Pemerintah Iran kini tengah menghadapi tekanan baik dari dalam maupun luar negeri. Sejumlah pihak meminta Pemerintah Iran lebih terbuka. Qatar mendorong deeskalasi.
DUBAI, MINGGU Pasca-insiden Boeing 737-800 milik Ukraine International Airlines di langit Teheran, Pemerintah Iran menghadapi tekanan yang kian berat. Bahkan, tekanan itu berasal dari dalam dan luar negeri.
Di dalam negeri, ribuan warga Iran berunjuk rasa menyatakan kemarahan mereka atas tragedi yang menewaskan banyak anak muda potensial Iran. Unjuk rasa itu, Minggu (12/1/2020), memaksa Pemerintah Iran mengerahkan sejumlah besar pasukan keamanan ke berbagai penjuru ibu kota Teheran untuk berjaga-jaga, karena sebelumnya beredar seruan unjuk rasa lanjutan.
Polisi antihuru-hara dengan berseragam hitam antara lain berjaga-jaga di lapangan Vali-e Asr dan Universitas Teheran. Anggota Garda Revolusi berpatroli di kota dengan sepeda motor dan petugas keamanan berpakaian preman juga keluar. Orang-orang menunduk ketika mereka berjalan cepat melewati polisi, berharap tidak menarik perhatian pada diri mereka.
Sehari sebelumnya, Sabtu malam, ribuan warga Teheran berunjuk rasa. Mereka menyesalkan sikap para pejabat senior negeri itu atas tragedi PS752. ”Bahkan membicarakannya membuat jantung saya berdetak lebih cepat dan membuat saya sedih,” kata Zahra Razeghi, seorang warga Teheran. ”Saya merasa malu ketika memikirkan keluarga mereka.”
”Penolakan dan menutupi kebenaran selama tiga hari terakhir sangat menambah penderitaan dan kesedihan keluarga dan saya,” katanya. Sejumlah media di Iran bahkan dengan tegas menyerukan agar mereka yang bertanggung jawab atas insiden itu mengundurkan diri. Harian garis keras Vatan-e Emrouz pada halaman depan memuat judul ”Langit Penuh Kesedihan”, sementara harian Hamshahri membuat judul ”Malu”.
Terkait insiden PS752, Pemerintah Iran telah menyatakan pengakuan dan menyatakan penyesalan. Bahkan, Presiden Iran Hassan Rouhani melalui akun Twitter menyatakan, Republik Islam Iran secara mendalam menyesalkan terjadinya kesalahan yang menjadi bencana ini (Kompas, 12/1/2020).
Sebagaimana diberitakan, menurut otoritas berwenang Iran, operator rudal Iran salah mengira Boeing 737-800 itu sebagai rudal jelajah. Situasi yang menegangkan dan singkatnya waktu untuk mengambil keputusan membuat operator rudal mengambil keputusan untuk menembak.
Sementara itu, dari Kanada dikabarkan, Perdana Menteri Justin Trudeau dijadwalkan menghadiri peringatan untuk korban Boeing 737-800 Ukraine International Airlines, Minggu waktu Kanada atau Senin waktu Indonesia. Dalam insiden itu, terdapat 57 warga Kanada turut menjadi korban.
Pada hari Sabtu, Kantor Trudeau mengonfirmasi bahwa Trudeau akan berpidato pada upacara peringatan yang digelar di kota Edmonton, Kanada.
Dalam konferensi pers di Ottawa, Sabtu, Trudeau mengatakan, Kanada dan dunia masih memiliki banyak pertanyaan. ”Pertanyaan yang harus dijawab,” kata Trudeau. ”Sangat penting bahwa Kanada berpartisipasi dalam penyelidikan ini. Kami mengharapkan kerja sama penuh dari otoritas Iran,” kata Trudeau.
Solusi damai
Terkait ketegangan di kawasan, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, Minggu, tiba di Teheran. Menurut kantor berita resmi Iran, IRNA, Sheikh Tamim tiba di Teheran pada Minggu tengah hari.
Sheikh Tamim dijadwalkan bertemu dengan Presiden Hassan Rouhani pada sore hari. Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani dilaporkan menyerukan solusi damai untuk mendeeskalasi ketegangan di kawasan. (AP/AFP/Reuters/JOS)