Sebelum mengikuti pemilu parlemen, Dewan Wali terlebih dahulu harus menyetujui para kandidat yang mengajukan diri. Mereka telah menolak sekitar 6.850 calon moderat maupun konservatif pendukung kelompok garis keras.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
DUBAI, KAMIS — Masa kampanye pemilu parlemen Iran berakhir, Kamis (20/2/2020). Pemungutan suara, Jumat pagi, akan menjadi ujian bagi popularitas Iran dan otoritasnya.
Pemilu untuk memilih 290 anggota parlemen itu merupakan yang pertama kalinya dilakukan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir tahun 2015 dengan Iran dan negara-negara lain pada tahun 2018. Sikap Trump itu untuk memaksakan kembali pemberlakuan sanksi terhadap Iran, sanksi yang sudah menggoyahkan perekonomian Iran.
”Karena sudah berakhir sore ini, barang siapa yang masih berkampanye akan ditindak karena itu pelanggaran aturan pemilu,” sebut penyelenggara pemilu Iran.
Sebelum mengikuti pemilu parlemen, Dewan Wali terlebih dahulu harus menyetujui para kandidat yang mengajukan diri. Mereka telah menolak sekitar 6.850 calon moderat maupun konservatif pendukung kelompok garis keras.
Pemilu parlemen ini tidak akan banyak berpengaruh pada urusan luar negeri secara umum, apalagi kebijakan nuklir Iran yang ditentukan oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Kelompok garis keras pengikut setia Khamenei diperkirakan akan mendominasi parlemen.
Di tengah situasi Iran yang menghadapi ancaman isolasi dan konflik terkait isu nuklir dengan AS sekaligus ketidakpuasan rakyat Iran terhadap otoritas dan sistem, hasil pemilu parlemen itu dianggap sebagai referendum. Bagi otoritas Iran, ini termasuk potensi risiko yang akan mengancam kekuasaan.
”Kami berharap 50 persen rakyat akan berpartisipasi memberikan suaranya di pemilu,” kata juru bicara Dewan Wali, Abbasali Kadkhodai.
Jumlah pemilih mencapai 62 persen pada saat pemilu parlemen 2016 dan 66 persen pada pemilu 2012 dari 58 juta penduduk Iran yang memiliki hak memilih.
Khamenei, Selasa lalu, mengingatkan, memberikan hak suara merupakan bagian dari ”tugas agama”. Namun, para politisi terkemuka yang proreformasi di Iran dan aktivis di luar negeri mengajak rakyat memboikot pemilu.
”Harus ada kampanye memboikot yang kuat untuk merespons kebijakan-kebijakan represif dari sistem yang ada,” tulis aktivis hak asasi manusia Narges Mohammadi di media sosial Facebook milik suaminya. Narges kini mendekam di penjara.
Aktivis Iran dan kelompok-kelompok oposisi kini tengah menyebarkan kampanye melawan otoritas di Twitter dengan tanda pagar #BoycottIranShamElections dan #VOTENoVote di media sosial. (REUTERS)