KABUL, MINGGU — Sehari setelah ditandatangani, Kesepakatan Damai Afghanistan (CPA) langsung diuji, Minggu (1/3/2020). Ujian muncul ketika Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan, dirinya tidak akan meluluskan klausul kesepakatan Amerika Serikat-Taliban tentang pelepasan 5.000 anggota kelompok Taliban yang ditahan Kabul.
”Pemerintah Afghanistan tidak membuat komitmen untuk membebaskan 5.000 tahanan Taliban,” kata Ghani kepada wartawan di Kabul. Hingga tulisan ini diturunkan, belum ada respons, baik dari Taliban maupun AS. Padahal, dalam naskah perjanjian AS-Taliban, kedua pihak berkomitmen bekerja secepatnya melepaskan tahanan politik dan prajurit tempur Taliban.
Hal itu dinilai sebagai langkah membangun kepercayaan di antara para pihak. Dikatakan, 5.000 Taliban yang dipenjara akan dibebaskan sebagai imbalan atas pembebasan 1.000 personel Pemerintah Afghanistan pada 10 Maret. Situasi itu membuat CPA menjadi rentan.
Penghargaan
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi ikut menghadiri penandatanganan CPA itu. Hadir pula sembilan Menlu lain, yakni Menlu Qatar, AS, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, Norwegia, Turki, Oman, dan Pakistan. Pertemuan juga dihadiri wakil dari Jerman dan Inggris. Sebelum penandatanganan, telah dilakukan pertemuan informal di antara para fasilitator, yaitu wakil Qatar, Uzbekistan, Norwegia, Indonesia, dan Jerman.
Presiden Ghani secara khusus menganugerahkan Bintang Kehormatan Malalai kepada Retno. Menurut Pemerintah Afghanistan, penghargaan itu diberikan atas kerja keras yang terus-menerus dalam memajukan kerja sama bilateral dan membangun rasa percaya antara Indonesia dan Afghanistan serta membangun perdamaian di kawasan dan dunia.
Dalam pernyataan Kemenlu RI disebutkan, Bintang Kehormatan Malalai adalah salah satu bintang penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah Afghanistan kepada tokoh Afghanistan dan internasional yang telah memberikan kontribusi luar biasa kepada Afghanistan. Upaya Indonesia berkontribusi dalam perdamaian Afghanistan dimulai secara intensif atas permintaan Presiden Ghani pada 2017.
Komunikasi dan kontak dengan semua pihak, termasuk Taliban, terus dilakukan, terutama untuk membangun rasa percaya para pihak. Secara terpisah, Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan, Washington dinilai tidak memiliki dasar hukum terkait penandatanganan CPA.
Teheran menyatakan, pihaknya menyambut setiap inisiatif yang membantu menjaga stabilitas dan perdamaian di Afghanistan. Namun, hal itu hanya mungkin dilakukan melalui perundingan di dalam negeri Afghanistan sekaligus mempertimbangkan kepentingan tetangga-tetangga Afghanistan. (AFP/REUTERS/BEN)