Penyebaran Virus Covid-19, Sistem Pelayanan Kesehatan China Disoroti
Wabah Covid-19 takkan cepat merebak jika penanganan awal di China dilakukan cepat dengan dukungan tim medis yang memadai. Rupanya penanganan awal kurang memadai, dan kurangnya dokter menjadi sumber persoalan utama.
HONG KONG, RABU — Wabah virus korona tipe baru (Covid-19), yang bermula di China dan kemudian merebak ke belahan dunia lain, menyingkapkan krisis lain tentang buruknya upaya pencegahan dalam sistem kesehatan China.
Berbagai kalangan berkomentar, Covid-19 tidak akan cepat merebak jika penanganan awal dilakukan cepat dengan dukungan tim medis yang memadai. Rupanya penanganan awal kurang memadai, dan kurangnya dokter tampak menjadi sumber persoalan utama.
Kenyataan itu telah mengundang sorotan, bahkan kritik tajam, dari masyarakat China sendiri maupun dunia internasional. Pemerintahan Presiden Xi Jinping dinilai kurang tanggap, sementara organ Partai Komunis China (PKC) cenderung menutup-nutupi kasus Covid-19 yang menghambat upaya antisipasi dan hanya memperburuk keadaan.
Baca juga : Wabah Virus Covid-19 Semakin Luas
Upaya pencegahan atas merebaknya virus korona tipe baru ini dinilai lamban. Aparat pemerintah dan partai tidak cepat-cepat mengingatkan warganya tentang virus korona yang sedang mewabah.
Ancam warga dunia
Sebagai dampaknya, bukan hanya warga masyarakat China yang terancam wabah, tetapi virus merebak keluar, mengancam warga dunia lainnya, tidak terkecuali Indonesia. Persoalan virus ini telah mengganggu pula perekonomian dunia.
Kurangnya tenaga dokter merupakan persoalan akut di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu. Masalah itu menjadi kekhawatiran setelah ratusan tenaga staf medis di China dilaporkan terjangkit Covid-19.
Tantangan yang dihadapi tidaklah kecil. Kantor berita Inggris, Reuters, melaporkan, kurangnya tenaga dokter merupakan persoalan akut di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu. Masalah itu telah menjadi kekhawatiran setelah ratusan tenaga staf medis China dilaporkan terjangkit Covid-19.
Menurut data Pemerintah China, antara 2005 dan 2018, jumlah dokter berlisensi bertambah hampir dua kali, tetapi jumlah pasien di rumah sakit juga bertambah hampir empat kali. Namun, tidak ada kebijakan yang signifikan untuk penambahan jumlah tenaga dokter.
Baca juga : Kasus Covid-19 di Korsel Melonjak, Kematian di China Tembus 2.000
Lingkaran setan
Peningkatan kebutuhan perawatan kesehatan yang melampaui peningkatan jumlah dokter membuat staf medis di China terjebak dalam lingkaran setan ketika mereka menghadapi virus Covid-19. Cara otoritas China bereaksi ketika ada laporan pertama kali tentang adanya virus baru itu juga salah.
Li Wenliang, salah seorang dokter di Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang pertama kali melaporkan kasus virus korona baru, yang kemudian dikenal sebagai virus Covid-19, misalnya justru berurusan dengan polisi.
Pada 30 Desember 2019, Li memberi tahu grup dokter di WeChat, media sosial China, bahwa ada tujuh kasus penyakit yang menyerupai sindrom pernapasan akut parah (SARS) di Wuhan.
Dokter Li kemudian mengunggah sebuah gambar hasil tes yang mengonfirmasi virus korona yang mirip SARS dari sampel seorang pasien. Pasar pangan laut di Wuhan diduga sebagai sumber kemunculan virus. Namun, Li dan tujuh rekannya berurusan dengan kepolisian Wuhan.
Baca juga : Apa yang Sudah dan Belum Kita Ketahui tentang Virus Korona Jenis Baru (2019-nCoV)
Kepolisian mengirim surat pada 3 Januari 2020 berisi pernyataan bahwa Li sangat mengganggu ketertiban sosial melalui unggahan di WeChat. Li diminta menandatangani surat itu sebagai janji untuk segera menghentikan perilaku tersebut. Jika menolak, dia akan menghadapi tuntutan pidana.
Tekanan Pemerintah China kepada Li dan rekan-rekan untuk tidak menyebarkan informasi memicu ingatan mengenai kasus serupa yang pernah terjadi. Pada 2003, China dituduh berusaha menutupi penyebaran wabah penyakit pernapasan SARS yang muncul dari pasar basah di Guangdong sebelum menyebar ke negara lain.
Pemerintah China dikecam
Dokter Li kemudian terjangkit. Setelah dirawat di Wuhan Central Hospital, Li (34) akhirnya meninggal pada Jumat (7/2/2020) pukul 02.58. Ia dikabarkan telah terinfeksi virus baru dari pasien yang dirawatnya. Publik China kemudian mengecam Pemerintah China lewat media sosial Weibo.
Baca juga : Kematian Dokter Li Wenliang Memicu Kemarahan Warga China
Sepekan setelah Li, dokter Liu Zhiming, Direktur Rumah Sakit Wuchang di Wuhan, pun akhirnya meninggal karena terjangkit virus yang sama. Kematian dua dokter tersebut menarik perhatian publik pada risiko yang dihadapi staf medis yang memerangi virus Covid-19, sekaligus menegaskan risiko besar yang dihadapi dokter dan tim medis yang merawat langsung pasien.
Baca juga : Direktur Rumah Sakit di Wuhan Ikut Jadi Korban Keganasan Virus Covid-19
Dokter di China menghadapi risiko yang tidak biasa. Chinese Medical Doctor Association (CMDA) mengatakan, serangan verbal dan fisik sering mereka hadapi. Hampir dua pertiga dari dokter di China pernah terlibat dalam perselisihan ketika bekerja, termasuk tekanan dari otoritas.
Meskipun China memiliki perawatan medis umum dan swasta, sebagian besar dokter terbaik bekerja di rumah sakit umum. Jane Xiao, dokter anak di Xiamen, China, mengatakan satu dokter mungkin memeriksa lebih dari 100 pasien anak dalam satu hari di rumah sakit tempat dia bekerja.
Mengurangi tekanan
Pemerintahan Presiden Xi telah mencoba mengurangi tekanan pada rumah sakit umum dengan mempromosikan rumah sakit komunitas. Selain itu, dokter dari rumah sakit publik juga diperbolehkan bekerja di klinik swasta. Namun, beberapa rumah sakit umum mengancam memecat dokternya yang bekerja sambilan di tempat lain.
Baca juga : China Selidiki Kematian Dokter Pengungkap Virus Korona Baru di Wuhan
Upah merupakan isu lain yang dihadapi dokter di China. Survei pada 2018 oleh DXY, platform daring penyedia informasi kesehatan di China, menunjukkan hanya 8,1 persen pekerja medis senang dengan upah mereka.
Ada banyak sarjana kedokteran yang tidak melanjutkan ke praktik. Upah lebih besar dan kondisi kerja menjadi alasan yang memikat mahasiswa kedokteran dan pekerja profesional medis untuk bekerja di perusahaan farmasi.
Dalam beberapa minggu terakhir, kantor-kantor berita Pemerintah China dan gambar-gambar yang disebar di media sosial menggambarkan kondisi melelahkan yang melanda para dokter yang memerangi wabah itu.
Pada 14 Februari, sebuah kiriman di Weibo, situs media sosial paling populer di China, menuliskan, ”Wabah ini telah menunjukkan betapa sumber daya di sistem medis kita kurang. Dan dengan semua serangan pada dokter dalam beberapa tahun terakhir, pasti akan ada lebih sedikit orang yang ingin belajar kedokteran.”
Baca juga : Sejumlah Negara Cegah Penularan Virus Korona Baru
Kritik juga datang dari dunia internasional, termasuk Amerika Serikat. Seorang pejabat senior Gedung Putih telah meminta Beijing untuk lebih transparan atas penanganan wabah virus Covid-19.
”Kami sedikit kecewa dengan kurangnya transparansi China dalam menangani penyakit ini,” kata Larry Kudlow, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS. (REUTERS/AFP/AP)