Otoritas China mengubah definisi positif terjangkit COVID-19 sehingga menyebabkan penambahan kasus positif dan kasus meninggal dalam sehari meningkat tajam, tertinggi sejak epidemi terjadi.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·3 menit baca
BEIJING, KAMIS— Tambahan jumlah korban meninggal dan kasus positif epidemi COVID-19 dalam sehari di China meroket menyusul perubahan metode penghitungan oleh otoritas China, Kamis (13/2/2020). Hal ini memicu kekhawatiran bahwa epidemi ini jauh lebih buruk dari yang dilaporkan selama ini.
Dalam sehari kemarin dilaporkan ada tambahan kasus positif mencapai 15.152 kasus dan tambahan korban meninggal 254 orang. Jumlah ini merupakan yang terbesar sejak epidemi COVID-19 terjadi akhir 2019.
Dari tambahan kasus itu sebanyak 14.840 kasus positif baru dan 242 kematian berasal dari Provinsi Hubei.
Dengan demikian, total kasus positif yang terjangkit dari awal epidemi terjadi sampai sekarang menjadi 59.804 kasus dengan kematian mencapai 1.367 kasus.
Otoritas di Provinsi Hubei menyatakan bahwa peningkatan kasus itu disebabkan mereka memperluas definisi terinfeksi dengan memasukkan orang yang ”terdiagnosis klinis” melalui pencitraan.
Otoritas di Hubei dituduh menutup-nutupi apa yang sesungguhnya terjadi di sana.
Selama ini konfirmasi kasus dilakukan dengan uji RNA (materi genetika virus) yang memerlukan waktu berhari-hari. Namun, sekarang konfirmasi memakai teknik pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT scan) yang bisa menunjukkan citra paru. Menurut Komisi Kesehatan Hubei, cara ini bisa mengidentifikasi kasus dan mengisolasi virus lebih cepat.
Dengan definisi dan teknik baru itu para tenaga medis kini melihat kembali kasus-kasus terduga dan merevisi diagnosis terhadap mereka.
Meski mendapat apresiasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena telah transparan menangani epidemi COVID-19, banyak pihak tetap skeptis bahwa China akan seperti dulu ketika menangani epidemi sindrom pernapasan akut parah (SARS).
Otoritas di Hubei dituduh menutup-nutupi apa yang sesungguhnya terjadi di sana. Kritik kian kuat ketika dokter yang pertama kali mengabarkan adanya wabah dan ditangkap polisi di Hubei meninggal karena positif terjangkit COVID-19.
Karantina massal
Di tengah peningkatan kasus yang tajam, di Vietnam lebih dari 10.000 orang di Desa Son Loi, Distrik Binh Xuyen, sekitar 40 kilometer dari ibu kota Hanoi, dikarantina menyusul ditemukannya enam kasus positif COVID-19. Ini merupakan karantina massal pertama yang berlangsung di luar China. Karantina berlangsung selama 20 hari dimulai sejak kemarin.
Pos-pos pemeriksaan telah dibuat di sekitar desa itu. Polisi mencegah orang dari luar wilayah karantina untuk mendekat. Mereka yang sudah masuk ke area itu tidak bisa keluar lagi. Petugas kesehatan yang menggunakan alat pelindung diri menyemprotkan disinfektan dari kendaraan.
Kasus positif di desa itu ditemukan pada perempuan pekerja yang pulang dari Wuhan, China, untuk mengikuti pelatihan. Virus itu kemudian menyebar ke keluarga dan tetangga, termasuk bayi berumur tiga bulan.
Sementara itu, kemarin Jepang melaporkan kasus meninggal pertama akibat COVID-19. Korban adalah penumpang kapal pesiar Diamond Princess. Korban adalah perempuan berusia 80 tahunan.
Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato mengatakan bahwa sampel perempuan itu diperiksa setelah ia dirawat di rumah sakit. Namun, belum jelas apakah SARS-CoV-2—nama resmi virus yang menyebabkan COVID-19—yang menjadi penyebab kematian perempuan itu atau ada penyakit lain.
Tujuh orang yang masih menjalani perawatan intensif.
Adapun di Kamboja kapal pesiar MS Westerdam yang selama dua minggu terakhir berada di laut karena ditolak berlabuh di empat negara akhirnya diizinkan berlabuh di pelabuhan Sihanoukville oleh Pemerintah Kamboja.
Keempat negara yang menolak kapal pesiar itu adalah Thailand, Jepang, Taiwan, dan Filipina. Mereka khawatir terhadap penyebaran COVID-19.
Operator WS Westerdam, Holland America Line, menyatakan bahwa tidak ada kasus positif COVID-19 dari 1.455 penumpang dan 802 awak kapal tersebut.
Penambahan kasus positif baru yang tinggi dalam sehari juga terjadi di Singapura. Kemarin terdapat delapan kasus positif baru COVID-19. Dengan begitu, total kasus positif COVID-19 menjadi 58 orang. Kementerian Kesehatan Singapura menyatakan bahwa semua kasus positif baru terkait
dengan kasus positif sebelumnya.
Dari 58 kasus positif itu sebanyak 15 orang telah pulih dan diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Selain itu, ada juga tujuh orang yang masih menjalani perawatan intensif.