheran kini bertekad menyingkirkan AS dari kawasan Timur Tengah, tetapi AS pun menggertak balik.
Soleimani tewas akibat serangan udara AS di Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2020) pagi, atas perintah Presiden AS Donald Trump. Esmail Ghaani, yang sebelumnya wakil Soleimani, telah diangkat sebagai penggantinya dan dia berjanji untuk melakukan pembalasan.
”Kami berjanji untuk melanjutkan jalan martir Soleimani sama teguh seperti sebelumnya dengan bantuan Allah, dan sebagai imbalan atas martirnya, kami bertujuan menyingkirkan Amerika Serikat dari kawasan,” kata Ghaani, dalam wawancara dengan televisi Pemerintah Iran, Senin (6/1/2020).
Sebagai pengganti Soleimani, Ghaani melaporkan langsung kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Ghaani telah dikenai sanksi oleh AS pada 2012 karena mendanai operasi militer tingkat global, termasuk bagi sejumlah proksi di Irak, Lebanon, dan Yaman. Proksi-proksi ini kemungkinan akan terlibat dalam operasi yang menargetkan kepentingan AS di Timur Tengah hingga global.
Secara terpisah, Minggu (5/1/2020), Parlemen Irak meluncurkan resolusi yang tidak mengikat untuk mengusir seluruh pasukan AS. Setidaknya masih ada 5.000 tentara AS di Irak setelah AS menginvasi Irak.
Di Lebanon, pemimpin kelompok militan yang didukung Iran, Hezbollah, mengatakan, pembunuhan Soleimani membuat pangkalan militer, kapal perang, dan personel tentara AS menjadi target serangan di kawasan. Kedutaan Besar AS di Arab Saudi memperingatkan warga AS mengenai meningkatnya risiko serangan rudal dan pesawat nirawak.
Seorang bekas pemimpin Garda Revolusi Iran (IRGC) menyebutkan, kota-kota di Israel, sekutu AS, bisa menjadi target serangan jika AS menyerang Iran.
Pada saat yang bersamaan, Minggu (5/1/2020), Iran mengumumkan tidak akan lagi mematuhi komitmen yang tertera dalam JCPOA, sebuah kesepakatan nuklir yang dibuat bersama sejumlah negara adidaya. Dengan demikian, Teheran selangkah lebih dekat untuk membangun bom atom. Jerman, Inggris, dan Perancis kembali meminta agar Teheran tetap menaati JCPOA.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi mengatakan, pembunuhan Soleimani akan mendorong para pejabat Iran untuk mengurangi komitmen terhadap JCPOA. ”Di dunia politik, semua perkembangan saling berhubungan,” ujarnya.
Penghormatan rakyat
Pada Minggu (5/1/2020), ratusan ribu pelayat mengiringi peti mati yang membawa jenazah Soleimani di Ahvaz dan Mashhad. Ratusan ribu pelayat juga akan berkumpul di ibu kota Teheran, tempat jenazahnya akan disemayamkan di sebuah masjid, Senin (6/1/2020).
Mereka mengenakan baju hitam sambil memukul dada. Poster Soleimani dan bendera merah Syiah bertebaran di mana-mana. Bendera Syiah secara tradisional menandakan seseorang mati dengan tidak adil dan seruan untuk balas dendam. Soleimani akan dikuburkan di Kerman, kampung halamannya, Selasa (7/1/2020).
Proses pengiringan jenazah Soleimani menandai untuk pertama kalinya Iran menghormati seorang tokoh laki-laki melalui upaya di beberapa kota. Pendiri Republik Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini bahkan tidak menerima prosesi serupa ketika meninggal pada 1989.
”Keluarga tentara AS di Timur Tengah akan menghabiskan hari-hari mereka menunggu kematian anak-anak mereka,” ujar Zeinab, putri Soleimani, kepada ribuan warga yang bersorak-sorai di Teheran.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, militer AS akan menyerang lebih banyak pemimpin Iran jika Teheran membalas. ”(Serangan) AS akan berlaku sesuai sistem. Kami selalu dan akan terus melakukannya,” ujarnya.
Pemerintahan Trump pun menolak menjawab pertanyaan mengenai legalitas serangan kepada Soleimani. Selama ini Soleimani dinilai bertanggung jawab atas sejumlah insiden yang menyebabkan kematian tentara AS di Timur Tengah.
Melalui Twitter, Presiden Trump balik menggertak akan menyerang 52 titik di Iran dengan keras dan cepat. Pada Minggu (5/1/2020), ancaman Trump meningkat dua kali lipat setelah dirinya mengatakan juga akan mengincar situs budaya sebagai target serangan yang dapat menjadi kejahatan perang di bawah hukum internasional.
”Mereka boleh membunuh orang-orang kami. Mereka diizinkan menyiksa dan melukai serta menggunakan bom untuk meledakkan orang-orang kami. Dan kami tidak diizinkan menyentuh situs budaya mereka? Tidak bisa seperti itu,” kata Trump.
Ancaman serangan terhadap situs budaya tersebut berada di luar perhitungan sejumlah pejabat Pemerintah AS sendiri.
”Ancaman Trump sama dengan janji yang cukup jelas untuk melakukan kejahatan perang,” kata Oona Hathaway, seorang profesor hukum internasional di Universitas Yale.
Trump juga mengancam untuk menuntut uang kompensasi hingga miliaran dollar AS atas investasi militer kepada Irak. Ia juga akan memberlakukan sanksi yang tak terbayangkan apabila Baghdad mengusir tentara AS dari Irak. (AP)