Malaysia di Ambang Percepatan Pemilu
Krisis politik Malaysia beberapa hari terakhir menghasilkan preseden baru. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Malaysia, raja sangat terlibat dalam pemilihan PM dan politik praktis secara terbuka.
KUALA LUMPUR, KAMIS — Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI mengembalikan pemilihan perdana menteri kepada anggota parlemen. Keputusan itu membuka peluang percepatan pemilu.
Pelaksana Tugas Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan, Raja menyampaikan keputusan dalam pertemuan pada Kamis (27/2/2020), di Putra Jaya, Malaysia.
”Setelah menemui anggota parlemen selama dua hari, tidak ada calon PM dengan dukungan mayoritas. Karena itu, Raja menyatakan bahwa forum yang pantas untuk memutuskan adalah Dewan Rakyat,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita Bernama.
Mahathir dipanggil Yang Dipertuan Agung XVI pada Kamis siang untuk membahas krisis politik di Malaysia. Krisis itu menyusul keputusan Mahathir mundur dari kursi PM gara-gara koalisi pengusungnya, Pakatan Harapan, bubar.
Koalisi bubar akibat 37 dari 112 anggota parlemen penyokongnya menyatakan keluar dari PH. Akibatnya, PH hanya punya 92 dari kebutuhan minimum 112 anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan.
Baca juga : Pemerintahan Malaysia Bubar
Setelah Mahathir mengumumkan mundur, Raja memanggil seluruh 222 anggota parlemen Malaysia. Setiap anggota parlemen dipanggil terpisah untuk mengetahui calon PM yang didukungnya. Hasilnya, Raja menyimpulkan tidak ada calon PM dengan dukungan mayoritas.
Mahathir mengatakan, parlemen akan menggelar sidang darurat pada Senin (2/3/2020). ”Sidang akan memutuskan siapa calon dengan dukungan mayoritas,” ujarnya.
Jika parlemen gagal memutuskan PM definitif, pemilu akan dipercepat. Hal itu sesuai dengan keinginan UMNO dan Partai Islam Malaysia (PAS) yang membentuk koalisi Mufakat Nasional.
”Mufakat bersiap pada percepatan pemilu dan kami memberi arahan kepada seluruh jajaran pengurus tentang koalisi,” kata Sekretaris Jenderal UMNO Anuar Musa.
Jika parlemen gagal memutuskan PM definitif, pemilu akan dipercepat.
UMNO mengumpulkan seluruh pengurus utamanya pada Kamis siang di Kuala Lumpur. ”Penting bagi pimpinan daerah menerima informasi benar karena terlalu banyak informasi palsu. Sebagai partai yang terlibat dalam politik, UMNO bertanggung jawab memfasilitasi dan menjernihkan keadaan,” tuturnya.
Ia menegaskan, UMNO menghormati apa pun keputusan Raja. Kepada para pengurus, ia menegaskan bahwa pernyataan resmi hanya disampaikan ketua umum dan sekretaris jenderal UMNO atau PAS.
Baca juga : Malaysia Memulai Babak Baru
Sementara itu, PH memastikan tidak pernah membahas percepatan pemilu. Koalisi yang kini menyisakan Partai Keadilan Rakyat (PKR), Amanah, dan Partai Aksi Demokratik (DAP) itu sepakat mengusung Presiden PKR Anwar Ibrahim sebagai calon PM. ”Kami menghormati apa pun keputusan Raja,” kata Anwar.
Direktur Komunikasi Amanah, Khalid Abdul Samad, menyebut percepatan pemilu sebagai pemborosan. ”Tidak perlu percepatan pemilu apabila ada mayoritas,” ujarnya.
Meski hanya menyisakan 92 anggota parlemen, PH berkeras tetap bisa membentuk pemerintahan. PH menghitung dukungan dari dua partai lokal di Sabah dan Serawak, dalam modal koalisi mereka.
Partai Warisan dan UPKI punya total 10 kursi di parlemen Malaysia. Warisan dan UPKI bukan anggota PH, hanya mendukung koalisi itu.
”Percepatan pemilu hal memalukan dan harus dihindari dengan semua cara,” kata Mohammed Arshad Raji, pemimpin organisasi purnawirawan tentara dan polisi Malaysia.
Baca juga : Pakatan Harapan Pecah
UMNO dan PAS dinyatakan egois dan tidak bijak karena meminta percepatan pemilu. Apalagi, kini Malaysia tengah menghadapi serangkaian masalah antara lain akibat perlambatan ekonomi global dan wabah Covid-19.
Proses pemilu, sejak persiapan sampai PM terpilih, akan membutuhkan berbulan-bulan. Dalam periode itu, Malaysia bisa telantar. Sebab, pelaksana tugas PM tidak punya kewenangan sebesar PM definitif.
Ketiadaan PM definitif juga berarti tidak ada menteri yang jadi penanggung jawab di departemen-departemen. Untuk saat ini, kementerian dijalankan oleh PNS dengan sekretariat jenderal sebagai pemimpin tertinggi.
Arshad juga mengajak pemilih mencatat 11 anggota parlemen dari PKR dan 26 dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) yang keluar dari PH. ”Mereka harus dipermalukan,” ujarnya.
Preseden baru
Krisis politik Malaysia beberapa hari terakhir menghasilkan preseden baru. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Malaysia, raja sangat terlibat dalam pemilihan PM dan politik praktis secara terbuka. Peran Yang Dipertuang Agung XVI selama krisis ini bukan lagi sekadar simbolik.
”Yang Dipertuang Agung menunjukkan kebijaksanaan dan warga lebih yakin krisis bisa diselesaikan. Sebagai pemimpin tertinggi negara, peran Yang Mulia dalam menentukan PM amat menantang,” kata pakar tata negara Malaysia, Shamrahayu Abdul Aziz, kepada Bernama.
Baca juga : Kubu Anwar Ibrahim Desak Penyerahan Kekuasaan
Sebelum krisis ini, banyak warga Malaysia tidak benar-benar memahami peran raja. Sebagian menganggap raja hanya bisa menyetujui siapa pun politisi yang didukung mayoritas anggota parlemen untuk menjadi PM. Raja hanya menerima hasil mufakat para politisi, tidak terlibat dalam prosesnya.
Dalam beberapa hari terakhir, Raja menunjukkan perannya lebih dari sekadar simbolis. Setelah menerima pengunduran diri Mahathir, Raja membubarkan kabinet lalu menunjuk Mahathir menjadi pelaksana tugas PM sampai PM definitif terpilih.
Raja juga berinisiatif memanggil seluruh anggota parlemen untuk menanyai dukungan mereka pada calon PM. Meski akhirnya gagal menemukan calon dengan dukungan mayoritas, inisiatif itu membentuk tradisi baru dalam ketatanegaraan Malaysia. ”Raja tidak melanggar konstitusi,” ujar Shamrahayu.
Selama ini, konstitusi memang menggariskan PM diangkat dan diberhentikan raja. Walakin, konstitusi tidak mengatur secara tegas peran raja dalam proses politik untuk pemilihan itu. Apalagi, selama ini raja cenderung menjauhi politik praktis.
Baca juga : Langkah Maju Malaysia
Keputusan memanggil anggota parlemen satu per satu juga dinilai brilian. Sebab, hal itu memungkinkan anggota parlemen bisa menyampaikan pendapatnya tanpa harus khawatir diketahui politisi lain. ”Semua partai diperlakukan secara adil,” katanya.
Ia menyebut, peran lain yang perlu dipahami dalam situasi sekarang adalah raja berhak membekukan atau bahkan membubarkan parlemen. Pembubaran akan berujung pada pemilu. Pembubaran hanya dapat dilakukan setelah PM, pelaksana tugas maupun definitif, menyarankan hal itu kepada raja.
Sampai sekarang, Mahathir belum secara langsung menganjurkan pembubaran parlemen agar pemilu bisa dipercepat. (REUTERS)