Pembicaraan damai untuk menyelesaikan konflik di Teluk antara Qatar dan Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir terhenti. Meski begitu, Doha tetap membuka pintu dialog.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
DOHA, MINGGU — Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk berdialog sejak krisis Dewan Kerja Sama Teluk (blok regional) dimulai.
”Sudah hampir tiga tahun sejak krisis itu dimulai, kami bukan pelaku krisis serta kami sudah sangat terbuka dan jelas bahwa kami terbuka pada semua niatan baik untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Al-Thani pada Konferensi Keamanan Muenchen Ke-56 di Muenchen, Jerman, Sabtu (15/2/2020).
”Kami membuktikan hal ini ketika ada peluang November 2019. Sayangnya, upaya ini tidak berhasil dan ditunda pada awal Januari 2020,” ujarnya.
Hal itu disampaikan Al-Thani menyusul terhentinya pembicaraan damai antara Doha dan Riyadh untuk menyelesaikan konflik dua tahun di Teluk. Bahkan, sejumlah diplomat memandang bahwa mereka tidak melihat indikasi perundingan akan dilanjutkan lagi setelah terhenti sejak akhir 2019.
Arab Saudi bersama sekutunya, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir, memutus semua hubungan diplomatik, perdagangan, dan transportasi dengan Qatar pada Juni 2017.
Keempat negara itu menuduh Doha memberikan dukungan kepada kelompok radikal, termasuk Ikhwanul Muslimin, dan mencari cara untuk mendekati rival Saudi, yaitu Iran. Qatar membantah keras tuduhan ini.
Surat kabar Asharq Al-Awsat mengutip seorang diplomat, Rabu (12/2/2020), yang menyatakan bahwa penarikan diri Riyadh dari pembicaraan damai disebabkan oleh negosiator Qatar ”tidak terlihat serius mencapai kompromi”.
Diplomat yang tidak ingin disebutkan namanya itu menuduh tim negosiator Doha ”tidak ingin memperpanjang negosiasi” dan Riyadh ingin solusi yang mencakup semua negara yang memboikot negosiasi damai.
Abdulrahman Al-Thani menyebutkan bahwa Qatar tidak bertanggung jawab atas penundaan pembicaraan damai. Qatar tetap terbuka untuk dialog selanjutnya.
”Kami mencoba menyelesaikan substansi persoalan untuk memahami akar masalahnya dan tidak terlalu menaruh perhatian pada apa pun kabar di media atau informasi yang tidak resmi,” katanya.
Sempat muncul harapan ketika Arab Saudi bersama dengan Bahrain dan UEA setuju untuk berpartisipasi dalam turnamen sepak bola Piala Teluk pada Desember yang sebelumnya diboikot.
Raja Salman dari Arab Saudi lalu mengundang penguasa Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Riyadh pada Desember. Namun, Qatar malah mengirim Perdana Menteri Abdullah bin Nasser bin Khalifa al-Thani.
Meski demikian, para pejabat Qatar menyebut pertemuan tingkat tinggi itu dan diplomasi ulang-alik yang dimulai sejak November telah memecah ”kebuntuan”.
Keretakan itu kemudian membuat kedua belah pihak saing serang dalam segala hal, mulai dari akses ke kota suci Mekkah hingga tuduhan peretasan.
Asisten profesor di King’s College London, Andrea Krieg, mengatakan, Arab Saudi ”tidak senang” karena Qatar menuntut ”bukti niat baik” sebelum langkah rekonsiliasi dimulai.
Serangan roket
Di tengah upaya pembicaraan damai antara Doha dan Riyadh yang terhenti, eskalasi di Teluk tetap tinggi. Konflik antara AS dan Iran yang mengambil tempat di Irak terus memanas.
Setidaknya, empat roket menghantam kawasan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Baghdad dan pangkalan tentara AS di Irak di dalam Kawasan Hijau, Minggu (16/2/2020). Tidak ada korban jiwa dalam serangan itu.
Menurut Kolonel Myles B Caggins III, juru bicara operasi militer AS di Irak, serangan itu terjadi sebelum pukul 03.30 waktu setempat. Ia hanya menyebutkan bahwa roket itu mengenai pangkalan militer AS dan pasukan koalisi.
Akan tetapi, tiga pejabat keamanan Irak yang anonim mengatakan bahwa dua roket jatuh di dalam kawasan Kedubes AS, sementara yang lainnya jatuh di dekat pangkalan pasukan koalisi.
Peristiwa tersebut merupakan yang terbaru dari serangkaian serangan roket dan mortir terhadap pangkalan pasukan AS di Irak. Kamis lalu, sebuah mortir meledak di pangkalan udara Irak K1 di Provinsi Kirkuk di sebelah utara Irak. Kejadian ini tidak emnimbulkan korban jiwa.
Sebelumnya, 8 Januari 2020, roket Iran menghantam pangkalan udara Irak, Ain al-Asad, dan melukai puluhan tentara AS. Serangan ini merupakan balasan atas serangan pesawat nirawak AS di Baghdad yang menewaskan Jenderal Qassem Soleimani pada 3 Januari 2020.
Kedubes AS di Baghdad juga menjadi salah satu sasaran di tengah ketegangan AS-Iran yang kian luas di kawasan. Pendukung Irak dari milisi yang didukung oleh Iran menyerang kompleks Kedubes AS pada 31 Desember 2019. (AFP/REUTERS)