Posisi Qatar di dunia internasional bakal semakin cemerlang jika kesepakatan damai antara Amerika Serikat dan Taliban, Afghanistan, dapat terwujud dengan baik di Doha, pekan ini.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
DOHA, RABU — Upaya Pemerintah Qatar memainkan peran sebagai mediator sekaligus menyediakan wilayahnya sebagai tempat berunding antara Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok Taliban membawa dampak positif bagi postur diplomasi mereka. Posisi Qatar di mata dunia internasional, khususnya dunia Arab dan Timur Tengah, akan semakin baik jika kesepakatan damai yang diimpikan rakyat Afghanistan benar-benar terwujud pada akhir Februari ini.
”Jika mereka tidak memiliki akses ke pihak-pihak bertikai, mereka tidak akan dipandang,” kata Colin Clarke, analis Soufan Center, seperti diberitakan kantor berita AFP, Rabu (26/2/2020). Hubungan erat yang dimiliki para pemimpin Qatar dengan pimpinan kelompok Taliban dinilai Clarke sebagai hal yang sangat membantu dalam proses awal pembicaraan damai. Qatar juga memiliki hubungan diplomatik yang mesra dengan Pemerintah AS.
Awal yang baik
Kemampuan para pelobi damai di kalangan internal pemerintahan Qatar untuk membujuk Taliban membuka kantor politik di Doha dinilai sebagai awal yang sangat baik untuk memecah kebuntuan pembicaraan di antara pihak bertikai, mulai dari internal Afghanistan sendiri, termasuk di dalamnya adalah Pemerintah Afghanistan, dan AS.
Pemerintah AS, yang kala itu dipimpin Presiden Barack Obama, memberikan restu kepada Qatar atas keputusannya itu. Taliban, dikutip dari BBC, setelah itu sering mengirimkan perwakilannya pada konferensi-konferensi untuk membahas kondisi terkini Afghanistan. Namun, perwakilan kelompok ini sama sekali tak pernah bertemu dan berdialog secara langsung dengan perwakilan Pemerintah Afghanistan yang kala itu masih dipimpin Presiden Hamid Karzai. Taliban menganggap Pemerintah Afghanistan sebagai boneka AS.
Sikap itu berubah setelah Taliban membuka kantor perwakilan di Doha pada 2013. Meski begitu, pada saat yang sama mereka masih tidak mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah Karzai. Keinginan Taliban untuk berdialog dengan pemerintah Afghanistan dinilai sebagai sebuah perubahan sikap yang signifikan dalam proses perundingan damai.
Perjalanan Qatar untuk memediasi perundingan damai antara AS dan Taliban sempat mengalami guncangan pada tahun 2017 ketika beberapa negara Arab, dipimpin Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA), memutus hubungan diplomatik dengan negara tersebut. Mereka juga melakukan blokade dari segala penjuru, darat, laut, dan udara atas Qatar. Ketiganya menuding Pemerintah Qatar mendukung kegiatan terorisme dan pemerintahan Syiah Iran.
Hubungan AS-Qatar
Namun, Presiden AS Donald Trump yang menggantikan Obama tidak memberikan dukungan atas blokade tersebut. Selain karena memiliki hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat, AS berkepentingan untuk tetap menjaga hubungan dengan negara kecil yang kaya minyak dan gas bumi tersebut karena Qatar menjadi basis militer AS terbesar di Timur Tengah.
Bahkan, untuk perundingan putaran ke-9 dari proses keseluruhan, Trump semula berencana untuk mengundang juru runding Taliban ke Camp David, tempat peristirahatan kepresidenan, September lalu. Namun, rencana itu batal. Tidak hanya menjadi mediator antara Taliban dan AS serta Pemerintah Afghanistan, Qatar juga menjalankan peran sebagai mediator antara Pemerintah AS dan Iran, beberapa bulan lalu.
Serangan tentara AS yang menewaskan pemimpin militer Iran Jenderal Qassem Sulaimani hampir berujung pada perang. Clarke mengatakan, Doha telah membuktikan kepada Washington bahwa peran Qatar tersebut tidaklah sekecil luas geografisnya. Peran yang tak bisa dimainkan negara-negara lain di kawasan.
”Jika hal itu berhasil, Doha akan mendapat kehormatan dan penghormatan besar dari berbagai pihak,” kata Clarke. Emir Qatar Sheikh Tamim, menjelang penandatanganan kesepakatan damai antarpihak bertikai, melakukan kunjungan ke beberapa negara di kawasan.
Di Jordania, Sheikh Tamim menjanjikan pekerjaan bagi 10.000 warga Jordania. Setelah Jordania, dia akan mengunjungi Tunisia, Aljazair, dan negara-negara Asia Tengah.
Dampak positif
Keberhasilan Qatar menjadi mediator perundingan damai kini berdampak positif terhadap hubungannya dengan negara-negara Arab. Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir memutuskan untuk menormalisasi hubungan logistik, terutama pengiriman surat dan barang dari dan ke Doha.
Pertemuan keempat perwakilan negara, menurut lembaga Universal Postal Union (UPU), telah dilakukan di Bern, Swiss, awal Februari ini. Negara yang paling awal memulihkan hubungan logistiknya adalah Uni Emirat Arab. ”Saya sangat senang dengan pulihnya hubungan logistik, khususnya surat menyurat di antara negara-negara tersebut,” kata Direktur Jenderal UPU Bishar Hussein.
Meski hubungan logistik sudah mulai normal, Qatar, UEA, Arab Saudi, Bahrain, dan Mesir masih terus melakukan upaya normalisasi hubungan diplomatik mereka. Perundingan di antara mereka untuk sementara terhenti. Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, pihaknya selalu terbuka untuk memulai kembali perundingan di antara mereka. ”Sudah tiga tahun sejak hubungan ini terputus.
Kami bukan pengkhianat dan penyebab krisis itu. Kami benar-benar memiliki niat tulus agar permasalahan ini selesai,” kata Mohammed. Koalisi negara yang dipimpin Arab Saudi menginginkan beberapa hal yang harus dipenuhi Doha agar perundingan di antara mereka bisa berlangsung kembali, di antaranya penutupan kantor berita dan stasiun televisi Al Jazeera, pemutusan hubungan Qatar-Iran, dan pangkalan militer Turki di wilayah Qatar.
Andreas Krieg, asisten profesor pada King’s College, London, Inggris, mengatakan, pihak Arab Saudi menginginkan Pemerintah Qatar bersikap terbuka terhadap semua tuntutan yang disuarakan oleh koalisi empat negara yang dipimpin Arab Saudi itu. Namun, tampaknya Qatar bergeming atas tuntutan itu. (AFP)