Hubungan strategis Turki-Rusia itu secara de facto sesungguhnya sudah ambruk, menyusul langkah pasukan Suriah yang didukung Rusia sejak Desember lalu melancarkan serangan besar-besaran ke Idlib dan bagian barat Aleppo.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Wilayah Provinsi Idlib di Suriah barat laut kini menjadi ujian terakhir masa depan hubungan strategis Turki-Rusia terkait isu Suriah. Hubungan strategis Turki-Rusia itu secara de facto sesungguhnya sudah ambruk, menyusul langkah pasukan Suriah yang didukung Rusia sejak Desember lalu melancarkan serangan besar-besaran ke Provinsi Idlib dan bagian barat Provinsi Aleppo.
Dua wilayah yang terletak di Suriah barat laut dan berbatasan langsung dengan Turki itu merupakan wilayah terakhir yang dikontrol pasukan oposisi di Suriah.
PBB, Selasa (18/2/2020), melaporkan bahwa sampai saat ini sekitar 900.000 warga Suriah—sebagian besar anak kecil dan orang tua— mengungsi dari Idlib ke tempat lebih aman di sekitar perbatasan Suriah-Turki. PBB memperingatkan, akan terjadi bencana kemanusiaan terbesar pada abad ke-21 jika pertempuran di Idlib tidak segera dihentikan.
Presiden Suriah Bashar al-Assad menegaskan, pihaknya akan terus melanjutkan perang di Idlib dan wilayah barat Provinsi Aleppo. Sebaliknya Turki terus berupa menyelamatkan forum Astana, namun sekaligus juga terus mengerahkan kekuatan militer secara besar-besaran ke Idlib bagian utara sebagai antisipasi jika upaya penyelamatan forum Astana gagal.
Turki pekan ini diberitakan telah mengerahkan 70 tank, 200 kendaraan lapis baja, dan 80 artileri berat ke beberapa lokasi di Provinsi Idlib bagian utara. Ankara juga ditengarai telah menyuplai roket pangku anti-serangan udara kepada milisi oposisi loyalis Turki. Peristiwa dua kali jatuhnya helikopter militer Suriah pekan lalu oleh tembakan pasukan oposisi Suriah di Aleppo bagian barat dan Idlib menjadi sinyal kuat adanya suplai roket anti serangan udara dari Turki ke pihak oposisi bersenjata.
Hal itu juga menjadi bukti, Turki kini melakukan segala cara untuk membendung serangan pasukan pemerintah Suriah ke Idlib saat ini. Turki menginginkan peristiwa jatuhnya dua helikopter tempur milik pemerintah Suriah itu sebagai tekanan terhadap Moskwa agar menghentikan gerak maju pasukan pemerintah Suriah di Idlib.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memberi peringatan keras agar pasukan pemerintah Suriah menghentikan serangan di Idlib dan mundur ke wilayah sesuai dengan kesepahaman Sochi antara Rusia dan Turki pada 17 September 2018. Kesepahaman itu menegaskan pembentukan zona penyangga yang memisahkan pasukan oposisi dan pasukan pemerintah Suriah di Idlib.
Delegasi militer dan diplomat Turki, Senin (17/2/ 2020), bertolak menuju Moskwa untuk melakukan upaya akhir membujuk Moskwa agar menekan Damaskus menghentikan serangan di Idlib dan sekaligus menyelamatkan hubungan strategis Turki-Rusia terkait Suriah.
Hubungan strategis Turki-Rusia dibangun melalui pembentukan forum Astana di Kazakhstan pada Januari 2017, yang dibidani oleh segitiga Rusia, Turki, dan Iran.
Forum Astana bertujuan untuk mencari solusi politik secara komprehensif di Suriah, negara yang tercabik-cabik oleh perang saudara pasca meletupnya musim semi Arab pada tahun 2011 yang juga menerpa Suriah saat itu.
Salah satu prestasi forum Astana adalah mencapai kesepakatan menciptakan wilayah deeskalasi di Provinsi Idlib, Ghouta Timur, dan Provinsi Deraa, Suriah selatan, pada pertengahan 2017.
Akan tetapi forum Astana itu sudah berakhir dengan aksi pasukan pemerintah Suriah menempuh opsi militer untuk menguasai kembali Ghouta timur pada Maret dan April 2018, dan Provinsi Deraa pada Juni dan Juli 2018.
Namun bagi Turki, Ghouta Timur dan Deraa berbeda dari Idlib. Turki kini siap berperang melawan pasukan pemerintah Suriah dan bahkan Rusia terkait isu Idlib. Bagi Turki, Idlib adalah kartu terakhirnya di Suriah untuk bisa terus ikut menentukan masa depan solusi komprehensif Suriah, yang sesuai dengan kepentingan Ankara.