Inggris tidak akan lagi menjadi negara anggota Uni Eropa mulai akhir pekan ini. Masa transisi hingga akhir Desember 2020 merupakan waktu sempit, tetapi menentukan, untuk menjalin kesepakatan hubungan baru dengan UE.
Oleh
Benny D Koestanto
·5 menit baca
Wiski adalah detak nadi kehidupan Antony McCallum. Sebagai salah satu produsen wiski di Skotlandia, dirinya meresapi betul sebuah arti kesabaran. Tidak melulu dalam berproses menghadirkan minuman terbaik, cecapan-cecapan kesabaran itu juga terkait kepastian tentang Brexit.
Selama empat tahun terakhir McCallum mencermati aneka proses terkait Brexit. Jumat (31/1/2020) malam, Inggris meninggalkan Uni Eropa, blok bangsa-bangsa Eropa. Momen bersejarah bagi Inggris di UE itu diharapkan memberi kepastian baginya. Dia sudah lelah dengan begitu banyak hal yang tidak diketahuinya, tetapi terasa mengancam bisnisnya.
”Kami tidak tahu aturan apa yang akan berlaku. Tidak ada kejelasan. Saya akan menunggu lebih banyak kepastian sampai saya tahu saya bisa berdagang bebas di Eropa,” kata McCallum soal harapannya kepada The New York Times.
Namun, tonggak sejarah bagi Inggris teraktual itu belumlah sebuah akhir cerita bagi McCallum. Babak yang berpotensi lebih fluktuatif dalam ”perceraian” penuh gejolak antara Inggris dan UE itu justru baru dimulai. Kepentingan politik dan bisnis berebut menguras perhatian bagaimana Brexit akan berlanjut dan berujung.
Inggris harus menegosiasikan kesepakatan perdagangan yang mengatur hubungan komersial masa depannya dengan Eropa hingga akhir tahun ini. Sebuah tenggat yang tetap berisiko bagi Inggris dan mitra dagang terbesarnya itu.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah mendukung Brexit sejak referendum 2016—peristiwa yang mungkin saja meninggalkan jejak-jejak kepahitan dan perpecahan antarwarga Inggris—dan berjanji untuk menyatukan negara itu dalam era kemakmuran baru.
Sebuah perayaan resmi momen Brexit menuju masa peralihan diredam untuk menghormati hampir setengah populasi Inggris yang tetap ingin tinggal dan bersama UE. Mereka inilah yang merasa khawatir dan mungkin takut dengan apa yang akan tersaji selanjutnya di masa depan.
”Tugas kami sebagai pemerintah, tugas saya, adalah menyatukan negara ini dan membawa kami maju,” kata Johnson dalam sebuah pernyataan untuk menandai peristiwa bersejarah itu. ”Ini bukan sebuah akhir, tetapi awal.”
Tidak ada hal yang akan segera terasa berbeda dalam periode transisi 11 bulan itu. Negosiasi akan berlanjut sebagai bagian dari kesepakatan UE-Inggris yang disahkan, minggu ini. Warga Inggris akan dapat bekerja dan berdagang secara bebas dengan negara- negara UE hingga 31 Desember dan sebaliknya meskipun Inggris tidak akan lagi terwakili di lembaga-lembaga UE.
Sulit diputar lagi
Secara hukum Inggris berada di titik yang dapat dikata tidak dapat diputar lagi, minimal tanpa jalan kembali yang mudah. Saat syarat keluarnya dari UE telah disepakati, Inggris masih harus memastikan bahwa aneka proses dan kesepakatannya soal hubungan masa depannya dengan UE, mitra dagang terbesarnya, tercapai.
”Kami akan tetap berteman baik, bersekutu, dan sejajar sebagai mitra,” kata Michel Barnier, Kepala Negosiator UE, kepada media BBC.
Negosiasi itu mencakup segala aspek, mulai dari perdagangan hingga keamanan. Ditegaskan, prioritas pertama Pemerintah Inggris adalah menegosiasikan kesepakatan perdagangan, yang hasilnya dinantikan oleh orang-orang seperti McCallum. Inggris menginginkan akses sebanyak mungkin barang dan jasa.
Namun, Inggris harus meninggalkan serikat pabean dan pasar tunggal serta mengakhiri keseluruhan yurisdiksi Pengadilan Eropa. Pemerintah Inggris sendiri telah mengesampingkan segala bentuk perpanjangan terkait periode transisi.
Pemerintah Inggris mengatakan siap memulai pembicaraan perdagangan dengan UE, 1 Februari ini. Namun, di sisi lain, negara-negara anggota UE masih mendiskusikan hal- hal apa saja yang mereka inginkan dari negosiasi.
Kubu PM Johnson akan menyempurnakan ide-idenya untuk perjanjian perdagangan bebas sejalan dengan kesepakatan UE baru-baru ini dengan Kanada. Hal itu akan dipastikan dalam pidato Johnson pada awal Februari nanti.
Pejabat UE di Brussels, Belgia, menyarankan mandat UE di Eropa dapat disetujui oleh para menteri, paling tidak maksimal 25 Februari. Itu artinya, pembicaraan lanjutan antara Inggris dan UE dapat dimulai sekitar 1 Maret. Inggris berharap untuk membuka pembicaraan perdagangan dengan Amerika Serikat dan negara-negara non-UE lainnya pada waktu yang bersamaan.
Sampai sejauh ini, wacana- wacana seperti itu menyajikan aneka proses yang bisa saja rumit sekaligus traumatis. Inggris memang menentang banyak proyek UE selama bertahun-tahun. Sebut saja, Inggris menolak untuk bergabung dengan sistem mata uang tunggal atau wilayah perjalanan bebas Schengen. Namun, referendum 2016 dan hasilnya yang memenangkan suara Brexit tetaplah kejutan besar.
Hasilnya adalah sebuah kekacauan politik di London, memicu bertahun-tahun argumen pahit yang melumpuhkan parlemen. Kondisi pelik ini juga memaksa pengunduran diri dua orang PM di negara itu.
Johnson lalu dapat mengakhiri kekacauan itu lewat kemenangan dalam pemilu, Desember lalu. Proses itu juga memberinya kekuatan mayoritas parlemen untuk meratifikasi kesepakatan Brexit. Langkah-langkah pemerintahan Johnson akan menentukan keberhasilan sekaligus asa, harapan, orang-orang Inggris selanjutnya.
”Global Britania”
Di Jakarta, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins, Jumat, menyatakan, Inggris memang akan keluar dari UE, tetapi tak akan meninggalkan Eropa dan peradabannya. Meninggalkan UE adalah kesempatan dan peluang Inggris untuk menunjukkan Inggris secara global. Jenkins menyebutkan, Inggris memiliki cukup modal untuk menggapai cita- cita itu bagi warganya.
Hal itu disebutkan Jenkins dalam istilah ”Global Britania”. Global Britania berarti hubungan baru dengan UE, hubungan yang bahkan lebih kuat dengan negara-negara lain, seperti Indonesia. Global Britania berarti semangat ambisius untuk memperluas perdagangan global dengan para pihak, terutama dengan mencari pasar baru dalam sebuah masa yang kerap disebut abadnya Asia. Global Britania berarti juga Inggris menjadi negara yang mempraktikkan perdagangan bebas dan liberal dalam tindakan dengan jangkar moral yang kuat demi kebaikan di dunia.
”Hal-hal itu kami lakukan dengan keyakinan Inggris untuk menjangkau dunia. Kami negara yang ambisius dengan ide-ide besar, disemangati oleh ambisi baru dan bertekad untuk menangkap aneka peluang baru,” kata Jenkins.