Kurang Dukungan, Palestina Tarik Permintaan Pemungutan Suara Terkait Proposal Trump
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menolak proposal perdamaian Israel-Palestina yang diusulkan Trump tersebut kemungkinan mendapatkan dukungan kurang dari 9 suara, dari semua 15 suara di DK PBB.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
NEW YORK, SELASA — Palestina telah menarik permintaan mereka untuk melakukan pemungutan suara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (11/2/2020), di New York, Amerika Serikat, akibat kurangnya dukungan. Pungutan suara itu dilakukan untuk menolak proposal perdamaian Israel-Palestina yang diusulkan Presiden Donald Trump.
Indonesia dan Tunisia telah memotori resolusi DK PBB yang mengecam rencana Israel menganeksasi permukiman Tepi Barat, Palestina. Rancangan resolusi itu sudah diedarkan Indonesia dan Tunisia di kalangan anggota DK PBB di Markas Besar PBB, New York, AS, Selasa (4/2/2020) waktu setempat.
Sementara pemerintahan Trump telah memberi tekanan besar kepada negara-negara yang mengkritisi proposal perdamaian Israel-Palestina tersebut.
Para diplomat di PBB mengatakan, resolusi DK PBB yang menolak proposal perdamaian Israel-Palestina yang diusulkan Trump tersebut kemungkinan mendapatkan dukungan kurang dari 9 suara, dari semua 15 suara di DK PBB. Hal ini merupakan suara minimum yang diperlukan untuk mengadopsi resolusi tersebut sejauh tidak ada anggota tetap yang menggunakan hak veto.
Seorang diplomat mengatakan, AS telah memberikan ”tekanan yang sangat kuat” kepada negara-negara lain di DK PBB, termasuk ancaman pembalasan ekonomi.
Meskipun mengalami kemunduran, Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan terus melanjutkan pada Selasa ini dan akan berbicara kepada DK PBB mengenai proposal perdamaian Trump pada 28 Januari 2020 yang justru menganeksasi wilayah Tepi Barat dan juga demiliterisasi Palestina.
Kepala Perunding Palestina Saeb Erekat mengatakan, konsultasi terkait resolusi DK PBB yang menolak rencana Israel menganeksasi permukiman Tepi Barat tersebut masih terus berlangsung.
Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mendesak Abbas untuk membatalkan perjalanannya ke PBB dan menyebut bahwa apa yang diinginkan Palestina itu tinggal masa lalu. Danon meminta Abbas untuk fokus pada masa depan.
Gunakan hak veto
AS memastikan akan menggunakan hak veto terhadap resolusi DK PBB yang mengkritik proposal perdamaian Israel-Palestina yang diusulkan Trump. Namun, para diplomat mengatakan bahwa itu justru jauh dari kepastian.
Palestina dapat melakukan pengulangan pemungutan suara seperti pada Desember 2017, di mana ke-14 anggota DK PBB lainnya mengecam pengakuan Trump terhadap Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
AS telah mengusulkan serangkaian amandemen rancangan resolusi yang bisa muncul untuk pemungutan suara pada sesi yang dihadiri Abbas.
Dalam proposal itu, AS secara signifikan mengubah teks untuk menghapus referensi ke garis sebelum perang enam hari tahun 1967, di mana Israel merebut Tepi Barat sebagai dasar perdamaian.
Hal itu juga akan memotong pernyataan bahwa permukiman Yahudi yang dibangun di Tepi Barat sejak 1967 adalah ilegal. Ini adalah posisi yang diambil oleh hampir semua negara, kecuali AS dan Israel.
AS juga berusaha menghilangkan bahasa yang menyamakan Jerusalem Timur dengan Tepi Barat yang diduduki Israel. Rencana Trump menyerukan pengakuan Jerusalem yang diperebutkan sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi. Sementara Palestina bisa mendirikan ibu kota di pinggiran Jerusalem.
Gedung Putih mengakui bahwa rencana Trump ”berangkat dari ketentuan referensi dan parameter yang disetujui secara internasional”. Namun, AS menginginkan resolusi yang menyatakan bahwa DK PBB menyambut diskusi mengenai proposal tersebut untuk memajukan tujuan perdamaian.
Meragukan
Para diplomat meragukan apakah pemungutan suara dapat dilakukan di kemudian hari mengingat perbedaan besar dalam posisi. Palestina telah menikmati dukungan dari Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam, dan yang terbaru adalah dukungan Uni Afrika. Semuanya menolak proposal Trump.
Namun, posisi setiap negara lebih rumit. Di tengah upaya mendorong resolusi PBB, Tunisia tiba-tiba menarik duta besarnya untuk PBB. Hal ini makin meningkatkan spekulasi bahwa negara-negara Arab telah mendapat tekanan dari Washington.
Setelah muncul Kamis lalu di PBB, Jared Kushner, menantu sekaligus penasihat Trump, mengatakan, ada ”banyak celah” yang bertentangan dengan proposal Trump tersebut.
Kushner menunjuk perpecahan di dalam Uni Eropa (UE) yang gagal mengeluarkan pernyataan bersama yang kritis terhadap proposal Trump itu. Di dalam UE terdapat perbedaan pendapat dari beberapa negara, seperti Hongaria, yang dipimpin oleh populis sayap kanan Viktor Orban.
Dari empat anggota UE yang berada di DK PBB, Jerman dan Estonia tampak siap untuk tidak ikut pemungutan suara yang mengkritik proposal AS. Dua anggota lainnya adalah Perancis dan Belgia. Anggota UE kelima yang berada di DK PBB, Inggris, justru telah meninggalkan blok UE pada akhir Januari 2020.
Israel dan AS juga optimistis memenangi dukungan senyap dari negara-negara Arab yang secara tradisional mendukung Palestina. Sebab, para raja negara-negara Arab tersebut telah bersatu dengan Israel untuk menghadapi Iran.
Duta besar Bahrain, Oman, Uni Emirat Arab juga ikut menghadiri pengajuan proposal Trump bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kemudian mengadakan pertemuan terobosan dengan pemimpin Sudan.
Netanyahu memuji proposal Trump, di mana Israel akan mempertahankan kedaulatan hingga ke perbatasan Jordania, bahkan jika ada negara Palestina.(AFP/REUTERS).