Dunia berjuang menghadapi wabah Covid-19 yang dipicu virus korona baru. Di Iran, warga diminta untuk tinggal di dalam rumah, sementara di Korea Selatan, terjadi lonjakan kasus baru terbesar.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
DUBAI, SABTU — Pemerintah Iran meminta warga untuk berada di dalam rumah agar tidak tertular virus covid-19. Hal ini untuk mengantisipasi bertambahnya jumlah korban. Sampai saat ini, 43 warga tewas dan 593 orang di Iran tertular virus ini. Ini menjadi jumlah korban terbanyak di luar wilayah China. Dalam waktu 24 jam saja, sembilan orang dilaporkan tewas.
Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran Kianush Jahanpur meminta warga bertahan di dalam rumah karena situasi yang makin mengkhawatirkan, Sabtu (29/2/2020). Pemerintah juga meminta sekolah dan kampus tutup hingga paling tidak Selasa mendatang. Segala macam tempat publik dan kegiatan hiburan dan olahraga selama satu pekan ditunda atau dibatalkan.
Sejumlah pejabat tinggi Iran termasuk tertular virus bahkan ada satu anggota parlemen yang meninggal karena virus itu. Pemerintah memberlakukan larangan bepergian terutama dari dan ke negara-negara yang memiliki kasus Covid-19, seperti Korea Selatan.
Meski Pemerintah Iran telah berusaha mencegah penyebaran virus, tetap saja ada korban dari negara lain yang jatuh. Kementerian Kesehatan Qatar menemukan kasus pertama Covid-19 pada pasien usia 36 tahun yang baru saja kembali dari Iran. Saat ini kondisinya stabil.
Meniru China
Belajar dari pengalaman China, para pengamat menilai cara pemerintahan komunis itu bisa ditiru negara-negara lain meski sepihak dan setengah memaksa. Pada waktu Covid-19 muncul di kota Wuhan, pemerintah segera mengisolasi dan menutup akses keluar masuk seluruh kota. Layanan transportasi dan tempat hiburan juga ditutup di seluruh kota di China.
Kini setelah Covid-19 makin menyebar ke segala penjuru dunia, Organisasi Kesehatan Dunia mengusulkan agar cara China ditiru. Pertimbangannya, jika ada penyakit baru yang sama sekali belum diketahui asal usul atau karakter jenisnya dan belum ada obat atau vaksin untuk menanganinya, karantina menjadi cara paling efektif untuk menahan laju penyebaran. Masalahnya, apakah negara lain mampu dan mau mengikuti apa yang sudah dilakukan China?
”Tidak banyak negara yang mampu mengambil langkah semasif menutup seluruh kota seperti China,” kata ahli keamanan biologis di University of New South Wales, Australia, Raina Macintyre.
Apalagi, di negara dengan sistem yang demokratis, otoritas pasti harus banyak menjelaskan alasan isolasi atau menutup seluruh kota. ”Mustinya orang bisa paham karena kita pernah dikarantina orang tua ketika sakit supaya tidak menulari orang lain,” kata Marion Koopmans, pakar virologi di Pusat Medis Erasmus, Belanda.
”Keuntungan” China sebagai negara komunis adalah mereka bisa memerintahkan apa saja ke rakyatnya dan semua kegiatan rakyat dipantau melekat. Pergerakan setiap orang dapat dilacak dengan kamera dan pusat data. Kota Hangzhou mengimplementasikan data elektronik yang mampu mengidentifikasi status kesehatan tiap orang dengan melihat juga sejarah perjalanan ke luar kota dan ke luar negeri serta gejala penyakit apa pun yang pernah diderita.
Pemerintah kini tengah menyiapkan sistem serupa dengan perusahaan Alibaba agar dapat diaplikasikan ke seluruh kota di China. Tak cukup itu. Keamanan juga ditingkatkan di semua kawasan pemukiman terutama apartemen. Setiap orang harus punya kartu khusus keluar masuk dan kartu izin jumlah waktu yang boleh dihabiskan di luar rumah.
”China memilih cara lama ini dengan modifikasi bantuan teknologi modern untuk memantau pergerakan orang. Beberapa tahun lalu cara ini tidak pernah terbayangkan akan dilakukan,” kata ahli epidemiologi asal Kanada, Bruce Aylward, yang pernah memimpin satu misi WHO di China.
Meski sudah mengambil cara ekstrem, China tetap saja tidak berhasil menahan laju cepatnya penyebaran virus. Bahkan China salah prediksi. Awalnya, China yakin risiko penularan antarorang rendah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya dan jumlah korban tewas mencapai sekitar 2.800 orang, mayoritas di antaranya berasal dari Provinsi Hubei, lokasi pertama munculnya Covid-19.
Faktor kecepatan
Meski demikian, para pengamat menilai China setidaknya berhasil sedikit memperlambat penyebaran virus. ”Kuncinya di kecepatan penanganan. Masalahnya, apakah negara lain bisa cepat juga,” kata Aylward.
Virus yang merebak cepat di Korea Selatan, Iran, dan Italia menunjukkan ketidakmampuan bergerak cepat. Karena tidak mampu bergerak dengan cepat, cara paling tepat untuk situasi seperti saat ini adalah karantina atau membatasi bertemu atau berkumpul dengan orang lain. Langkah itu tidak saja dapat memberikan tambahan waktu lebih banyak untuk mengembangkan vaksin dan obat. Akan tetapi, juga membantu menekan jumlah pasien di rumah sakit sehingga rumah sakit tidak kerepotan seperti di Wuhan.
Gagandeep Kang, ahli mikrobiologi di Institut Teknologi dan Kesehatan India, menilai negara lain harus bergerak secepat mungkin untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk jika kasus Covid-19 meningkat pesat. Selain itu, juga harus meningkatkan kemampuan mendiagnosis penyakit dan tidak ragu investasi untuk penelitian.
Cara paling tepat untuk situasi seperti saat ini adalah karantina atau membatasi bertemu atau berkumpul dengan orang lain.
Setiap negara harus mengetahui hal-hal itu termasuk juga harus membuat keputusan cepat siapa-siapa saja yang harus segera masuk rumah sakit dan siapa yang bisa dirawat jalan. ”Semua negara harus menyadari virus ini akan menyebar cepat dengan cara-cara di luar dugaan,” kata Kang.
Menyadari hal itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan segera menggelontorkan anggaran darurat khusus untuk menangani covid-19. Khusus di Jepang setidaknya 230 orang terinfeksi dan 5 orang tewas. Anggaran darurat yang kedua itu mencapai 2,5 miliar dollar AS dan rencananya dikucurkan 10 hari ke depan.
Pada pertengahan Februari, pemerintah telah mengalokasikan tambahan anggaran untuk covid-19 untuk melakukan tes, memperketat pemeriksaan di seluruh perbatasan, dan membantu perusahaan pembuat masker.
”Tidak mudah memenangkan pertempuran dengan musuh yang tidak terlihat apalagi kalau tidak kita kenal. Tetapi saya yakin kita akan bisa melawan dan mengalahkannya. Tetapi pemerintah tidak bisa sendiri. Harus dibantu seluruh rakyat,” kata Abe. (REUTERS/AFP/AP)