Dalam dua dekade terakhir, kemajuan cukup besar dinikmati perempuan Afghanistan. Mereka bisa menikmati pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, menempati kursi di parlemen, menjadi pendidik, dokter atau tenaga medis.
Oleh
Mahdi Muhammad
·2 menit baca
KABUL, SENIN —Selama bertahun-tahun, Pemerintah Amerika Serikat berupaya menyuarakan keberpihakan mereka terhadap kaum perempuan Afghanistan dan hak-hak mereka yang tertindas oleh kelompok Taliban. Hal itulah yang menjadi salah satu dasar pemerintahan George W Bush memerangi kelompok Taliban pada tahun 2001.
Belquis Ahmadi, pegiat hak asasi manusia berdarah Afghanistan, dikutip dari situs NBCnews, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap nasib kaum perempuan Afghanistan di masa depan setelah perjanjian damai ditandatangani. Menurut Ahmadi, Pemerintah AS, dalam hal ini Trump dan tim negosiator, harus menekan juru runding kelompok Taliban dan Pemerintah Afghanistan agar mengakui hak-hak dasar kaum perempuan di negara tersebut.
”Kita, dunia internasional, dan khususnya Amerika Serikat, harus menekankan hal ini. Mereka menginginkan pengakuan bahwa mereka telah berubah. Akan tetapi, kita bisa mengabaikannya selama mereka tidak menaati dan mematuhi hukum internasional,” ujarnya.
Dalam dua dekade terakhir, kemajuan cukup besar dinikmati perempuan Afghanistan. Mereka bisa menikmati pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, menempati kursi di parlemen, menjadi pendidik, dokter atau tenaga medis, bahkan polisi. Sebuah survei tahunan juga menunjukkan perubahan sikap masyarakat terhadap kaum perempuan. Masyarakat kini memberi dukungan dan keleluasaan perempuan untuk bekerja dan mendapatkan hak pendidikan.
Hal ini berbeda ketika Taliban masih berkuasa di Afghanistan, tahun 1996 hingga 2001. Anak-anak perempuan dilarang pergi ke sekolah, bekerja, dan turut dalam kegiatan politik. Para pelanggar akan dikenai hukum rajam yang hingga kini masih berlaku di sebagian wilayah Afghanistan yang dikuasai Taliban.
”Kita telah melihat penindasan terhadap hak-hak kaum perempuan di daerah yang masih mereka kuasai. Dan kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi kembali ketika kemajuan yang telah dinikmati kaum perempuan telah berjalan dengan baik,” kata Senator Jeanne Shaheen, anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan delegasi perundingan AS-Taliban menyatakan, salah satu hal yang mendasari kelancaran perundingan damai ini adalah keinginan Taliban dan Pemerintah Afghanistan yang akan datang untuk menghormati hak-hak kaum perempuan dan kelompok minoritas. Namun, hal itu tidak pernah secara tegas disampaikan Presiden Trump.
Kelompok Taliban mengatakan, mereka akan mencoba mengurangi hukuman berat bagi kaum perempuan yang melanggar aturan. Namun, tidak ada penjelasan detail tentang hal yang dimaksud. ”Mereka akan mendapatkan semua haknya, mulai dari hak untuk memperoleh pendidikan hingga hak untuk bekerja, sesuai dengan hukum Islam,” kata juru bicara kelompok Taliban, Sohail Shaheen.