Perlu Ada Mitigasi Dampak Risiko di Kawasan Indo-Pasifik
Sebuah sistem migitasi diperlukan untuk mengurangi risiko keamanan paling buruk dalam bentuk perang terbuka maupun tertutup melalui penggunaan teknologi mutakhir di kawasan Indo-Pasifik.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kawasan Indo-Pasifik menawarkan aneka peluang kerja sama sekaligus risiko antarnegara di kawasan maupun dengan negara-negara adidaya di dunia. Sebuah sistem mitigasi diperlukan untuk mengurangi risiko keamanan paling buruk dalam bentuk perang terbuka maupun tertutup melalui penggunaan teknologi mutakhir di kawasan Indo-Pasifik.
Hal itu mengemuka dalam sesi kuliah umum Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dinamika Regional di Jakarta, Selasa (21/1/2020). Hadir sebagai pembicara, yakni Profesor Departemen Studi-studi Pertahanan King’s College London, Inggris, Geoffrey Till. Kegiatan itu dipandu salah satu peneliti CSIS, Gilang Kembara.
Till menyatakan, perubahan konteks atas satu kawasan mengubah lanskap sekaligus cara pandang. Hal itu tersaji di kawasan Indo-Pasifik, dengan menyebut perubahan-perubahan sikap sejumlah negara dalam memandang dan merespons dinamika di Indo-Pasifik. Dari situ, pengaruh itu pun meluas, seiring dengan perkembangan teknologi, sistem keamanan, hingga kemungkinan konflik.
“Ada korelasi kekuatan-kekuatan baru, kompetisi negara-negara adidaya. Negara-negara yang tergolong baru pun tertarik dengan Indo-Pasifik, sebut saja Rusia, Australia, Jepang, dan negara-negara Eropa lain,” kata Till.
Dinamika-dinamika terus berkembang terkait Indo-Pasifik. Negara-negara pun memiliki agenda sekaligus rencana-rencana pengembangan, pemanfaatan, hingga antisipasi keamanan. Till menyebut bahwa aneka rencana militer pun disiapkan negara-negara terkait dinamika di Indo-Pasifik. Dari situ, berkembang pula strategi baru yang dikontekskan dengan dinamika kawasan tersebut.
“Skenario terburuknya terkait analisa risiko adalah kondisi perang,” kata Till.
Dalam bukunya bertajuk Seapower: A Guide for the Twenty-First Century (2009) Till menyatakan bahwa laut selalu menjadi pusat pembangunan manusia sebagai sumber sumber daya, dan sebagai alat transportasi, pertukaran informasi, dan dominasi strategis. Hal tu telah menjadi dasar bagi kemakmuran dan keamanan warga dunia. Namun, laut juga kerapkali menjadi sumber masalah, termasuk dalam dinamika sistem perdagangan dunia yang semakin mengglobal.
Skenario terburuknya terkait analisa risiko adalah kondisi perang.
Till menyebutkan bahwa angkatan laut selalu menyediakan cara terkait sistem kebijakan dan terkadang eksploitasi. Dalam kondisi kontemporer, angkatan laut--dan bentuk-bentuk kekuatan maritim lainnya--harus beradaptasi, untuk mengerahkan kekuatan, memperluas jangkauan minat, kegiatan, dan tanggung jawab mereka. Tugas tradisional mereka masih berlaku, namun tugas yang baru pun berkembang dengan cepat.
Till menyebutkan faktor geografi sebagai pendorong kekuatan maritim, dalam arti geografi sebagai indikator kedaulatan dan kinerja. Sumber potensi sekaligus kerentananan satu kawasan--dalam hal ini Indo-Pasifik--ikut ditentukan oleh seberapa kuat negara-negara mempertahankan pulau dari serangan yang tidak terduga.
Dampak-dampak terkait perkembangan dan pengembangan teknologi baru pun saling diantisipasi oleh negara-negara yang berkepentingan. Dinyatakan bahwa terdapat hubungan konstan antara sistem militer dan sumber daya di satu kawasan.
Till mengambil contoh tentang kesadaran Jepang dan juga Australia terhadap Indo-Pasifik. Jepang belakangan sadar akan pentingnya sebuah kawasan atau pulau dari kemungkinan pengaruh negara lain, sebut saja China. Jerman butuh waktu 20-30 untuk mengembangkan sebuah sistem kemaritiman yang prima, termasuk di bidang keamanan dan pertahanan laut.
Disebutkan bahwa salah satu contoh pengembangan yang prima dan berkesinambungan adalah Belanda. Till menilai Indonesia cukup terlambat menyadari potensi kemaritiman. Menurut dia, potensi kemaritiman sekaligus antisipasi terkait keamanan tidak semata berada dalam upaya melindungi sektor perikanan.
“Signifikansi strategis pulau-pulau itu ambivalen. Perubahan iklim, misalnya, memaksa negara-negara untuk bekerja sama, tetapi hal itu bisa berbahaya karena konflik bisa saja mengemuka ketika berkaitan dengan sumber dayanya,” kata Till.
Dalam taraf yang ideal, Till menyebutkan kerja sama di bidang kepariwisataan dan juga respons-respons antisipatif menghadapi perubahan iklim adalah hal-hal yang dapat dikembangkan di kawasan maritime, termasuk Indo-Pasifik. Namun, ia mengingatkan bahwa dinamika hal-hal itu pun harus digelar dengan berhati-hati. Strategi kemaritiman secara lunak sepatutnya dilakukan berimbang dengan strategi yang bersifat keras. Jangka waktunya pun didorong mencakup jangka pendek, menengah dan panjang.