Wabah yang Mengubah Dunia
Wabah penyakit muncul silih berganti menghantui dunia. Seperti perang militer, kerugian korban jiwa dan pukulan bagi ekonomi akibat wabah sangat besar. Dunia harus bersatu saat berperang melawan wabah.
Perang dunia melawan wabah penyakit seakan tidak pernah berhenti. Kemajuan teknologi kedokteran dan sistem kesehatan bukan jaminan sebuah negara bebas dari ancaman penyakit infeksi.
Dalam situasi dunia yang kian terhubung seperti sekarang, kerja sama, keterbukaan, dan kepemimpinan akan menjadi faktor penentu dalam mencegah dan mengendalikan wabah.
Pada abad ke-21 ini, dunia menyaksikan munculnya penyakit infeksi baru (new emerging), penyakit lama yang sempat menurun kejadiannya, tetapi muncul kembali (reemerging), atau bahkan lahir penyakit yang resisten atau kebal terhadap obat, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri, maupun mikroorganisme lain.
Baca juga : Virus Korona Baru
Wabah ebola di Afrika, epidemi influenza subtipe A (termasuk H1N1, H5N1, H7N9), sindrom pernapasan akut parah (SARS), Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS) yang disebabkan virus korona, dan zika merupakan beberapa contoh penyakit infeksi baru di dunia. Sekitar 75 persen beragam penyakit infeksi baru itu bersumber dari binatang (zoonosis).
Misalnya, virus influenza H5N1 yang pertama kali diidentifikasi menular dari unggas ke manusia tahun 1997 di China dan Hong Kong. Wabah ini muncul kembali tahun 2003-2004 dan menyebar di Asia, Eropa, hingga Afrika.
Pada periode 2003-2013, dari 649 kasus positif pada manusia di 15 negara, sebanyak 385 orang di antaranya meninggal, hampir separuh kematian itu terjadi di Asia Tenggara.
Hingga kini penyakit H5N1, yang juga dikenal dengan flu burung itu, berdampak pada sektor perunggasan, keamanan pangan, perdagangan internasional, hingga lapangan pekerjaan.
Selain virus influenza, virus korona baru pun pernah mewabah dari Guangdong, China, pada November 2002-2003 dan membuat trauma negara-negara di Asia. Wabah yang dinamai SARS ini menyebar ke 30 negara dan menewaskan hampir 800 orang yang mayoritas terjadi di China dan Hong Kong. SARS menyebar ke manusia dari kelelawar.
Strain lain dari virus korona juga menyebabkan MERS di Arab Saudi tahun 2012. MERS yang menimbulkan gejala demam, batuk, dan sulit bernapas itu membuat 35 persen yang tertular meninggal.
Baca juga : Ancaman Global Serius
Wabah penyakit infeksi baru lain yang juga bersumber dari binatang adalah ebola. Penyakit akibat virus ebola, atau sebelumnya dikenal dengan demam berdarah ebola, pertama kali teridentifikasi tahun 1976 melalui dua wabah yang terjadi secara simultan, yakni di Nzara, Sudan, dan di dekat Sungai Ebola di Yambuku, Kongo.
Virus ebola ditularkan dari kelelawar kepada manusia kemudian menyebar antarmanusia melalui kontak langsung dengan cairan tubuh pasien positif ebola. Sebanyak 11.300 orang meninggal dalam wabah ebola pertama kali di Afrika Barat, Desember 2013-2016.
Mayoritas mereka yang meninggal adalah dari Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Setelah kasusnya menurun, ebola muncul kembali pada Agustus 2018 di timur Kongo.
Tak hanya dari Afrika, wabah juga muncul dari Pasifik hingga sampai di Amerika Selatan, yaitu penyakit zika dari Mikronesia tahun 2007 dan French Polynesia tahun 2013, hingga di Brasil pada Maret 2015.
Penyakit zika disebabkan oleh virus zika yang disebarkan oleh nyamuk Aedes sp. Selain ditularkan melalui nyamuk, zika juga ditularkan melalui hubungan seksual, hubungan vertikal (dari ibu ke anak), serta transfusi darah.
Baca juga : Ancaman Global Serius
Virus zika pertama kali teridentifikasi pada kera di Uganda tahun 1947. Virus ini lalu teridentifikasi ada pada manusia tahun 1952 di Uganda dan Tanzania. Wabah zika pernah terjadi di Afrika, Amerika, Asia, dan Pasifik. Brasil kemudian melaporkan adanya kaitan antara Zika dan kejadian sindrom Guillain-Barre dan mikrosefalus pada bayi baru lahir.
Melihat dampaknya, yaitu bisa menyebabkan bayi-bayi lahir dengan kepala malformasi, menjadi salah satu alasan kuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah zika sebagai darurat kesehatan dunia, 1 Februari 2016. Status ini kemudian dicabut 18 November 2018.
Dampak ekonomi
Di luar korban yang sakit dan meninggal, wabah juga telah memberi pukulan telak pada perekonomian dunia. Ketika wabah ebola terjadi, misalnya, Bank Dunia memperkirakan, dampak ekonomi yang ditimbulkanya tahun 2014-2015 mencapai 2,8 miliar dollar AS. Hal ini kian diperparah dengan anjloknya harga bijih besi dan komoditas pertambangan lain yang banyak diproduksi oleh Sierra Leone.
Akan tetapi, mengutip sebuah penelitian di Journal of Infectious Diseases, kantor berita Reuters menyebutkan bahwa jika digabungkan kerugian materi atau ekonomi dan immateri, total kerugian yang ditimbulkan oleh wabah ebola 53 miliar dollar AS.
Ebola bisa mewabah dengan relatif mudah karena ketiga negara—Guinea, Liberia, dan Sierra Leone—memiliki kerentanan sama, yaitu kualitas sumber daya manusia rendah dan sistem kesehatan yang lemah.
Negara-negara yang mengalami wabah zika, yakni Brasil, Kolombia, dan El Salvador, memiliki sistem kesehatan dan indikator ekonomi yang lebih baik dari Guinea, Sierra Leone, dan Liberia. Namun, pembangunan yang tidak merata di antara tiga negara itu, termasuk di kawasan Amerika Tengah dan Selatan, secara umum membuat zika makin mudah menyebar.
Baca juga : Vaksin Zika Ditemukan
Misalnya, virus zika disebarkan oleh nyamuk yang berkembang biak di genangan air. Akses pada sanitasi, sumber air bersih, dan perilaku hidup sehat dapat menurunkan penyebarannya secara signifikan. Namun, kenyataannya, wilayah perkotaan dan perdesaan di negara-negara yang melaporkan banyaknya kasus zika tidak memiliki akses yang sama terhadap sanitasi dan sumber air bersih.
Tak mengherankan jika pada awalnya wabah zika dan kasus mikrosefali terkonsentrasi dari kawasan miskin dan terbelakang di Timur Laut Brasil. Dalam jangka panjang bayi-bayi yang lahir dengan mikrosefali akan membebani sistem layanan kesehatan serta menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang besar.
Menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) yang bekerja sama dengan Federasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (IFRC), kerugian sosial dan ekonomi karena zika di Amerika Latin dan Karibia antara tahun 2015-2017 diperkirakan 7 miliar dollar AS-18 miliar dollar AS.
Respons dunia
Dalam merespons potensi wabah penyakit, WHO telah memiliki Regulasi Kesehatan Internasional (IHR) tahun 2005, panduan bagi negara untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons setiap potensi masalah kesehatan. Panduan ini juga mencakup bagaimana pintu-pintu masuk negara, seperti bandar udara dan pelabuhan merespons terjadinya wabah penyakit.
Setiap negara harus memperkuat sistem kesehatannya, yang meliputi penguatan layanan kesehatan, fasilitas isolasi atau karantina, jejaring laboratorium, juga kesiapsiagaan operasional. Namun, kemampuan setiap negara tidak sama. Ada negara yang siap, ada yang tidak.
Baca juga : Melihat Kembali Ancaman Virus di Indonesia
Di luar IHR, tahun 2014 sejumlah negara juga meluncurkan sebuah inisiatif multilateral dan multisektoral, yaitu Global Health Security Agenda (GHSA). Tujuannya, menciptakan dunia yang lebih aman dari penyakit infeksi dengan meningkatkan kemampuan negara dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons potensi ancaman kesehatan.
Dalam GHSA, negara-negara berbagi tanggung jawab bersama dalam merespons segala ancaman kesehatan global. Tak ada satu negara pun atau satu lembaga dunia pun yang bisa mengatasi ancaman penyakit infeksi sendirian.
Keamanan sebuah negara dari ancaman penyakit infeksi tidak hanya ditentukan oleh kemampuannya dalam menghadapi ancaman itu, tetapi juga oleh kesiapsiagaan negara tetangganya dalam menangkal ancaman penyakit. Di era di mana manusia semakin terhubung melalui penerbangan, semua negara harus siap menghadapi setiap ancaman penyakit infeksi baru.
Dalam konteks itu, sikap Pemerintah China yang belum menerima bantuan luar dalam merespons epidemi virus korona baru (2019-nCoV) yang sudah berstatus darurat kesehatan global menjadi kurang relevan. Sebab, tidak hanya China yang terdampak wabah ini, tetapi juga dunia.
Industri penerbangan dan pariwisata terdampak, rantai pasok barang secara global terganggu, dan pertumbuhan ekonomi global juga melambat. Upaya multilateral akan lebih efektif untuk mengendalikan wabah yang telah terjadi di lebih dari 20 negara ini.