Panasnya debat bakal calon presiden AS dari Demokrat, di mana antarkandidat calon yang berteriak itu menunjukkan kenyataan bahwa Demokrat kesulitan menahan kencangnya laju Bernie Sanders.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
CHARLESTON, RABU — Debat kandidat calon presiden dari Partai Demokrat, Selasa (25/2/2020) malam waktu setempat atau Rabu pagi WIB, panas penuh saling serang.
Namun, serangan tersebut lebih banyak mengarah ke Bernie Sanders dan kasus pelecehan terhadap perempuan di tempat kerja yang dilakukan kandidat Mike Bloomberg, yang juga pernah menjadi Wali Kota New York itu.
Dalam debat itu, kandidat lain, seperti Elizabeth Warren dan mantan Wakil Presiden AS Joe Biden, yang berusaha meyakinkan Demokrat bahwa dirinya berpengalaman memimpin AS.
Serangan cukup keras kepada Sanders datang dari kandidat Pete Buttigieg yang menyinggung seringnya Sanders menggambarkan dirinya beraliran sosialisme demokratik.
Buttigieg juga menyinggung komentar-komentar Sanders yang menunjukkan kekaguman terhadap kebijakan pendidikan pemimpin Kuba, Fidel Castro. Kalau Sanders dipilih, ia khawatir Demokrat akan kehilangan kendali atas DPR dan tidak akan bisa mengambil alih Senat.
”Saya tidak mau skenario yang akhirnya berujung pada nostalgia Donald Trump untuk keteraturan sosial seperti tahun 1950-an dan nostalgia Bernie Sanders untuk revolusi politik pada 1960-an,” kata Buttigieg yang pernah menjadi Wali Kota South Bend, Indiana, itu.
Panasnya debat Demokrat dengan antarkandidat yang berteriak itu menunjukkan kenyataan bahwa Demokrat kesulitan menahan kencangnya laju Bernie Sanders. Bahkan, Bloomberg mengakui bisa terpilih sebagai calon kuat Demokrat pekan depan.
Seringnya Sanders menjadi target serangan bersama justru menunjukkan kekhawatiran kandidat lain akan kemungkinan Sanders terpilih sebagai capres Demokrat.
Bagi Sanders, ini medan politik baru. Ia telah menghabiskan 40 tahun hidupnya di politik sebagai orang luar yang kerap menyikapi secara kritis para pemimpin Demokrat, termasuk Barack Obama.
Kekuatan Sanders, terutama ideologi liberalnya, sebenarnya membuat Demokrat khawatir karena akan kehilangan para pemilih di negara bagian yang belum menentukan pilihan.
Apalagi di kalangan pemilih perempuan pinggiran kota yang penting bagi Demokrat. Para donatur dan elite politik berharap akan ada kandidat yang lebih moderat dibandingkan Sanders, tetapi sepertinya hal itu sulit.
Meski dipukul kiri kanan, sikap, visi misi, dan program Sanders tetap tidak tergoyahkan. Ia tetap mempertahankan kebijakan layanan kesehatan sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Sanders juga yakin agenda keadilan sosial ekonominya, termasuk Kesehatan untuk Semua, yang akan menggantikan asuransi kesehatan swasta, akan mendapat dukungan kuat dari rakyat.
”Kalau mau mengalahkan Trump, yang dibutuhkan adalah gerakan akar rumput yang luar biasa dari rakyat kulit hitam, kulit putih, latin, penduduk asli Amerika, dan Asia. Itulah yang mestinya menjadi gerakan kita,” kata Sanders.
Debat ke-10 yang disponsori CBS dan The Congressional Black Caucus Institute diadakan empat hari menjelang pemilihan South Carolina, pemilihan pertama di wilayah Selatan, dan satu pekan sebelum pemilihan Super Tuesday, pemilihan di 14 negara bagian. Kandidat capres dari Demokrat tidak akan berdebat satu panggung lagi sampai pertengahan Maret.
Faktor kekayaan
Selain Sanders, Bloomberg juga mendapat serangan bertubi-tubi. Meski demikian, Bloomberg setidaknya mendapat kesempatan untuk membela diri dan memperbaiki pernyataan-pernyataannya yang kurang pas pada debat sebelumnya, pekan lalu. Namun, tetap saja bagi Warren Bloomberg hal itu tidak bisa mewakili Demokrat karena terlalu berisiko.
Meski demikian, Bloomberg kemungkinan besar akan bisa tetap bertahan dalam kompetisi ini karena kekuatan pembiayaan kampanyenya. Sampai sejauh ini, Bloomberg menghabiskan sekitar 500 juta dollar AS untuk iklan kampanye. Kekayaannya itulah yang bisa membuatnya bertahan paling tidak sampai Super Tuesday.
Pemilihan di South Carolina bisa menjadi gambaran pengaruh penting pemilih Afrika Amerika dalam proses nominasi bakal capres Demokrat. Biden yang selama ini dipandang sebagai calon kuat karena didukung pemilih mayoritas berkulit hitam, sepertinya mulai kehilangan peluang untuk menang.
Alasannya, karena ada pengusaha milyuner Tom Steyer yang selama ini gencar memberikan bantuan kepada masyarakat Afrika Amerika. (REUTERS/AFP/AP/LUK)