Raja Malaysia-Ketua Parlemen Sepakat Tak Ada Sidang Pemilihan PM Baru
Ketua Parlemen Malaysia menyatakan, pemilihan PM baru hanya bisa digelar mengikuti keputusan resmi oleh Raja, dan seruan Pelaksana Tugas PM Mahathir Mohamad kepada parlemen untuk bersidang tak sesuai dengan prosedur.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Istana Negara Malaysia, Jumat (28/2/2020), menyatakan, Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI tidak memiliki kepercayaan bahwa ada anggota parlemen yang mendapat dukungan mayoritas untuk membentuk pemerintahan baru. Pernyataan ini dikeluarkan Istana setelah Yang Dipertuan Agung XVI menggelar pertemuan dengan semua anggota parlemen Malaysia.
Istana menambahkan, Yang Dipertuan Agung XVI sepakat dengan keputusan ketua parlemen yang tidak akan menggelar sidang pada Senin (2/3/2020) mendatang guna memilih perdana menteri (PM) baru. ”Istana akan terus menjalin komunikasi dengan para pemimpin partai-partai politik terkait anggota parlemen mereka untuk menyuarakan kandidat perdana menteri yang mereka dukung,” demikian pernyataan Istana Negara.
Ketua Parlemen Malaysia Mohamad Ariff Mohamad Yusof menyatakan, pemilihan PM baru hanya bisa digelar mengikuti keputusan resmi oleh Raja, dan seruan Pelaksana Tugas (Plt) PM Mahathir Mohamad kepada parlemen untuk bersidang tidak sesuai dengan prosedur yang memadai. ”Karena itu, tidak akan ada sidang istimewa Majelis Rendah hari Senin mendatang,” kata Mohamad Ariff melalui pernyataan tertulis, Jumat.
Malaysia dilanda krisis politik pada pekan ini setelah Mahathir secara mendadak mengundurkan diri sebagai PM. Mahathir mundur dari kursi PM gara-gara koalisi pengusungnya, Pakatan Harapan (PH), bubar. Koalisi pemenang pemilu tahun 2018 ini bubar akibat 37 dari 112 anggota parlemen penyokongnya menyatakan keluar dari PH. Akibatnya, PH hanya mempunyai 92 dari kebutuhan minimum 112 anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan.
Para hari Jumat ini, sembilan raja Malaysia juga menggelar pertemuan. Pertemuan para raja negara bagian tersebut untuk menentukan bagaimana pemerintahan Malaysia berikutnya akan dibentuk setelah pengunduran diri Mahathir pada awal pekan ini.
Sembilan sultan yang dipimpin Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah itu dijadwalkan bertemu pada pukul pukul 14.30 waktu setempat. Mereka ini adalah para sultan yang menjadi raja secara turun-temurun dari setiap negara bagian Malaysia.
Pihak Istana tidak memberikan penjelasan apakah di pertemuan para sultan tersebut mereka akan mengonfirmasi rencana pemungutan suara parlemen pada hari Senin (2/3/2020) atau sebaliknya akan ada keputusan lainnya terkait pemilihan PM yang baru.
Setelah pengunduran diri Mahathir, Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI menugaskan Mahathir sebagai pejabat sementara PM Malaysia hingga terpilih PM yang baru. Langkah Mahathir tersebut mematahkan koalisinya dengan Anwar Ibrahim (72), yang membentuk PH dan kemudian memenangi pemilihan umum pada Mei 2018.
Koalisi Anwar marah
Mahathir mengatakan, Kamis lalu, setelah pertemuan dengan Raja Malaysia, bahwa parlemen akan mengadakan pemungutan suara yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memilih PM baru pada hari Senin mendatang. Pengumuman tentang rencana pemungutan suara di parlemen ini membuat marah koalisi tiga partai yang dipimpin Anwar Ibrahim.
Koalisi tersebut berpendapat bahwa Mahathir tidak pantas untuk mendahului keputusan Raja. Rencana pemungutan suara di parlemen tersebut berarti menantang kekuasaan Raja.
Di bawah sistem politik Malaysia, Raja biasanya akan menentukan partai atau koalisi mana yang mendapat mayoritas dukungan.
Di bawah sistem politik Malaysia, Raja biasanya akan menentukan partai atau koalisi mana yang mendapat mayoritas dukungan. Partai atau koalisi yang menang kemudian akan memilih PM Malaysia.
Pemungutan suara parlemen yang disampaikan oleh Mahathir tersebut akan mengubah sistem itu karena memungkinkan semua anggota parlemen untuk memilih seorang pemimpin di seluruh garis partai. Pemungutan suara seperti itu akan sejalan dengan proposal Mahathir untuk membentuk Pemerintahan Bersatu yang akan memilih menteri dari partai mana pun.
Mahathir mengatakan bahwa pemungutan suara parlemen diperlukan karena Raja telah melaporkan tidak ada partai yang memiliki suara mayoritas. Raja telah mengambil langkah pertemuan yang tidak biasa dengan keseluruhan 222 anggota parlemen, bukan hanya dengan para pemimpin parlemen, untuk mengukur dukungan.
Jika tidak ada kandidat yang mendapat dukungan suara mayoritas dalam pemungutan suara parlemen pada Senin mendatang, pemilihan umum akan segera digelar.
Pertama dalam sejarah
Tian Chua, mantan anggota parlemen dari partai yang dipimpin Anwar Ibrahim, mengatakan bahwa jika terjadi pemungutan suara parlemen untuk memilih PM, hal itu akan menjadi pertama kali dalam sejarah Malaysia. ”Ini sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Terlepas dari siapa yang terpilih, itu menunjukkan demokrasi kita semakin matang,” kata Tian Chua.
Mahathir, yang pernah menjabat sebagai PM Malaysia sejak 1981 hingga 2003, membentuk koalisi PH bersama Anwar Ibrahim dengan platform antikorupsi untuk mengalahkan partai UMNO dan aliansi Barisan Nasional pimpinan Najib Razak pada 2018. PH memenangi pemilu tersebut.
Rakyat yang mendukung UMNO kembali bangkit dan menginginkan agar diselenggarkan pemilihan umum yang baru. Pengunduran diri Mahathir sebagai PM juga membebaskannya dari janji untuk menyerahkan posisi PM kepada Anwar sebelum masa jabatannya berakhir pada 2023. Tiga partai dalam aliansi Anwar memiliki suara terbanyak dengan 92 kursi di parlemen, tetapi masih kekurangan 10 suara agar bisa mencapai suara mayoritas 112 kursi.
Pergolakan politik terjadi pada saat yang kritis di Malaysia. Mahathir mengumumkan paket stimulus ekonomi senilai 4,7 miliar dollar AS (Rp 65,8 triliun) pada hari Kamis kemarin untuk melawan dampak epidemi Covid-19 terhadap ekonomi Malaysia. (AP/REUTERS/SAM)