Perhatian investor beralih dari dinamika politik dan keamanan Timur Tengah ke prospek ekonomi global serta rencana penandatanganan pakta perdagangan China-AS, tengah pekan ini.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·4 menit baca
SHANGHAI, SELASA -- Nilai saham-saham Asia meningkat di pasar global, Selasa (14/1/2020), menyusul keputusan AS yang tidak lagi menyatakan China sebagai manipulator mata uang. Hal ini semakin menurunkan ketegangan hubungan dagang antara AS dan China, terlebih setelah ada rencana penandatanganan pakta perdagangan China-AS tengah pekan ini.
Tidak lama setelah penutupan perdagangan, Senin (13/1/2020), Departemen Keuangan AS mengatakan bahwa dalam laporan semi-tahunannya kepada Kongres bahwa Beijing tidak lagi memperlemah mata uangnya secara artifisial. Hal itu diumumkan dua hari sebelum AS dan China dijadwalkan menandatangani tahap pertama kesepakatan dagang.
Senin kemarin, sebagian besar pasar saham di Asia ditutup naik, diikuti kenaikan pada bursa Eropa dan Amerika Serikat di awal perdagangan. Perhatian investor beralih dari dinamika politik dan keamanan Timur Tengah ke prospek ekonomi global serta rencana penandatanganan pakta perdagangan China-AS, tengah pekan ini.
Indeks saham Hong Kong menguat lebih dari satu persen dan indeks saham Shanghai berakhir naik 0,8 persen. Bursa saham Seoul melonjak satu persen, Mumbai naik 0,6 persen, dan Bangkok naik 0,3 persen. Bursa saham Taipei naik 0,7 persen setelah Tsai Ing-wen meraih kemenangan besar pada pemilu akhir pekan lalu dan bakal kembali menjabat presiden untuk masa jabatan kedua.
Para investor menyambut gembira berakhirnya ketidakpastian yang sempat menyeruak selama masa kampanye. Indeks Taiex Taiwan meraih level tertinggi dalam tiga dekade, sementara dollar Taiwan juga berada di level terkuatnya dalam kurun waktu 18 bulan. Hal itu didorong oleh langkah pemerintah untuk menarik investasi asing dan mendorong perusahaan lokal untuk berinvestasi di dalam negeri.
Sejumlah bursa saham berada pada teritori negatif di akhir perdagangan. Indeks saham Sydney, misalnya, merosot 0,4 persen; bursa saham Singapura juga turun 0,2 persen; dan indeks saham Wellington tergelincir 0,1 persen. Bursa saham Tokyo tutup karena libur. Pada awal perdagangan Eropa, London dan Paris masing-masing naik 0,2 persen, sementara Frankfurt bertambah 0,3 persen.
Fokus pasar pada pekan ini tidak ada lain adalah ke Washington, di mana China dan Amerika Serikat akhirnya bakal menandatangani perjanjian perdagangan "fase satu" yang sering digembar-gemborkan. Hal itu telah menurunkan ketegangan antara dua adidaya ekonomi itu dan meningkatkan harapan bagi ekonomi global. Meskipun tidak diharapkan ada pengumuman besar pada saat penandatanganan, investor akan mencari tanda-tanda kemajuan pada bagian selanjutnya dari negosiasi untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas.
"Jika kesepakatan itu memberikan komitmen dari China untuk meningkatkan produk pertanian dan menguraikan mekanisme penegakan yang dapat diandalkan, pasar akan berjalan dengan riang," kata Stephen Innes dari lembaga AxiTrader. "Pelaku pasar mungkin tidak terlalu khawatir tentang pakta mata uang China saat kita bergerak maju untuk menegosiasikan fase dua."
Data ekonomi AS
Sementara optimisme yang menandai akhir 2019 kembali ke lantai perdagangan, para pelaku pasar sedikit kecewa dengan laporan pekerjaan AS yang berada di bawah standar. Data juga menunjukkan laju pertumbuhan upah yang lebih lambat di negara itu.
Ketiga indeks utama di Wall Street berakhir di wilayah negatif pada akhir pekan lalu, khususnya setelah data-data itu keluar. Indeks turun, antara lain, juga diwarnai oleh ambil untung setelah mencapai level tertinggi barunya.
Analis menunjukkan bahwa akibat data yang meleset dari ekspektasi, bank sentral AS, The Federal Reserve, kemungkinan akan mempertahankan suku bunga pada tingkat rendah untuk beberapa waktu mendatang. Dinamika selanjutnya dari perekonomian AS akan menjadi pertimbangan utama The Fed memutuskan langkah-langkahnya.
Di pasar valuta asing, nilai tukar dollar AS turun terhadap sebagian besar mata uang global karena kepercayaan yang kembali ke pasar setelah didera volatilitas pada awal tahun ini. Nilai tukar rupiah menguat 0,7 persen, sedangkan won Korea Selatan naik 0,5 persen.
Harga minyak sedikit naik, tetapi tetap di bawah tekanan karena berkurangnya kekhawatiran tentang pasokan di kawasan Timur Tengah. Meningkatnya produksi minyak serpih AS dan peningkatan produksi dari negara-negara non-OPEC, seperti Norwegia, juga turut menjadi faktor pendorong tekanan terhadap harga minyak selanjutnya.