Ketegangan di Timur Tengah belum kunjung mereda. Pangkalan militer Irak yang menjadi basis tentara koalisi yang dipimpin Amerika Serikat di Baghdad dihajar roket. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
BAGHDAD, MINGGU — Beberapa roket dilaporkan telah ditembakkan dan berhasil menghantam pangkalan Irak yang menampung pasukan Amerika Serikat di dekat Kedutaan AS di Baghdad, Minggu (16/2/2020). Kejadian tersebut menjadi peristiwa teraktual dalam serangkaian serangan terhadap aset AS di negara itu. Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut.
”Koalisi mengonfirmasi adanya serangan roket kecil pada pangkalan Irak yang menampung pasukan koalisi di Zona Internasional. Tidak ada laporan adanya korban,” kata juru bicara pasukan koalisi Myles Caggins. Pangkalan itu, yang dikenal sebagai Union III, adalah markas besar untuk koalisi pimpinan AS yang dikerahkan di Irak sejak 2014 untuk membantu pasukan lokal melawan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Militer Irak mengatakan, tiga roket Katyusha menghantam di dalam Zona Hijau, kantong keamanan tinggi tempat misi AS dan Union III berada, serta gedung-gedung Pemerintah Irak, kantor PBB, dan kedutaan besar lainnya. Pihak militer Irak menyatakan roket keempat dilaporkan menghantam pangkalan logistik di lingkungan berbeda yang dioperasikan oleh Hashed al-Shaabi, jaringan militer yang secara resmi dimasukkan ke dalam negara Irak.
Dugaan
Tidak ada pernyataan langsung dari pihak Hashed. Namun, serangan terhadap aset AS dan Hashed pada saat yang sama adalah sesuatu yang tidak biasa. Washington menyalahkan elemen garis keras dalam jaringan militer atas beberapa kali serangan roket berulang pada instalasi Amerika di seluruh Irak. Serangan terbaru itu adalah serangan ke-19 sejak Oktober tahun lalu dengan target utama kedutaan atau sekitar 5.200 tentara AS yang ditempatkan bersama pasukan lokal di seluruh Irak.
Pada akhir Desember tahun lalu, sebuah serangan roket ke markas K1 di Irak utara menewaskan seorang kontraktor AS dan menyebabkan serangkaian peristiwa dramatis lainnya. Washington menanggapi dengan menggelar serangan balasan terhadap Kataeb Hezbollah, sebuah faksi garis keras Hashed di Irak barat.
Beberapa hari kemudian, serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad menewaskan salah satu jenderal top Iran, Qasem Soleimani, dan tangan kanannya, wakil kepala Hashed, Abu Mahdi al-Muhandis. Faksi-faksi yang berselisih telah berjanji untuk membalas dendam atas kematian pasangan itu, tetapi mengatakan bahwa mereka akan memprioritaskan tujuan politik pertama: penarikan pasukan AS dari Irak.
Namun, jaringan itu mencakup sejumlah besar kelompok. Beberapa di antaranya tampak sangat bernafsu untuk mempermalukan militer AS. Serangan terbaru kali ini terjadi hanya beberapa jam setelah salah satu faksi yang didukung Iran Hashing, Harakat al-Nujaba, mengumumkan ”penghitungan mundur” untuk mengusir pasukan Amerika dari negara itu.
Seorang pemimpin puncak dalam kelompok Nujaba, Nasr al-Shammary, mengunggah sebuah foto melalui media sosial Twitter. Foto itu diklaimnya sebuah kendaraan militer AS. Ia mengatakan, ”Kami lebih dekat daripada yang Anda pikirkan.” Sumber dari kalangan militer AS dan diplomat Barat menyatakan, serangan hari Minggu itu mengirim sirene peringatan yang menggelegar di seluruh kompleks diplomatik. Para koresponden media Barat mendengar beberapa ledakan kuat diikuti oleh pesawat yang berputar di dekat Zona Hijau. (AFP/AP)