Para Tokoh Agama Dunia Hadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama di Vatikan
Para tokoh agama dunia akan menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan pada 14-17 Januari 2020. Khatib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf adalah satu dari enam tokoh wakil Islam dalam pertemuan itu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para tokoh agama dunia akan menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan pada 14-17 Januari 2020. Mereka akan berembuk mengenai gerakan bersama untuk menciptakan perdamaian dunia.
Pertemuan ini diinisiasi Multi-Faith Neighbours Network atau Jaringan Tetangga Antaragama dari Amerika Serikat. Organisasi tersebut digawangi Imam Eksekutif All Dulles Area Muslim Society Center, Mohamed Magid. Adapun Pastor Bob Roberts dan Rabi David Saperstein juga mengawaki organisasi ini.
”Tokoh-tokoh dari tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi, akan bertemu dan bermusyawarah. Ini untuk membangun gerakan bersama bagi perdamaian,” kata Khatib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, melalui keterangan tertulis, Minggu (12/1/2020).
Tokoh-tokoh dari tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi, akan bertemu dan bermusyawarah. Ini untuk membangun gerakan bersama bagi perdamaian.
Yahya adalah satu dari enam tokoh wakil Islam di pertemuan tersebut. Selain Yahya, hadir pula Grand Mufti Jordania Syaikh Abdul Karim Khasawneh; perwakilan Dewan Fatwa Uni Emirat Arab, Syaikh Abdullah bin Bayah; Direktur Pusat Studi Akademik Syiah di Inggris Sayyed Yousif Al Khoei; perwakilan Institut Islam Amerika, Imam Hassan Qazwini; dan profesor University of Western Ontario, Kanada, Ingrid Mattson.
Setiap agama diwakili oleh enam tokoh. Agama Kristen diwakili antara lain oleh Kardinal Presiden Pontifical Council for Interreligious Dialogue Miguel Angel Ayuso Guixot serta Duta Besar World Evangelical Alliance untuk Vatikan dan untuk Humanitarian Islam Thomas K Johnson.
Salah satu perwakilan agama Yahudi ialah Direktur Internasional untuk Masalah-masalah Agama dari American Jewish Committee Chief Rabbi David Rosen. Ada pula sejumlah pendeta Yahudi atau rabi senior dari Amerika Serikat, Italia, dan sebagainya.
Yahya akan membicarakan wawasan tentang Cita-cita Peradaban Mulia dalam pertemuan itu. Materi tersebut tecerminan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Ia juga akan membicarakan sejumlah rencana strategis yang telah disusun Nahdlatul Ulama (NU). Beberapa di antaranya Deklarasi NU pada International Summit of Moderate Islamic Leaders 2016 dan hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Banjar Patroman, Jawa Barat, pada 2019.
Hasil keputusan musyawarah nasional tersebut antara lain menghilangkan sebutan kafir bagi warga Indonesia yang tidak beragama Islam. Menurut Yahya, keputusan itu diambil sebagai langkah merekontekstualisasi pemahaman keragaman umat dan bangsa. Ini penting untuk menghindari konflik atas nama agama (Kompas, 17/10/2019).
Ini bukan pertama kali tokoh agama Indonesia bertandang ke Vatikan untuk dialog perdamaian. Presiden Keempat Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang juga pernah memimpin NU, berkali-kali berkunjung ke Vatikan. Ia dan sejumlah tokoh agama Indonesia pernah berdialog dengan Paus Fransiskus (Kompas, 27/9/2019).
Yahya pun pernah berkunjung ke Vatikan. Pada September 2019, perwakilan PBNU dan GP Ansor, sejumlah tokoh Katolik, serta tokoh-tokoh lain bertemu Paus Fransiskus. Pertemuan itu bertujuan untuk silaturahmi antarumat beragama dan menegaskan sikap Indonesia untuk turut andil dalam upaya perdamaian dunia.
Terkait pertemuan yang akan berlangsung besok, Yahya mengatakan, pada dasarnya, agama merupakan anugerah Tuhan untuk menolong umat manusia. Namun, agama kemudian direduksi oleh manusia menjadi identitas kelompok dan alasan untuk bertarung melawan kelompok lain yang berbeda.
”Pada titik itulah, agama menjadi sumber konflik. Sebab itu, kita harus memerdekakan agama dari jerat posisi sebagai sumber masalah, lalu mengembalikannya kepada tujuan hakiki sebagai landasan untuk memecahkan masalah,” katanya.
Agama kemudian direduksi oleh manusia menjadi identitas kelompok dan alasan untuk bertarung melawan kelompok lain yang berbeda. Pada titik itulah, agama menjadi sumber konflik.
Ia menegaskan, dialog antaragama tidak boleh lagi berkutat pada pertukaran kalimat dari kutipan Kitab Suci dan pernyataan tokoh-tokoh suci. Menurut dia, publik telah menunggu lama agar tokoh-tokoh agama berbicara jujur tentang masalah yang menimpa publik pada masa kini. Masalah tersebut termasuk, antara lain, permusuhan dan konflik antarkelompok yang berbeda agama.