Sejumlah negara cenderung bersikap unilateral dan mendorong penyelesaian bilateral. ASEAN sebaiknya tidak mengikuti skenario itu. Sebab, negara tertentu cenderung memaksakan kehendaknya.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara Asia Tenggara membuka peluang diintervensi negara lain di wilayah maritimnya. Sebab, negara-negara Asia Tenggara tidak kunjung menyelesaikan tumpang tindih perbatasan maritim.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Arie Afriyansyah, mengatakan, perkembangan di Laut Natuna seharusnya mendorong negara-negara Asia Tenggara menyelesaikan tumpang tindih perbatasan maritimnya. ”Jika sudah setuju, tidak ada peluang intrusi oleh negara lain,” ujarnya dalam seminar peringatan 25 tahun Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang diselenggarakan FH UI, Kamis (6/2/2020), di Jakarta.
Penyelesaian perbatasan maritim akan membuat aparat di lapangan tidak ragu bertindak. Selama ini, tumpang tindih perbatasan maritim menimbulkan wilayah abu-abu. Aparat tidak leluasa bertindak karena ketidakjelasan itu.
Apalagi, ketidakjelasan tersebut berkali-kali memicu ketegangan di perbatasan maritim. Aparat Indonesia, Malaysia, dan Vietnam bolak-balik berselisih di perairan perbatasan.
”Hal terpenting sekarang adalah persatuan ASEAN agar negara lain tidak dapat peluang masuk. Jangan terlalu kaku,” kata Arie.
Dosen Universiti Kebangsaan Malaysia, Salawati Mat Basir, sepakat dengan Arie. ”ASEAN perlu suara bersama. Tidak boleh menghadapi sendirian,” ujarnya.
Sejumlah negara, kata Salawati, cenderung bersikap unilateral dan mendorong penyelesaian bilateral. ASEAN sebaiknya tidak mengikuti skenario itu. Sebab, negara tertentu cenderung memaksakan kehendaknya. Negara itu tidak peduli pada tatanan dan negara lain. ”Negara itu mengubah pemaknaan strategis, datang dengan uang dan ekonomi,” katanya.
ASEAN perlu suara bersama. Tidak boleh menghadapi sendirian.
Dosen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, mengatakan, ketiadaan perbatasan maritim menimbulkan masalah. Oleh karena itu, Indonesia harus bergerak cepat menyelesaikan perbatasan maritim dengan 10 negara tetangganya.
”Indonesia tidak punya sengketa maritim. Indonesia hanya punya perbatasan maritim yang belum selesai (disepakati dengan negara tetangga),” ujar Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional pada Kementerian Luar Negeri Damos Agusman.
Ia menyinggung hampir 400 kasus tumpang tindih perbatasan maritim. Sampai sekarang, tidak sampai 150 perbatasan yang selesai disepakati para pihak. ”Jadi, persoalan ini biasa saja,” kata Damos.
Indonesia termasuk negara yang proaktif menyelesaikan perbatasan maritim. Kini, Indonesia sedang berunding dengan lima dari 10 negara tetangga. Lewat perundingan itu, tengah dibahas sembilan perjanjian perbatasan maritim.
Aturan sementara
Arie mengatakan, negara-negara Asia Tenggara juga perlu menyepakati aturan sementara sebelum perbatasan disepakati. Aturan itu terutama tentang mekanisme penyelesaian ketegangan di area abu-abu. Dengan demikian, ketegangan tidak berkembang menjadi konflik.
Sementara menurut Damos, Indonesia selalu berpegang pada UNCLOS. Indonesia tidak pernah mempersoalkan kapal-kapal negara lain berlayar di perairan tempat hak berdaulat Indonesia. Kapal-kapal penegak hukum Indonesia hanya mengusir pihak-pihak luar yang mengambil sumber daya di perairan tempat hak berdaulat Indonesia.
Kepala Bagian Hukum TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Kresno Buntoro mengatakan, tidak ada keraguan soal penegakan hukum maritim di Indonesia. UNCLOS telah menetapkan bahwa apa saja—kapal, pesawat, atau aset lain—di suatu negara bisa dipakai untuk penegakan hukum di laut.
Meskipun demikian, tidak menampik belum ada lembaga tunggal di Indonesia soal penegakan hukum di laut. Indonesia sedang menata hal itu.
Sementara Salawati mengatakan, tindakan Indonesia di Natuna menyemangati negara-negara di kawasan. Selama ini, sejumlah negara Asia Tenggara rugi oleh penjarahan sumber daya alam di perairan hak berdaulatnya. ”Malaysia rugi ratusan juta ringgit karena kehilangan sumber daya kelautan yang diambil negara lain,” ujarnya.