Korban Virus Korona Terus Bertambah, Kini 170 Orang Tewas
Jumlah korban tewas maupun tertular oleh virus korona baru di China terus bertambah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggelar sidang untuk menentukan, apakah akan menetapkan keadaan darurat global akibat virus itu.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·5 menit baca
BEIJING, KAMIS -- Jumlah korban tewas karena terjangkit virus korona jenis baru meningkat menjadi 170 orang pada hari Kamis (30/1/2020). Saat ini warga negara asing yang berada di China dievakuasi kembali ke negara masing-masing di bawah pengawasan ketat. Para pejabat kesehatan dunia menyatakan "sangat khawatir" jika virus korona baru ini mulai menyebar pada warga di luar China.
Dalam 24 jam, jumlah korban tewas bertambah 38 orang dan terkonfirmasi 1.737 kasus baru sehingga total ada 7.711 kasus yang terkonfirmasi. Dari jumlah kematian baru tersebut, sebanyak 37 korban berasal dari episentrum wabah di Provinsi Hubei dan satu orang dari Provinsi Sichuan.
Berita bertambahnya korban tersebut tersiar ketika 195 warga Amerika Serikat (AS) dievakuasi dari Wuhan, kota yang dihuni 11 juta penduduk tempat wabah virus korona baru itu pertama kali ditemukan pada 31 Desember 2019. Warga AS yang sudah pulang itu kini sedang menjalani tiga hari pengujian dan pemantauan di pangkalan militer California Selatan untuk memastikan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda terjangkit virus korona baru.
Menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, sebanyak 210 warga Jepang dari Wuhan mendarat pada Kamis ini di Bandar Udara Haneda, Tokyo, dengan penerbangan carter kedua. Dilaporkan, sembilan dari mereka di dalam pesawat menunjukkan tanda-tanda batuk dan demam.
Sementara itu, pada penerbangan carter pertama yang tiba di Tokyo, Rabu, tiga dari 206 warga Jepang yang kembali dinyatakan positif terkena virus korona baru. Menurut Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dalam sidang parlemen, dua dari mereka tidak menunjukkan gejala penyakit.
Perancis, Selandia Baru, Australia dan negara-negara lain juga mengevakuasi warganya. Pemerintah Indonesia juga telah memutuskan untuk mengevakuasi 243 WNI dari Provinsi Hubei, China.
Keprihatinan besar
Michael Ryan, Kepala Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, beberapa kasus penyebaran virus dari manusia ke manusia di luar China seperti di Jepang, Jerman, Kanada dan Vietnam, ini merupakan "keprihatinan besar". Perkembangan itu menjadi alasan digelarnya sidang komite para ahli pada hari Kamis ini untuk menilai apakah wabah tersebut harus dinyatakan sebagai keadaan darurat global.
Virus Corona ini sekarang telah menginfeksi lebih banyak orang di China dibandingkan dengan saat sindrom pernapasan akut parah (SARS) mewabah tahun 2002-2003.
Virus Corona ini sekarang telah menginfeksi lebih banyak orang di China dibandingkan dengan saat sindrom pernapasan akut parah (SARS) mewabah tahun 2002-2003.
Ryan berbicara pada konferensi pers di Geneva pada hari Rabu (29/1/2020) setelah kembali dari perjalanan ke Beijing untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dan para pejabat senior pemerintah China lainnya. Dia mengatakan, China telah mengambil langkah luar biasa dalam menghadapi tantangan luar biasa yang ditimbulkan oleh virus korona baru tersebut.
Hingga saat ini, sekitar 99 persen kasus virus korona baru ada di Cina. Ryan memperkirakan tingkat kematian virus baru sebesar 2 persen, tetapi angka itu merupakan perkiraan awal. Dengan jumlah kasus dan kematian yang berfluktuasi, para ilmuwan hanya dapat menghasilkan perkiraan kasar tingkat kematian dan kemungkinan banyak kasus yang lebih ringan.
Sebagai perbandingan, virus SARS menewaskan sekitar 10 persen orang yang terjangkit. Virus korona baru ini berasal dari keluarga virus korona, yang menyebabkan pilek serta penyakit yang lebih serius, seperti SARS dan MERS.
Para ilmuwan mengatakan, ada banyak pertanyaan yang harus dijawab tentang virus baru ini, termasuk seberapa mudah penyebarannya dan seberapa parahnya virus itu.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan hari Rabu, para peneliti China memperkirakan bahwa penyebaran virus terjadi di antara warga dengan kontak dekatnya pada pertengahan Desember 2019.
Upaya yang cukup besar perlu dilakukan untuk mengendalikan penyebaran jika rasio ini juga terjadi di tempat lain. Demikian laporan para peneliti yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine.
Kasus di Jepang
Tiga warga Jepang yang dievakuasi dari Wuhan dinyatakan positif terjangkit virus korona baru. Pemerintah Jepang pada Kamis ini harus menghadapi kritik atas langkah-langkah karantina yang dinilai minimal.
Kasus-kasus baru diumumkan ketika penerbangan evakuasi kedua dari Wuhan telah mendarat di Tokyo. Pemerintah Jepang mengkonfirmasi kasus kedua penularan virus dari orang ke orang di Jepang.
Lebih dari 400 warga Jepang telah dipulangkan ke Jepang dari Wuhan. Sementara mereka yang kembali memuji upaya pemerintah untuk membawa mereka pulang dengan cepat. Namun, ada kritik terhadap keputusan Jepang yang mengizinkan kedatangan dua orang dalam penerbangan pertama yang terjangkit virus korona baru, namun menolak untuk dites virus.
Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato mengatakan pada Kamis, sekarang ada 11 kasus yang terkonfirmasi di Jepang. "Selain delapan kasus (yang sebelumnya diketahui), di antara orang-orang yang kembali dari Wuhan kemarin, infeksi telah dikonfirmasi pada satu orang dengan gejala dan dua orang lainnya yang tidak memiliki gejala," kata Kato kepada parlemen.
Pada hari Rabu, pihak berwenang melaporkan kasus kedua yang melibatkan seseorang yang belum lama ini bepergian ke China. Perempuan itu adalah pemandu wisata yang bekerja di bus yang sama dengan sopir yang juga tertular virus tersebut tanpa bepergian ke China.
"Kasus kedelapan adalah insiden dugaan kedua penularan dari manusia ke manusia di Jepang. Kami berada dalam situasi yang benar-benar baru," kata Kato.
Sebanyak 210 warga Jepang Kamis ini tiba dengan penerbangan carter kedua dari Wuhan. Penerbangan ketiga nantinya diharapkan bisa mengumpulkan semua warga Jepang yang tersisa dan masih tinggal di Wuhan.
Para profesional medis memantau mereka yang ada di pesawat. Sebanyak 15 orang dari penerbangan pertama telah dirawat di rumah sakit dengan berbagai gejala, dan sebanyak 13 orang lainnya di penerbangan kedua dilaporkan merasa tidak sehat, tetapi tidak jelas apakah ada yang dirawat di rumah sakit.
Jepang tidak mengkarantina mereka yang datang secara paksa. Pemerintah Jepang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki dasar hukum untuk membatasi orang yang belum dites positif terkena virus. Sebagai gantinya, mereka yang kembali ke Jepang diminta untuk tinggal di rumah sampai mereka dinyatakan negatif terkena virus.
Tetapi Kato mengungkapkan pada hari Kamis bahwa dua orang dalam penerbangan pertama telah menolak tes."Tes ini tidak wajib dan kami memintanya secara sukarela. Kami tidak memiliki dasar hukum untuk memaksa mereka, jadi kami membiarkan mereka pulang. Keduanya diminta menghindari angkutan umum dan petugas karantina akan menindaklanjuti kesehatan mereka," kata Kato. (AP/AFP)