Terbentuknya pemerintahan baru di Lebanon dinilai krusial untuk mencegah keruntuhan negara dan menangani kondisi ekonomi dan keamanan yang semakin memburuk.
Oleh
Benny D Koestanto
·3 menit baca
BEIRUT, SENIN — Perdana Menteri petahana Lebanon Saad al-Hariri, Senin (20/1/2020), mendorong agar Lebanon segera membentuk pemerintahan baru. Terbentuknya pemerintahan baru dinilai krusial untuk mencegah keruntuhan negara serta menangani kondisi ekonomi dan keamanan yang semakin memburuk.
”Pemerintahan kami mengundurkan diri demi sebuah transisi menuju pemerintahan baru dalam menangani perubahan-perubahan umum. Namun, aneka penghalang terus berlangsung selama 90 hari dan negara ini bergerak ke arah yang tidak diketahui,” kata Hariri melalui Twitter.
Para politisi di Lebanon hingga kini masih gagal menyepakati pembentukan pemerintahan atau rencana penyelamatan ekonomi setelah mundurnya Hariri, Oktober lalu, akibat tekanan unjuk rasa rakyat negara tersebut. Situasi di Lebanon makin memburuk dalam beberapa hari terakhir.
Unjuk rasa di Beirut kini kerap diwarnai kekerasan. Sebanyak 370 warga terluka dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan, Sabtu pekan lalu.
Senin kemarin, Presiden Lebanon Michel Aoun bertemu dengan para kepala keamanan untuk menyusun rencana dalam menangani kelompok-kelompok pemicu kekerasan. Beberapa sumber yang menghadiri pertemuan itu menyebutkan, aparat intelijen telah mengetahui identitas kelompok- kelompok tersebut. Rencana yang disusun itu juga mencakup upaya untuk melindungi properti dan pengunjuk rasa yang damai.
Unjuk rasa sepanjang tiga bulan terakhir telah mengguncang Lebanon. Situasi semakin kacau dalam sepekan terakhir seiring dengan merebaknya tindakan vandalisme di sejumlah area di Beirut. Untuk menangani hal itu, aparat keamanan Lebanon menyiapkan operasi besar dengan mengoordinasikan badan-badan keamanan negara dalam menangani unjuk rasa.
Unjuk rasa di Lebanon mulai meletus pada pertengahan Oktober tahun lalu sebagai protes atas ketidakmampuan pemerintahan negeri itu dalam menangani masalah ekonomi di negeri tersebut. Para pengunjuk rasa mengecam para elite politik Lebanon yang dituduh korup dan salah mengelola negara. Situasi di Lebanon menjadi krisis politik setelah PM Hariri mundur.
Sebagian keresahan di kalangan rakyat Lebanon dipicu oleh gejolak keuangan yang telah melemahkan mata uang, mendorong kenaikan harga barang-barang, dan mendorong bank untuk memaksakan kontrol modal.
Bulan lalu, Hassan Diab, seorang mantan menteri yang kurang begitu dikenal, ditunjuk sebagai PM berkat dukungan Hezbollah dan mitra-mitranya. Namun, hingga kini kabinet tidak kunjung diumumkan.
”Berlanjutnya pemerintahan petahana bukan solusi. Jadi, mari kita berhenti menghabiskan waktu dan membentuk pemerintahan yang memikul tanggung jawab,” kata Hariri.
Jurnalis AS ditahan
Pada Minggu malam, pasukan keamanan Lebanon menahan seorang jurnalis lepas berkewarganegaraan Amerika Serikat. Jurnalis tersebut diduga menyiarkan rekaman langsung untuk sebuah surat kabar Israel. Lebanon dan Israel masih berada dalam status perang. Lebanon melarang warganya mengunjungi atau menghubungi pihak-pihak di Israel.
Dalam pernyataan yang dirilis setelah penangkapan jurnalis tersebut, Departemen Keamanan Negara Lebanon mengatakan, warga AS itu berada di dekat gedung parlemen, lokasi yang diduga menjadi tempat penyiaran langsung ke salah satu koran Israel. Jaksa Penuntut Umum Ghassan Oueidat menyerahkan wartawan itu ke Badan Intelijen Militer untuk diinterogasi.
Selama unjuk rasa berlangsung di Lebanon, kawasan luar gedung parlemen dipenuhi oleh wartawan. Banyak dari para wartawan itu diketahui bekerja sebagai koresponden untuk kantor berita internasional. Liputan internasional tentang unjuk rasa berkepanjangan di Lebanon itu semakin meningkat. (AP/REUTERS)