Iran menggelar pemilu legislatif di tengah sikap apatis sebagian warga yang mengalami tekanan ekonomi akibat sanksi AS. Isu wabah Covid-19 ikut memengaruhi angka partisipasi pemilih.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
TEHERAN, JUMAT -- Warga Iran mendatangi tempat-tempat pemungutan suara, Jumat (21/2/ 2020), guna menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan umum legislatif. Ini merupakan pemilu legislatif ke-11 sejak Revolusi Islam 1979 untuk memilih 290 anggota parlemen.
Pemilu tersebut kerap dinilai sebagai ujian popularitas Presiden Hassan Rouhani, sosok moderat-reformis di negeri itu. Hampir 58 juta warga Iran memiliki hak pilih, hampir tiga juta orang di antaranya adalah para pemilih pemula.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengimbau seluruh warga yang punya hak pilih untuk mengambil bagian dalam pemilu sebagai bagian menjaga kepentingan nasional. Antrean panjang para pemilih, antara lain, terlihat di Teheran bagian selatan.
Teheran bagian selatan adalah salah satu basis pendukung kubu konservatif di Iran. Pemandangan relatif kontras terlihat di bagian utara kota itu. Para pemilih di area tersebut adalah masyarakat kelas menengah atas. Antrean warga di area itu terlihat lebih kecil.
Kantor berita semiresmi Iran, ISNA, mengutip pejabat kementerian dalam negeri, mengungkapkan bahwa tujuh jam setelah TPS-TPS dibuka, sekitar 11 juta orang menggunakan hak pilih mereka. Televisi Pemerintah Iran menyebutkan, pemungutan suara akan berlangsung selama 10 jam, tetapi bisa diperpanjang bergantung pada tingkat partisipasi.
Isu Covid-19
Terkait partisipasi warga dalam pemilu kali ini, seorang pejabat menuduh musuh-musuh Iran bermain-main dengan isu penyebaran virus korona tipe baru atau Covid-19. Pekan ini sebanyak empat warga Iran meninggal akibat wabah itu. Penyebaran isu tersebut dianggap sebagai upaya untuk merusak kredibilitas pemilu.
”Trik terbaru oleh kontrarevolusioner adalah membesarbesarkan berita virus korona tipe baru dengan mengatakan tinta jari dapat dan telah terinfeksi,” kata Ketua Komite Pemilihan Teheran Shokrollah Hassanbeygi yang dikutip ISNA.
Dalam upaya menghilangkan kekhawatiran tentang penyebaran virus Covid-19, pemilih diperbolehkan memakai tinta berwarna atau tidak seusai menggunakan hak pilihnya. Para ahli memperkirakan, tingkat partisipasi rendah bakal semakin menguntungkan kaum konservatif.
Presiden Hassan Rouhani meminta seluruh warga yang mempunyai hak pilih untuk berpartisipasi dalam pemilu. Ini semata-mata demi kemenangan Iran atas musuh-musuhnya. ”Musuh kita akan lebih kecewa dari sebelumnya,” katanya.
Iran berada dalam tekanan ekonomi yang dalam sejak Presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi menyusul keputusannya pada 2018 menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015. Menjelang pemilu, AS meningkatkan tekanan atas Iran dengan menjatuhkan sanksi pada dua pejabat senior Dewan Wali, badan ulama, dan hakim yang menyeleksi kandidat anggota legislatif.
Diskualifikasi kandidat
Kondisi Iran saat ini menimbulkan rasa apatis di kalangan sebagian warganya. ”Pemilihan kami tak berguna,” kata Amir Mohtasham (38), pemilih yang sehari-hari menganggur. ”Bahkan, saat ini ada 90 anggota parlemen yang tengah diselidiki karena korupsi keuangan.”
Diskualifikasi lebih dari 7.000 kandidat potensial—kebanyakan dari kelompok reformis dan moderat—meningkatkan kemungkinan angka partisipasi lebih rendah dari biasanya. Setelah didiskualifikasi, sekitar 7.000 kandidat berebut 290 kursi di parlemen.