Iran meluncurkan 15 serangan rudal darat ke darat ke dua basis militer Amerika Serikat di Irak sebagai balasan atas pembunuhan Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Belum ada laporan soal kerugian di pihak Amerika Serikat.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
BAGHDAD, RABU — Iran meluncurkan 15 serangan rudal darat ke darat ke dua basis militer Amerika Serikat di Irak sebagai balasan atas pembunuhan Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Waktu serangan rudal pada Rabu (8/1/2020) dini hari ini bertepatan saat pesawat nirawak Amerika Serikat meluncurkan serangan udara yang menewaskan Soleimani di Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2019) lalu. Sejauh ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim situasi aman.
Mayor Jenderal Qassem Soleimani adalah pemimpin Pasukan Quds Iran, dan juga salah satu tokoh militer terpenting di Iran. Kematian Soleimani dikhawatirkan dapat memicu perang terbuka di Timur Tengah. Terbukti Iran sudah meresponsnya dengan serangan balasan ke basis militer Amerika Serikat di Irak.
”Iran mengambil dan menyimpulkan langkah-langkah proporsional dalam pembelaan diri berdasarkan Pasal 51 dari Piagam PBB yang menargetkan basis peluncuran serangan bersenjata terhadap warga dan pejabat senior warga negara kami. Kami tidak mencari eskalasi atau perang, tetapi akan membela diri terhadap agresi apa pun,” kata Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, melalui cuitan Twitter.
Stasiun televisi Pemerintah Iran melaporkan, Iran menembakkan 15 rudal ke sejumlah target AS di Irak, yang bertetangga dengan Iran. Militer AS menyatakan, setidaknya ada dua pangkalan militer yang menjadi target serangan sekitar pukul 01.30 pagi waktu setempat, yaitu Pangkalan Udara Al-Asad dan fasilitas militer di Erbil.
Stasiun tersebut juga menyatakan, sebanyak 80 orang AS—yang disebut sebagai teroris—terbunuh. Sejumlah helikopter dan peralatan militer juga rusak. Namun, tidak ada bukti yang diberikan terkait informasi ini.
Selain itu, AS juga disarankan untuk menarik pasukan dari kawasan untuk mencegah lebih banyak kematian. Sekutu-sekutu AS, termasuk Israel, diperingatkan untuk tidak meluncurkan serangan dari wilayah mereka.
Para pejabat Iran menyatakan, Teheran tidak menginginkan perang. Serangan tersebut merupakan ”jawaban akhir” Iran atas pembunuhan Soleimani.
Tak lama, Presiden AS Donald Trump merespons serangan itu dan mengklaim situasi baik-baik saja melalui Twitter. Adapun Trump sempat berkunjung ke Pangkalan Udara Ain al-Asad pada Desember 2018.
”Semua baik-baik saja! Rudal diluncurkan dari Iran di dua pangkalan militer yang berlokasi di Irak. Penghitungan jumlah korban dan kerusakan sedang dilakukan. Sejauh ini baik! Kita memiliki militer yang paling kuat dan lengkap di seluruh dunia! Saya akan membuat pernyataan besok pagi,” ujar Trump.
Sebuah sumber tanpa nama menyebutkan, situasi awal menunjukkan tidak ada korban saat ini, sedangkan pejabat AS lainnya menolak untuk berkomentar. Lebih dari 5.000 personel tentara Irak masih berada di Irak bersama sejumlah anggota militer negara sekutu AS. Mereka melatih dan membantu pasukan Irak untuk melawan ancaman militan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Negara-negara yang memiliki personel di Irak, seperti Jerman, Denmark, dan Norwegia, menyatakan, tidak ada pasukan mereka yang terluka. Sebanyak 115 personel militer dari Jerman berada di Erbil dan 130 personel dari Denmark berada di Pangkalan Udara Al-Asad.
Pemakaman Soleimani
Serangan balasan Iran terjadi tepat sebelum Soleimani dimakamkan di kampung halamannya, Kerman. Rudal-rudal tersebut diluncurkan pada waktu yang bersamaan ketika ia terbunuh pada Jumat, pekan lalu. ”Pembalasan dendamnya telah dilakukan dan sekarang dia bisa beristirahat dengan tenang,” bunyi laporan TV Iran.
Soleimani dimakamkan di area ”para martir” dalam sebuah pemakaman di Kerman. Sebelumnya, jenazah Soleimani disemayamkan di sejumlah kota di Iran dan Irak. Ratusan ribu warga mengiringi kepergiannya sembari meneriakkan ”Kematian untuk Amerika”. Sebanyak 56 orang meninggal karena berdesak-desakan dalam prosesi ini, dikutip dari kantor berita Fars.
Sebelumnya, para pejabat AS mengatakan, Soleimani menjadi target karena intelijen menunjukkan pasukannya merencanakan serangan terhadap target AS di kawasan itu. Namun, mereka belum memberikan bukti yang mendukung klaim itu.
Seorang pejabat dari Kantor Pemimpin Tertinggi Iran mengatakan, serangan rudal tersebut merupakan serangan balas dendam terlemah dari sejumlah skenario yang ada. Pejabat lainnya mengatakan, Iran memiliki 100 target potensial lainnya.
Potensi konflik
Para anggota Kongres AS dan sejumlah bakal calon presiden dari Demokrat memperingatkan tentang meningkatnya potensi konflik. Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan, keamanan para personel militer AS harus menjadi prioritas.
”Kami harus memastikan keselamatan para personel, termasuk mengakhiri provokasi yang tidak perlu dari pemerintah dan menuntut agar Iran menghentikan kekerasannya. Amerika dan dunia tidak mampu berperang,” kata Pelosi di Twitter.
Apabila serangan tersebut tidak jatuh korban dan Iran tidak mengambil tindakan balas dendam lebih jauh, ada peluang Washington dan Teheran akan mencari solusi untuk keluar dari konfrontasi yang semakin keras. Sejak 2018, hubungan Irak dan AS semakin memanas setelah Washington mundur dari kesepakatan nuklir JCPOA dan memberlakukan sanksi internasional kepada Teheran.
Federal Aviation Administration (FAA), badan yang mengatur penerbangan sipil AS, menyatakan, akan melarang maskapai penerbangan AS beroperasi di wilayah udara Irak, Iran, Teluk, dan Teluk Oman. Maskapai penerbangan nasional lainnya juga mengeluarkan peringatan tentang terbang di wilayah tersebut.
Adapun dalam insiden yang tampaknya tidak terkait, sebuah pesawat Ukraina dengan penumpang lebih dari 160 orang jatuh di Iran pada Rabu (8/1/2020). Insiden ini menewaskan semua orang di dalamnya. Penyebab kecelakaan diduga karena masalah teknis setelah lepas landas dari Bandara Imam Khomeini, Teheran, dikutip dari sejumlah media Iran dan pejabat Ukraina. (Reuters)