Ribuan Pendemo Eropa Memprotes Pemerintah Australia
Ribuan aktivis lingkungan di sejumlah kota di dunia, seperti London, Berlin, Madrid, dan Stockholm, berunjuk rasa mengkritik lambannya Pemerintah Australia mengambil langkah atas isu perubahan iklim.
Oleh
Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Ribuan orang berdemonstrasi di Eropa untuk memprotes Pemerintah Australia yang dianggap gagal mengambil tindakan lebih nyata dalam isu perubahan iklim.
Mereka menghentikan alur lalu lintas di London dan turun ke jalan di Berlin, Madrid, Copenhagen, dan Stockholm untuk menunjukkan solidaritas mereka atas korban kebakaran hutan.
Sebanyak 25 orang tewas dan 2.000 rumah musnah dimakan api di Negara Bagian New South Wales, Victoria, dan South Australia.
Ratusan pendemo mendatangi kantor Kedutaan Besar Australia di London untuk menuntut tindakan yang lebih nyata dalam perubahan iklim. Protes di London dan di seluruh Eropa diorganisasi oleh Extinction Rebellion, sebuah gerakan sipil internasional yang berbasis di Inggris untuk mencegah kepunahan manusia dengan jalan tanpa kekerasan.
”Hancur hati ini melihatnya. Seperti neraka. Kayaknya pemerintah seluruh dunia berlomba menggeret kita ke neraka,” ucap Anne Coates, kepada Australian Broadcasting Corporation (ABC), merujuk pada pemberitaan media.
Perdana Menteri Scott Morrison, menurut Coates, ”sudah menjadi bahan tertawaan di seluruh dunia”.
Dylan Berthier mengatakan, bencana di Australia membuka mata orang di seluruh dunia.
”Krisis ini berskala global. Pemimpin-pemimpin dunia harus meminta Pemerintah Australia untuk mengambil kebijakan baru supaya hal ini tidak terulang kembali,” ujar Berthier, seperti dikutip ABC.
Kumpulan orang yang ribut tiba-tiba sunyi ketika seseorang mengeluarkan foto Charlotte O’Dwyer yang baru berusia 20 bulan, putri seorang relawan pemadam kebakaran yang tewas di selatan Sydney. Beberapa orang menangis.
”Saya dibesarkan di Australia dan sangat ngeri melihat kebakaran hutan ini,” ujar Lilian Main kepada Sydney Morning Herald.
Protes di London berlangsung hanya beberapa jam setelah puluhan ribu orang berdemo di Sydney dan Melbourne untuk memprotes respons pemerintah yang lamban.
”Sudah bertahun-tahun saya demo karena saya tahu kebakaran hutan besar akan terjadi. Dan bukan hanya kebakaran, tetapi juga banjir, kemarau, pemanasan global, dan suhu yang tinggi,” kata Sue Hampton, pendemo lain, kepada Sydney Morning Herald.
Di Jerman, pendemo berkumpul di depan Kedutaan Besar Australia di Berlin. Seseorang membawa spanduk bertuliskan ”Aloha from Berlin”, sebuah sindiran bagi Morrison yang berlibur ke Hawaii bulan lalu, padahal kebakaran hutan masih berlangsung.
Respons
Tingkat kepercayaan warga terhadap politisi, yang sudah rendah dibandingkan dengan profesi di bidang lain, tererosi lagi dengan bencana ini karena mereka dianggap gagal mengantisipasi dan bertindak sebelum bencana sebesar ini terjadi, mengabaikan peringatan dini yang disampaikan para kepala dinas kebakaran serta tak berhenti memolitisasi isu iklim.
Merespons tekanan dari sejumlah pihak di dalam negeri untuk mengambil tindakan nyata, pemerintahan Scott Morrison pada Senin, 6 Januari, mengucurkan 2 miliar dollar Australia (sekitar Rp 19,3 triliun) selama dua tahun ke depan untuk membiayai pemulihan kerusakan akibat kebakaran hutan. Morrison mengucurkan masing-masing 1 juta dollar Australia lagi pada Kamis, 9 Januari, untuk 42 kota praja.
Ia juga menjanjikan akan membentuk komisi kerajaan untuk menyelidiki sebab-sebab kebakaran hutan yang dipastikan akan menyulitkan pemerintah karena harus menjelaskan tindakan mereka sampai beberapa tahun sebelum kebakaran hutan terjadi.
Sebagian besar politisi di kubu koalisi Morrison yakin bahwa narasi pemerintah yang kurang tegas dalam merespons isu kebakaran hutan menjadi biang keladi kesulitan mereka. Hal ini, menurut mereka, dapat diatasi dengan mempertegas narasi pemerintah tanpa harus merubah kebijakan pemerintahan dalam isu iklim. Namun, protes di Eropa menjadi indikasi bahwa respons seperti ini tidak lagi memadai.
Morrison menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan reputasi kepemimpinannya yang terus melorot, baik di dalam koalisi pemerintahannya maupun di mata rakyat, pada hari-hari mendatang.