Kesempatan kunjungan dan pidato Presiden Jokowi di Parlemen Australia awal pekan ini cukup spesial. Kunjungan ini bertepatan dengan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Australia.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
“Indonesia dan Australia harus memperkuat prinsip ekonomi terbuka, bebas, dan adil. Di tengah maraknya proteksionisme, kita harus terus menyuarakan keterbukaan dan keadilan ekonomi.” Demikian penggalan pidato Presiden Joko Widodo di depan anggota Parlemen Australia di Canberra, Australia, Senin (10/2/2020).
Kesempatan kunjungan dan pidato Presiden Jokowi cukup spesial. Kunjungan ini bertepatan dengan 70 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Australia. Presiden Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia kedua yang diberi kesempatan berpidato di depan Parlemen Australia. Pada 8 Maret 2010, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memperoleh kesempatan serupa.
Kekhususan kunjungan Presiden Jokowi juga terkait Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) 2020-2024. Setelah CEPA disepakati, kedua negara meluncurkan rencana aksi implementasi perjanjian itu. Di depan para anggota Parlemen Australia, Presiden Jokowi menyatakan menyambut baik IA-CEPA. Melalui kesepakatan seperti itu, menurut Presiden, paradigma saling menguntungkan dapat diraih. Sistem ekonomi terbuka dan adil dipercaya bakal menguntungkan semua pihak.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan RI, sejumlah 6.474 pos tarif atas produk ekspor Indonesia akan menjadi nol persen pada saat IA-CEPA diimplementasikan. Itu artinya tidak ada lagi hambatan perdagangan bagi ekspor Indonesia di pasar Australia. Maka, produk ekspor Indonesia diharapkan dapat berdaya saing dan makin kuat di pasar global. Sebagai gantinya, Indonesia akan mengeliminasi 94,5 persen (atau 10.229 pos tarif) pada tahun 2020.
Produk unggulan Indonesia yang menjadi target ekspor ke Australia adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), karpet atau permadani, furnitur dari kayu, serta otomotif dan suku cadangnya. Produk-produk lain yang potensial untuk dikembangkan ekspornya, yaitu ethylene glycol, lembaran polymer ethylene, pipa penyaluran untuk migas, herbisida dan pestisida, peralatan elektronik dan aneka mesin. Selain itu, juga karet dan turunannya (seperti ban mobil), kopi dan kopi olahan, kokoa/cokelat, makanan dan minuman, serta kertas dan produk kertas.
”Target ekspor itu merupakan salah satu strategi utama Indonesia dalam menekan defisit neraca perdagangan serta sejalan dengan upaya meningkatkan ekspor dan investasi Indonesia di Australia dan global. Kedua negara juga dapat menguatkan economic powerhouse,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam siaran pers Kemendag.
Sebagai bagian dari paket keterampilan secara keseluruhan, Indonesia-Australia telah sepakat untuk melakukan pertukaran keterampilan timbal balik. Formula itu memungkinkan profesional kedua negara mendapatkan pengalaman selama enam bulan di pasar pihak lain. Australia juga berkomitmen mengizinkan 200 orang Indonesia terlibat dalam kesempatan pelatihan kerja. Ini diharapkan ikut membantu membangun kapasitas tenaga kerja Indonesia di sektor-sektor utama, termasuk yang menarik bagi investor Australia.
Pada 6 Februari 2020, Rancangan Undang-Undang IA- CEPA disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI untuk disampaikan ke Presiden. Setelah undang-undang diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Indonesia akan mengirimkan notifikasi ke Australia melalui jalur diplomatik. Australia telah selesai meratifikasi IA-CEPA tahun lalu. Melalui Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Australia menyampaikan notifikasi pada Indonesia, 17 Desember 2019. IA-CEPA dapat berlaku 60 hari setelah Indonesia membalas notifikasi itu melalui jalur diplomatik atau pada tanggal lainnya yang disepakati oleh kedua negara.