Liberalisasi Pasar RI-Australia untuk Saling Menguntungkan
Indonesia menginginkan keterbukaan sehingga perdagangan, investasi, dan pariwisata akan lebih banyak terjadi di antara Indonesia dan Australia. Hubungan perdagangan keduanya harus saling menguntungkan.
Oleh
FX LAKSANA AS
·5 menit baca
CANBERRA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia dan Australia meluncurkan rencana aksi implementasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif 2020-2024 di Canberra, Senin (10/2/2020). Rencana aksi tersebut akan menjadi acuan pelaksanaan perjanjian sehingga peningkatan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan sebagai target dapat tercapai.
”Ini (rencana aksi) tindak lanjut dari telah selesainya ratifikasi Indonesia-Australia CEPA. IA-CEPA yang sudah disetujui juga oleh DPR tiga hari yang lalu. Jadi, ini adalah tindak lanjutnya akan ke arah mana. Lha itu besok baru kita bicarakan,” kata Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan wartawan di sela-sela kunjungan kenegaraan di Canberra, Australia, Minggu (9/2/2020).
Hal yang pasti, Presiden melanjutkan, Indonesia menginginkan keterbukaan sehingga perdagangan, investasi, dan pariwisata akan lebih banyak terjadi di antara kedua negara. ”Arahnya ke situ,” kata Presiden.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perundingan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menyatakan, tidak akan ada seremoni khusus untuk menindaklanjuti perjanjian kemitraan yang telah sama-sama diratifikasi oleh kedua negara. Acara peluncuran sifatnya berupa penegasan terhadap sejumlah pencapaian yang telah dilakukan.
”Menurut saya, milestone-nya adalah pengumuman bahwa perundingan selesai, penandatanganan teks perjanjian, dan dimulainya implementasi efektif,” kata Iman.
Dijadwalkan menghadiri peluncuran rencana aksi adalah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison. Mendampingi Presiden antara lain Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif merupakan sebuah kemitraan komprehensif di bidang perdagangan barang, jasa, investasi, serta kerja sama ekonomi. Melalui perjanjian ini, Australia mengeliminasi seluruh pos tarifnya yang berjumlah 6.474 pos tarif menjadi 0 persen pada saat implementasi. Sementara Indonesia mengeliminasi 94,5 persen pos tarifnya atau sebanyak 10.229 pos tarif di 2020.
CEPA tingkatkan investasi
Dalam briefing kepada wartawan di Canberra, Sabtu (8/2/2020), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Pemerintah Indonesia berharap Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (CEPA) dapat meningkatkan investasi Australia ke Indonesia. Meskipun bertetangga, nilai investasi asal Australia tidak masuk lima besar di Indonesia, per tahun rata-rata 400 juta-700 juta dollar AS.
Airlangga juga berharap kemitraan dapat memperbaiki neraca perdagangan Indonesia terhadap Australia yang selama ini defisit. Bea masuk yang akan diturunkan dari rata-rata 5 persen menjadi 0 persen sebagaimana disepakati dalam perjanjian kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke Australia.
Ekspor yang akan dipacu, Airlangga melanjutkan, antara lain tekstil dan otomotif. Untuk otomotif, misalnya, Australia memiliki pasar sebesar 1,1 juta konsumen. Potensinya adalah mobil hybrid dan kendaraan listrik. Sementara Indonesia baru akan mulai produksi pada 2021, pemerintah akan mendorong kendaraan ekspor truk dan kendaraan utilitas sport yang masih diminati pasar Australia.
Ke depan, hubungan bilateral Indonesia-Australia akan semakin kuat dan saling menguntungkan. Kata saling menguntungkan ini sangat penting untuk membangun hubungan.
Pada kesempatan yang sama, Agus Suparmanto, menyatakan, implementasi kemitraan Indonesia-Australia akan meningkatkan akses pasar produk Indonesia ke Australia. Untuk itu, pihaknya akan mengintensifkan komunikasi dengan mitranya di Australia.
”Diharapkan dengan meningkatnya akses pasar, otomatis kita akan mengurangi defisit. Ekspor akan bertambah. Selain itu, juga ada kemudahan-kemudahan lain soal tarif. Jadi, produk-produk kita bisa lebih kompetitif,” kata Agus.
Retno LP Marsudi menyatakan, dalam lima tahun ke depan, Indonesia dan Australia telah memiliki peta jalan yang jelas untuk pelaksanaan perjanjian kemitraan. Dengan demikian, upaya pemerintah untuk mengoptimalkan manfaat dari kemitraan itu pun juga menjadi jelas.
”Ke depan, hubungan bilateral Indonesia-Australia akan semakin kuat dan saling menguntungkan. Kata saling menguntungkan ini sangat penting untuk membangun hubungan ke depan,” kata Retno.
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Evita Nursanty, melalui siaran persnya, berharap agar semua pihak di Indonesia bisa secara proaktif memanfaatkan peluang yang tersedia melalui perjanjian tersebut. Evita juga berharap agar dalam pelaksanaannya, kedua belah pihak berpegang teguh pada prinsip persamaan, keuntungan bersama, dan penghormatan atas kedaulatan setiap negara.
”Kemitraan ini dapat memberikan manfaat bagi peningkatan akses pasar barang dan jasa, termasuk tenaga kerja, memfasilitasi arus barang dan kepabeanan, akses promosi dan proteksi penanaman modal, economic powerhouse, pengembangan sumber daya manusia Indonesia, serta program kerja sama ekonomi,” kata Evita.
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia- Australia dibentuk pada 4 April 2005 di Australia melalui Deklarasi Bersama tentang Kemitraan Komprehensif. Studi kelayakan yang diselenggarakan bersama dilakukan sebanyak tiga kali dalam periode Desember 2007 sampai dengan Februari 2009. Tujuannya adalah untuk mengkaji dan menganalisis manfaat dan hambatan dari kerja sama kedua negara.
Tahap berikutnya adalah perundingan yang berlangsung sebanyak 12 putaran. Perundingan terakhir terjadi pada 16-21 Juli 2018 dan dinyatakan selesai melalui penandatanganan oleh menteri perdagangan kedua negara di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 31 Agustus 2018.
Bagi Indonesia, mengutip catatan dari Kementerian Perdagangan, kerja sama tersebut akan memperluas akses pasar dan meningkatkan daya saing bagi produk pertanian, perikanan, industri, kehutanan, dan tenaga kerja Indonesia ke Australia serta meningkatkan kerja sama yang lebih luas.
Berdasarkan Joint Feasiblity Studies, perjanjian kemitraan akan meningkatkan produk domestik bruto Indonesia sebesar 0,23 persen dari baseline atau sebesar 33,1 miliar dollar Australia bagi Indonesia, khususnya dari liberalisasi perdagangan barang dan jasa. Studi juga memperkirakan peningkatan investasi dari Australia di pertambangan, pertanian, peternakan, dan sumber daya alam.
Lampu kuning
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta Pemerintah Australia untuk memperlancar hubungan di bidang perhubungan. Dengan demikian, ia meminta sejumlah hambatan dihapuskan.
Untuk perhubungan udara, misalnya, menurut Budi, maskapai penerbangan dari Australia ke Indonesia mencapai 115 kali. Sementara maskapai dari Indonesia ke Australia 82 kali.
”Batasan-batasan yang selama ini ada, kita minta untuk dikurangi. Apalagi kita tahu bahwa sekarang ini status Indonesia masih kuning. Artinya, kita dibedakan dengan negara-negara lain, seperti Vietnam. Nah, ini kita minta disamakan menjadi hijau sehingga memudahkan pergerakan orang dari sini dan ke sana,” kata Budi.