Jokowi Dua Hari di Canberra
Presiden Jokowi selama dua hari, mulai Minggu hingga Senin, berada di Australia. Selain meningkatkan kerja sama kedua negara, Presiden mengajak PM Australia berdiskusi soal ibu kota baru Indonesia.
CANBERRA, KOMPAS — Mulai Minggu (9/2/2020) pagi ini, Presiden Joko Widodo akan memulai kunjungan kenegaraan selama dua hari di Canberra, Australia, 9-10 Februari. Sebanyak sepuluh kegiatan telah dijadwalkan, mulai dari kunjungan ke ”rumah tani” sampai pidato di depan Parlemen Australia.
Bertolak dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Presiden tiba di Canberra, Sabtu (8/2/2020) pukul 20.45 waktu setempat. Waktu Canberra adalah empat jam di depan Jakarta. Ikut dalam rombongan antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Di ibu kota negara Australia itu, Presiden bersama delegasi menginap di Hotel Hyatt. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia sudah terlebih dahulu tiba di Canberra menggunakan pesawat komersial.
Dalam briefing Sabtu malam, Retno mengatakan, Presiden akan melakoni sepuluh kegiatan di Canberra. Sebanyak empat kegiatan pada 9 Februari dan enam kegiatan pada 10 Februari.
Di hari pertama, yakni Minggu, Presiden akan memulai rangkaian kunjungan kenegaraan di Gedung Pemerintahan Australia pada siang hari waktu setempat atau pagi waktu Jakarta. Di gedung yang awalnya adalah rumah tani tersebut Presiden akan menjalani upacara penyambutan kenegaraan oleh pihak Australia. Selanjutnya masih di gedung yang sama, Presiden akan bertemu Gubernur Jenderal Persemakmuran Australia David John Hurley dalam jamuan makan kenegaraan.
Acara berikutnya, Presiden mengunjungi Bukit Ainslie, daerah suburban di Canberra. Dari bukit berketinggian 843 meter di atas permukaan laut itu, Presiden akan melihat Canberra yang letaknya terbentang di bawah. ”Di situ, Presiden akan berdiskusi mengenai masalah pembangunan ibu kota baru (Indonesia),” kata Retno.
Kegiatan keempat atau terakhir pada hari pertama kunjungan kenegaraan Presiden adalah memenuhi undangan jamuan makan malam dari Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Dalam kesempatan itu, menurut Retno, Presiden akan mulai membahas beberapa isu bilateral.
Pada hari kedua, Senin, Presiden dijadwalkan menjalani enam kegiatan. Sebanyak lima kegiatan di antaranya berlokasi di kompleks Parlemen Australia di Canberra.
Kegiatan pertama adalah pertemuan empat mata dengan PM Morrison yang dilanjutkan dengan pertemuan bilateral kedua delegasi pemerintahan. Selanjutnya, Presiden akan menyaksikan penandatanganan dua nota kesepahaman, yakni Rencana Aksi Pelaksanaan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif 2020-2024 dan kerja sama bidang perhubungan.
”Setelah itu Presiden dan PM Australia akan memberikan pernyataan pers dan kemudian akan ada beberapa kunjungan kehormatan, yaitu oleh Ketua Oposisi Australia, Ketua Parlemen Australia, dan Ketua Senat Australia,” kata Retno.
Berikutnya, Presiden akan berpidato di hadapan anggota Parlemen Australia. Menurut Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Presiden akan berpidato tentang visi kemitraan Indonesia-Australia dalam 30 tahun ke depan sekaligus upaya memperkuat dukungan Australia kepada Indonesia.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia Yohanes Kristiarto Soeryo Legowo menyatakan, pidato tersebut berawal dari undangan Parlemen Australia. Presiden Jokowi akan menjadi kepala negara ke-12 yang berpidato di hadapan anggota Parlemen Australia.
”Agenda Presiden memberikan pidato di hadapan parlemen merupakan kehormatan yang sangat besar karena Pak presiden akan menjadi kepala negara ke-12 yang diberikan kesempatan untuk bicara di hadapan parlemen selama sejarah Australia,” kata Legowo.
Presiden Jokowi adalah presiden RI kedua yang diberi kesempatan berpidato di depan Parlemen Australia. Pada 8 Maret 2010, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memperoleh kesempatan serupa.
Sebagai penutup kunjungan di Canberra, Presiden akan menghadiri forum bisnis Indonesia-Australia di Hotel Hyatt. Airlangga menyatakan, sekitar 20 pengusaha Australia akan hadir dalam pertemuan tersebut. Sektornya antara lain pertambangan, jasa, dan kesehatan.
”Juga yang menarik adalah dari perguruan tinggi. Memang ada perguruan tinggi (di Australia) yang ingin beroperasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia sedang melihat deregulasinya di bidang itu, terutama di kawasan ekonomi khusus,” kata Airlangga.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (6/2/2020), menyatakan, kunjungan kenegaraan Presiden adalah bagian dari pelaksanaan Pertemuan Pemimpin Tahunan ke-8 kedua negara. Pada 2018, PM Morrison telah berkunjung ke Indonesia.
Pertemuan Pemimpin Tahunan pada 2020 ini, menurut Teuku, menjadi sangat berarti karena bertepatan dengan momentum peringatan 70 tahun usia hubungan diplomatik Indonesia-Australia. Peringatan itu persisnya jatuh tahun lalu. Namun, karena kedua negara sama-sama sedang menyelenggarakan pemilu, pertemuan tahunan sekaligus peringatan 70 tahun hubungan diplomatik ditunda menjadi tahun ini.
Arti penting lainnya, Teuku melanjutkan, kedua negara akan segera memasuki tahap pelaksanaan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (Comprehensif Economic Partnership Agreement/CEPA) Indonesia-Australia. ”Kita akan segera memasuki langkah untuk low hanging fruit dalam konteks implementasi IA-CEPA,” katanya.
Australia sudah terlebih dulu merampungkan ratifikasi perjanjian. Sementara Indonesia baru saja tuntas pekan ini. Untuk itu, kedua negara akan meluncurkan rencana aksi 2020-2024 sebagai acuan implementasi perjanjian.
Rapat Paripurna DPR yang digelar Kamis (6/2/2020) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia. Hal ini merupakan tindak lanjut dari rapat kerja Komisi VI DPR dan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Selasa (4/2/2020), yang sepakat mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.
Kemitraan
Melalui siaran persnya, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Evita Nursanty, berharap agar semua pihak di Indonesia bisa secara proaktif memanfaatkan peluang yang tersedia melalui perjanjian tersebut. Evita juga berharap agar dalam pelaksanaannya, kedua belah pihak berpegang teguh pada prinsip persamaan, keuntungan bersama, dan penghormatan atas kedaulatan setiap negara.
”Kemitraan ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan akses pasar barang dan jasa, termasuk tenaga kerja, memfasilitasi arus barang dan kepabeanan, akses promosi dan proteksi penanaman modal, economic powerhouse, pengembangan sumber daya manusia Indonesia, serta program kerja sama ekonomi,” kata Evita.
CEPA dibentuk pada 4 April 2005 di Australia melalui Joint Declaration on Comprehensive Partnership. Studi kelayakan yang diselenggarakan bersama dilakukan sebanyak tiga kali dalam periode Desember 2007 sampai dengan Februari 2009. Tujuannya adalah untuk mengkaji dan menganalisis manfaat dan hambatan dari kerjasama kedua negara.
Perundingan berlangsung sebanyak 12 putaran. Terakhir terjadi pada 16-21 Juli 2018. Selanjutnya, perundingan dinyatakan selesai melalui pendantanganan oleh menteri perdagangan kedua negara di Istana Bogor, Jawa Barat, 31 Agustus 2018.
Bagi Indonesia, mengutip catatan dari Kementerian Perdagangan, kerja sama tersebut akan memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing bagi produk pertanian, perikanan, industri, kehutanan, dan tenaga kerja Indonesia ke Australia serta meningkatkan kerja sama yang lebih luas.
Berdasarkan Joint Feasiblity Studies, IA-CEPA akan meningkatkan produk domestik bruto Indonesia sebesar 0,23 persen dari baseline atau sebesar 33,1 miliar dollar Australia bagi Indonesia, khususnya dari liberalisasi perdagangan barang dan jasa. Studi juga memperkirakan peningkatan investasi dari Australia di pertambangan, pertanian, peternakan, dan sumber daya alam.