Komunitas Internasional Dorong Konflik di Idlib Dihentikan
Pertempuran di Idlib telah menyebabkan ratusan ribu warga mengungsi. Situasi itu memicu keprihatinan internasional. Mereka mendorong konflik itu segera diakhiri.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
BRUSSELS, JUMAT — Komunitas internasional prihatin dengan konflik di Idlib, Suriah. Sebagaimana diberitakan, dalam beberapa pekan terakhir, pasukan Suriah terus memberi tekanan bertubi-tubi atas Idlib, kantong terakhir kelompok pemberontak.
Serangan oleh pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad–yang didukung Rusia–bertujuan untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai oposisi. Serangan itu telah memicu gelombang pengungsi baru.
Mewakili 27 negara anggota Uni Eropa, Dewan UE mengatakan, serangan militer oleh rezim Suriah dan sekutunya di Idlib menyebabkan penderitaan dan memungkinkan terjadinya bencana kemanusiaan. ”Itu tidak dapat diterima,” kata Dewan UE, Jumat (21/2/2020), di Brussels, Belgia.
”UE mendesak semua pihak yang terlibat konflik untuk sepenuhnya menghormati kewajiban mereka pada hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional dan membuka akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, serta langsung kepada warga yang membutuhkan,” kata Dewan UE, yang juga menyatakan siap untuk meningkatkan bantuan kepada warga sipil yang paling rentan dan terdampak di wilayah Idlib.
Saat tiba dalam Konferensi Tingkat Tinggi UE–yang sejatinya ditujukan untuk menyusun anggaran UE–Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan, pertempuran di Idlib tidak bisa diabaikan.
”Selama berminggu-minggu salah satu drama kemanusiaan terburuk telah berlangsung,” kata Macron. ”Saya ingin mengecam, dalam istilah terkuat, serangan militer yang dilakukan selama beberapa minggu oleh rezim Bashar al-Assad terhadap penduduk sipil Idlib.”
Upaya diplomasi
Macron meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengambil tanggung jawab. Saat ini, menurut catatan PBB, sejak awal Desember tahun lalu, setidaknya ada 900.000 pengungsi–sebanyak 500.000 di antaranya anak-anak–terlantar. Mereka lari dari pertempuran yang terjadi di Idlib. Sejumlah lembaga bantuan kemanusiaan mendesak para pihak untuk menyepakati gencatan senjata.
Bersama dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, Kamis lalu, Macron telah berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Selain menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan di Idlib, Macron dan Merkel mengusulkan agar Putin segera menggelar pembicaraan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk meredakan ketegangan.
Tidak dapat dimungkiri, salah satu faktor yang turut memanaskan situasi adalah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Turki. Setiap negara adalah pendukung pihak-pihak yang saling berhadapan dalam perang saudara di Suriah.
Moskwa, yang merupakan sekutu terdekat Presiden Bashar al-Assad, mendesak Turki untuk menghentikan ”mendukung teroris” di Suriah. Moskwa mengatakan, pesawat-pesawat Rusia telah melakukan serangan udara terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Ankara.
Sebaliknya, Turki, yang pada Kamis lalu mengecam serangan udara Suriah, menegaskan tidak memiliki niat untuk berhadapan dengan Rusia. Dalam satu wawancara dengan media, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan, Turki akan melanjutkan proses pembicaraan dengan para pejabat Rusia.
Akar mengatakan, salah satu persoalan yang dibahas adalah wilayah udara di atas Idlib dan harapan Turki agar Rusia tidak terlibat. Sejauh ini belum ada kesepakatan konkret antara Rusia dan Turki setelah dua putaran pembicaraan kedua delegasi baik dalam pertemuan di Ankara maupun di Moskwa yang digelar awal bulan ini.
Ankara menegaskan, mereka ingin menghindari bencana kemanusiaan sekaligus ingin menghindari aliran pengungsi ke Turki, yang saat ini sudah menjadi rumah bagi 3,6 juta warga Suriah.
Desakan Indonesia
Dalam pertemuan DK PBB mengenai Suriah, Rabu (19/2/2020), di New York, Amerika Serikat, Indonesia meminta agar kekerasan di Idlib dihentikan. ”Indonesia meminta agar kekerasan yang tengah terjadi di wilayah Idlib, Suriah, saat ini segera dihentikan dan mendorong semua pihak kunci untuk mengembalikan ketenangan di kawasan serta tidak memperpanjang penderitaan warga sipil,” kata Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di New York, Duta Besar Dian Triansyah Djani.
Djani menegaskan, kesepakatan gencatan senjata harus dihormati. Bagi Indonesia, kondisi positif sangat penting untuk memajukan proses politik Suriah, khususnya Komite Konstitusional. Indonesia yakin bahwa pihak-pihak di Suriah akan selalu siap untuk berdialog dan melanjutkan koordinasi dengan difasilitasi PBB.
”Kompleksitas konflik Suriah jangan ditambah dengan aksi-aksi ataupun retorika yang semakin memprovokasi dan memperparah situasi yang ada,” kata Djani. ”Saat ini merupakan waktunya untuk menahan diri dan mencari solusi konkret bagi Suriah.” (AP/AFP/REUTERS)