Putin Merombak Konstitusi untuk Melanggengkan Kekuasaan
Presiden Rusia Vladimir Putin mengusulkan perubahan konstitusi negara agar kekuasaan dialihkan dari presiden ke perdana menteri. Usulan itu bisa membuat Putin terus berkuasa setelah masa jabatannya berakhir pada 2024.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
MOSKWA, KAMIS — Presiden Rusia Vladimir Putin (67) mengusulkan perubahan konstitusi negara agar kekuasaan dialihkan dari presiden ke perdana menteri pada Rabu (15/1/2020). Usulan itu bisa membuat Putin terus berkuasa setelah masa jabatannya berakhir pada 2024.
Konstitusi lama, yang saat ini masih berlaku, membatasi kekuasaan Putin hanya untuk dua kali masa jabatan sampai tahun 2024. Untuk mewujudkan ambisi Putin, Perdana Menteri Dmitry Medvedev (54) dan kabinetnya mengundurkan diri. Putin mengusulkan Mikhail Mishustin (53) sebagai perdana menteri baru.
”Proposal ini akan meningkatkan peran dan pentingnya parlemen negara, partai-partai parlementer, independensi, dan tanggung jawab perdana menteri,” kata Putin.
Langkah dramatis tersebut dilihat sebagai upaya untuk persiapan menjelang 2024. Pada 2024, Putin wajib mundur setelah menguasai Kremlin sebagai presiden dan menjabat perdana menteri secara terus-menerus sejak 1999 sampai akhirnya menjadi presiden pada 2012 dan memulai masa enam tahun berikutnya sejak 2018.
Hanya satu atau dua tahun kemudian, topik pembatasan masa jabatan presiden sekali lagi mulai masuk ke ruang percakapan publik Rusia. Bulan lalu, selama konferensi pers maraton tahunan Putin di Moskwa, dia melontarkan pertanyaan tentang batas masa jabatan konstitusional.
Setelah mendapat dukungan dari para pendukunganya saat itu, yang ingin ingin melihatnya tetap berkuasa setelah tahun 2024, Putin mengatakan, pembatasan masa jabatan ”mengganggu sebagian analisis politik dan tokoh masyarakat kita”. ”Ya,” tambahnya saat itu, ”mungkin (pembatasan) itu bisa dihapus saja,” kata kantor berita Tass seperti dikutip oleh situs berita npr.org.
Dalam proposal Putin kali ini, dirinya akan memiliki pilihan untuk mengambil peran sebagai perdana menteri atau kepala dewan negara setelah 2024. Dewan negara adalah sebuah badan baru yang akan dibentuk Putin. Putin bahkan bisa saja menjadi ketua parlemen, yang diberi kewenangan lebih besar, termasuk kewenangan memilih perdana menteri.
Di bawah konstitusi saat ini, Putin dilarang untuk segera mencalonkan diri lagi karena hanya boleh menjabat maksimal dua periode berturut-turut. Namun, para pendukungnya kesulitan membayangkan politik Rusia tanpa Putin.
Referendum
Putin mengusulkan agar proposalnya dibuat menjadi referendum. Tidak jelas kapan referendum akan digelar atau kapan perubahan konstitusi akan berlaku. Akan tetapi, dalam pidato kenegaraan tahunannya, Putin menginginkan Duma Negara (lembaga legislatif bawah di Rusia) memiliki kekuatan untuk memilih perdana menteri dan posisi kunci lainnya.
Sejak dulu, kritikus menuduh Putin berencana untuk untuk tetap tinggal di Kremlin dalam kapasitas tertentu setelah masa jabatannya berakhir. Rusia merupakan salah satu negara terbesar yang memiliki satu dari dua kekuatan nuklir terkuat di dunia.
Dmitry Gudkov, politisi oposisi, mengatakan, Putin yang terpilih kembali pada tahun lalu untuk masa jabatan keempat telah memutuskan untuk mengatur segala sesuatu saat ini ketimbang menunggu hingga tahun 2024. ”Kudeta konstitusional seperti ini terjadi dan sepenuhnya legal,” ujar Gudkov.
Politisi oposisi lainnya, Leonid Volkov, mengatakan hal yang senada. Terlihat jelas baginya bahwa Putin mengatur agar bisa memerintah seumur hidup.
Putin tetap populer di kalangan rakyat Rusia yang melihatnya sebagai sumber stabilitas. Namun, pihak lain juga mengeluh Putin telah berkuasa terlalu lama, sementara pensiun, standar hidup, layanan kesehatan, dan kemiskinan terus memburuk.
Perdana menteri baru
Beberapa jam setelah Putin mengusulkan perubahan dalam pidato kenegaraan tahunan, Dmitry Medvedev mundur sebagai perdana menteri. Mundurnya Medvedev akan memberi ruang bagi rencana Putin.
Putin berterima kasih kepada Medvedev atas pencapaiannya selama ini. Meski begitu, Putin juga sedikit membahas ekonomi Rusia yang lesu. ”Tidak semuanya berjalan baik tentu saja, tetapi memang tidak ada yang bisa berhasil sepenuhnya,” tuturnya.
Lahir di Leningrad, 14 September 1965, Medvedev adalah seorang pengacara yang kemudian bekerja di balai kota di bawah Putin selama 1990-1995. Putin kemudian membawanya ke Moskwa setelah diangkat sebagai perdana menteri pada 1999. Sejak itu, karier politik Medvedev berutang sepenuhnya kepada Putin.
Medvedev pernah menjabat sebagai presiden selama satu periode, yaitu 2008-2012. Ia kemudian mundur agar Putin bisa ke Kremlin pada 2012. Selanjutnya, Medvedev menjabat sebagai perdana menteri dengan kekuasaan dan wewenang yang semakin berkurang.
Pengunduran diri Medvedev mengejutkan pasar Rusia. Rubel turun dan saham merugi tajam sebelum kembali naik di tengah tengah ketidakpastian.
Medvedev akan mengambil pekerjaan baru sebagai Wakil Kepala Dewan Keamanan Rusia di mana Putin mengetuai dewan tersebut. Tidak jelas seberapa besar kekuasaan yang akan dipegang Medvedev tersebut.
Putin menominasikan Mishustin sebagai perdana menteri baru, Rabu (15/1/2020). Mishustin akan menghadapi tes dari parlemen pada Kamis (16/1/2020) ini.
Mishustin adalah Kepala Layanan Pajak Federal yang tidak terlalu terkenal dalam politik Rusia. Ia pernah bermain hoki es dengan Putin, tetapi memiliki sedikit profil publik dan belum pernah dibicarakan sebagai calon yang mungkin. Diperkirakan anggota kabinetnya juga akan berisi wajah-wajah baru.
”Menjabatnya Mikhail Mishustin sebagai PM Rusia dirancang untuk mendapatkan kepemimpinan yang lebih kompeten di kabinet, di mana kabinet tersebut harus fokus pada agenda domestik yang sangat penting. Karier Medvedev juga belum berakhir, Putin masih membutuhkannya dalam skenario transisi. Dia akan selalu menjadi alter ego Putin,” kata Dmitri Trenin, Kepala Moscow Carnegie Center. (REUTERS/AFP)