Bersama UMNO, berarti pemerintahan termasuk Najib Razak dan lainnya. Pengadilan mungkin akan sungkan bertindak terhadap pemerintahan.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
KUALA LUMPUR, MINGGU — Malaysia resmi memiliki Perdana Menteri ke-8 dengan pelantikan Muhyiddin Yassin, Minggu (1/3/2020). Ia bisa menjadi PM antara lain dengan dukungan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang kalah dalam Pemilu Malaysia 2020. Walakin, pelantikannya belum berarti krisis politik Malaysia berakhir.
Raja Malaysia Yang Dipertuan Agung XVI melantik Presiden Partai Pribumi Bersatu Malaysia itu di Istana Negara. Kantor berita Bernama melaporkan, sejumlah tokoh politik Malaysia hadir dalam pelantikan itu.
Muhyiddin menggantikan Mahathir Mohamad yang mendadak mengundurkan diri Senin lalu. Mahathir harus mundur karena Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) dan 11 anggota parlemen dari Partai Keadilan Rakyat (PKR) menyatakan keluar dari Pakatan Harapan. Keputusan itu membuat PH kekurangan syarat jumlah anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan. Dari 129, jumlah anggota parlemen PH tinggal 92 orang setelah 37 orang dari PPBM dan PKR keluar. Untuk jadi PM, seorang anggota parlemen harus didukung sekurangnya 111 dari 222 anggota parlemen Malaysia.
PPBM dibentuk Mahathir bersama sejumlah mantan pengurus UMNO, termasuk Muhyiddin, menjelang Pemilu 2018. Mahathir secara terbuka menyebut UMNO dipimpin koruptor. Mantan PM Malaysia dan Presiden UMNO, Najib Razak, kini tengah disidang dengan hampir 50 dakwaan korupsi, pencucian uang, dan penyalahgunaan kewenangan.
Pengganti Najib di UMNO, Ahmad Zahid, diselidiki atas dugaan korupsi dan pencucian uang. Permintaan penyelidikan korupsi terhadap Najib membuat Muhyiddin dipecat dari jabatan Wakil PM Malaysia pada 2015. Setelah itu, Muhyiddin juga dikeluarkan dari UMNO.
”Bersama UMNO, berarti pemerintahan termasuk Najib dan lainnya. Pengadilan mungkin akan sungkan bertindak terhadap pemerintahan. Hal ini terjadi selama pemerintahan Najib yang memengaruhi pengambilan keputusan. Hal ini akan terjadi lagi. Saya menolak bekerja sama dengan mereka, Muhyiddin mau menerima mereka,” tutur Mahathir sebagai mana dikutip The Star, salah satu media di Malaysia.
Ia juga menyebut, PH sebagai pemenang pemilu kini menjadi oposisi. Sementara UMNO dan Barisan Nasional, koalisi pembentuk Pemerintah Malaysia 1955-2018, yang kalah di Pemilu 2018 malah jadi bagian pemerintahan.
Klaim mayoritas
Istana mengumumkan penunjukan Muhyiddin pada Sabtu siang. Istana menilai Muhyiddin sebagai anggota parlemen dengan dukungan paling banyak dan karena itu layak jadi PM.
Keputusan Istana dibuat setelah Yang Dipertuan Agung XVI mewawancarai seluruh 222 anggota parlemen. Mereka ditemui satu per satu. Selain itu, Yang Dipertuan Agung XVI bermusyawarah dengan para sultan Malaysia pada Jumat pagi. Setelah dua proses itu, Raja memutuskan menunjuk Muhyiddin yang diyakininya mendapat dukungan mayoritas. Konstitusi Malaysia memang menetapkan, raja berwenang menunjuk PM. Siapa pun anggota parlemen yang diyakini raja dapat dukungan mayoritas, maka dapat ditunjuk menjadi PM.
PM ke-7 Malaysia, Mahathir Mohammad, secara terbuka menantang keyakinan raja dengan menyatakan 113 anggota parlemen mendukung dirinya kembali jadi PM. Mahathir mengumumkan itu pada Sabtu malam atau beberapa jam setelah Istana menyatakan Muhyiddin punya dukungan mayoritas. Lewat media sosial, Mahathir menyebarkan daftar anggota parlemen yang mendukungnya.
Pengamat politik dari Universiti Teknologi Malaysia, Azmi Hasan, menyebut krisis politik di Malaysia belum selesai dengan pelantikan Muhyiddin. Malaysia tetap berpeluang menyelenggarakan pemilu yang dipercepat dari jadwal pada 2023. ”PPBM saja pecah,” ujarnya merujuk pada pengumuman Mahathir yang menyebut 6 anggota parlemen dari PPBM tidak menyokong Muhyiddin.
Perikatan Nasional, koalisi penyokong Muhyiddin, setiap saat rawan bubar jika dua saja anggota parlemen pindah koalisi. Dengan klaim Mahathir, kondisi itu bisa terjadi. ”Apabila ini terjadi, percepatan pemilu tidak bisa dicegah,” ujarnya sebagaimana dikutip New Straits Times, salah satu media di Malaysia. (REUTERS)