Gagal Capai Kata Sepakat, PBB Tidak Berhenti di Libya
Para pihak yang bertikai di Libya akan melanjutkan pembicaraan damai pada Februari ini untuk mencapai gencatan senjata atas kondisi perang dan konflik yang telah berlangsung sejak 2011.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
KAIRO, SENIN — Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, partai-partai yang bertikai di Libya akan melanjutkan pembicaraan bulan ini untuk mencoba mencapai gencatan senjata atas kondisi perang dan konflik yang berkecamuk.
Tekad tersebut dikumandangkan meski putaran pertama perundingan damai para pihak di Geneva, Swiss, telah gagal menghasilkan kesepakatan.
Otoritas PBB telah menggelar pembicaraan secara tidak langsung di antara lima perwira dari Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar. Pihak LNA telah berusaha mengambil alih Tripoli, ibu kota Libya, sejak April.
Pada waktu yang sama, tetapi terpisah, PBB pun telah menggelar hal serupa dengan jumlah yang sama dengan pasukan pemerintah yang diakui secara internasional di Tripoli.
Kondisi di Libya relatif lebih tenang sejak bulan lalu meskipun pertempuran artileri terus berlanjut di Tripoli selatan. Di kawasan itu, LNA selalu mengalami kesulitan untuk mengalahkan ataupun menguasainya.
Adapun kedua belah pihak telah sepakat melanjutkan dialog dengan PBB yang mengusulkan pertemuan lanjutan pada 18 Februari di Geneva. Hal itu dikatakan misi AS ke Libya (UNSMIL) dalam sebuah pernyataan.
Dikatakan bahwa kedua belah pihak menginginkan orang-orang yang telantar akibat perang untuk kembali. Namun, sejauh ini para pihak tidak dapat menyepakati bagaimana hal-hal itu tercapai dan bagaimana para pihak tersebut mencapai hal itu.
Permasalahannya, tidak ada keterangan lebih lanjut atas hal tersebut. Tidak ada juga komentar langsung dari kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik.
Pihak UNSMIL tidak memberikan informasi terbaru tentang upaya untuk mengakhiri blokade pelabuhan minyak utama dan ladang minyak oleh pasukan dan anggota suku yang setia kepada LNA.
Pada Kamis (6/2/2020) pekan lalu, utusan dari Libya, Ghassan Salame, mengatakan, dirinya telah berbicara dengan suku di belakang blokade dan sedang menunggu tuntutan mereka.
Salame juga mengatakan, blokade akan berada di puncak agenda pada pertemuan di Kairo hari Minggu (9/2/2020) antara perwakilan dari Libya timur, barat, dan selatan berusaha untuk mengatasi perpecahan secara ekonomi di sebuah negara dengan dua pemerintah.
Para diplomat mengatakan, pertemuan Kairo itu terutama akan dihadiri para ahli teknis untuk mempersiapkan dialog yang lebih luas untuk diikuti dalam beberapa bulan mendatang.
Di tengah kemungkinan pembukaan kembali pelabuhan takkan terjadi dalam waktu dekat, suku-suku dan komunitas di daerah-daerah kaya minyak di Libya timur yang ditahan oleh LNA membuat sebuah pernyataan. Isinya adalah mereka menentang untuk melanjutkan kembali ekspor minyak, kecuali Tripoli dibebaskan dari milisi.
Hal itu merupakan permintaan LNA. Mereka juga menuntut penarikan pejuang Suriah yang dikirim oleh Turki untuk membantu mempertahankan Tripoli melawan LNA; sebagai pihak yang menikmati dukungan dari Mesir, Uni Emirat Arab, Jordania, dan tentara bayaran Rusia.
Lebih jauh, mereka menyerukan apa yang mereka sebut sebagai distribusi pendapatan minyak yang adil. Kondisi itu juga menjadi permintaan lain dari LNA dan orang-orang di wilayah timur. Mereka mengingatkan adanya kelalaian yang serupa dengan zaman Moammar Khadafy saat berkuasa, sosok yang akhirnya digulingkan dalam pemberontakan 2011 yang akhirnya justru menjerumuskan Libya ke dalam kekacauan.
Perusahaan minyak negara NOC mengirimkan pendapatan minyak ke bank sentral yang terutama bekerja dengan pemerintah Tripoli. Meskipun demikian, pihak NOC juga membayar beberapa pegawai negeri di bagian timur negeri itu. Perusahaan NOC sendiri berbasis di Tripoli dan melayani semua wilayah negara itu. (AFP/REUTERS)