Kinerja ekonomi Jepang, secara triwulan, mengalami penurunan. Selain dampak bencana, sejumlah faktor lain turut memengaruhi, antara lain penurunan konsumsi dan kenaikan pajak.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi atau turun dalam periode triwulan, menjadi terburuk dalam lima tahun terakhir. Kondisi itu berpeluang lebih buruk jika wabah virus korona tipe baru semakin meluas dan penanganannya lambat sehingga makin menekan perekonomian.
Data resmi yang dirilis otoritas Jepang, Senin (17/2/2020), tingkat PDB Jepang—secara triwulan—pada triwulan IV-2019 menyusut 1,6 persen. Efek dari mewabahnya virus Covid-19 belum masuk dalam perhitungan data terbaru itu. Triwulan IV-2019 ditandai dengan kenaikan pajak konsumsi, dari 8 persen menjadi 10 persen. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah terjangan topan Hagibis yang menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebabkan banjir meluas di Jepang.
Para ekonom sejatinya telah memperhitungkan dan memproyeksikan adanya penurunan pertumbuhan PDB Itu bagi Jepang. Namun, proyeksi mereka tidak sedalam angka data yang dirilis itu. Penurunan PDB Jepang itu dinilai cukup mengejutkan.
”Ada hantaman dari bencana alam, tetapi sentimen konsumen sangat lemah setelah kenaikan pajak meskipun ada langkah pemerintah untuk mengurangi dampaknya,” kata Takeshi Minami, kepala ekonom pada Norinchukin Research Institute.
Kontraksi terbesar
Data awal ini mematahkan pertumbuhan yang tercatat selama empat triwulan sebelumnya. Data terbaru itu sekaligus merupakan kontraksi terbesar sejak triwulan I-2014 ketika ekonomi menyusut 1,9 persen. Dalam triwulan terakhir tahun lalu, mulai diberlakukan kenaikan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen.
Tekanan ekonomi terbaru juga tampaknya telah dipengaruhi oleh kenaikan pajak konsumsi menjadi 10 persen, mulai berlaku pada 1 Oktober 2019. Konsumsi swasta pun terpukul keras, turun 2,9 persen, penurunan pertama dalam lima kuartal. Pengeluaran untuk pabrik dan peralatan juga turun 3,7 persen meskipun investasi mendapat dorongan dari sistem pembayaran tunai yang memungkinkan konsumen untuk mengurangi kenaikan pajak konsumsi mereka.
Para ekonom sekarang dengan hati-hati mengawasi untuk melihat apa dampak virus korona tipe baru terhadap ekonomi terbesar ketiga di dunia itu. Wabah Covid-19 diperkirakan ”menyerang” sektor manufaktur dan pariwisata Jepang.
Konsumsi swasta kemungkinan akan meningkat dari masa Oktober-Desember, tetapi seberapa banyak akan pulih dalam beberapa bulan mendatang akan tergantung dari penyebaran virus Covid-19. ”Juga, ekspor mungkin terpengaruh karena keterlambatan pengiriman suku cadang dari China dapat mengganggu rantai pasokan,” kata Minami.
Kemungkinan resesi
Minami mengingatkan kemungkinan Jepang mengalami resesi. Ini sangat tergantung dari sejauh mana efek dari wabah Covid-19 dan penanganannya, termasuk dalam mencari jalan keluar atas efek-efek turunannya bagi dunia usaha dan masyarakat Jepang. Menteri Kesehatan Katsunobu Kato pada hari Minggu mendesak masyarakat untuk menghindari keramaian dan ”pertemuan tidak penting”, termasuk kereta komuter terkenal Jepang, untuk mencegah penyebaran virus.
Namun, Naoya Oshikubo, ekonom senior di SuMi Trust, memperkirakan wabah Covid-19 tidak akan menghalangi pemulihan pada triwulan pertama tahun 2020 ini. ”Permintaan eksternal akan terus tumbuh pada triwulan I-2020 meskipun berjangkitnya virus korona, yang kami perkirakan hanya berdampak kecil pada industri pariwisata Jepang, yang hanya 0,8 persen dari PDB riil,” katanya.
”Ke depan, kita harus melihat pertumbuhan positif pada triwulan 2020 ini dan seterusnya. Konsumsi domestik harus pulih sebagai dampak dari pengurangan pajak konsumsi yang lebih tinggi,” ucapnya.
Oshikubo juga optimistis Olimpiade Tokyo yang hanya beberapa bulan lagi akan berdampak positif bagi ekonomi Jepang. Dia berharap efek positif itu cukup signifikan.
Pemerintah Jepang akan mengalokasikan 15,3 miliar yen (139 juta dollar AS) untuk melawan dampak ekonomi dari virus korona, termasuk langkah-langkah untuk meningkatkan inspeksi bandara dan kapasitas-kapasitas pengujian terkait virus itu. (AFP)