Pertarungan di Pemilu Israel
Untuk ketiga kali dalam waktu kurang dari setahun Israel menggelar pemilu parlemen. Perhelatan itu akan menjadi ruang pertarungan bagi kubu Kanan dan kubu Tengah di Israel.
Untuk ketiga kali dalam waktu kurang dari setahun Israel menggelar pemilu parlemen. Perhelatan itu akan menjadi ruang pertarungan bagi kubu Kanan dan kubu Tengah di Israel.
Israel hari Senin (2/3/2020) kembali menggelar pemilu Knesset (parlemen) yang ketiga kali dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Pemilu parlemen pertama digelar April 2019, pemilu parlemen kedua digelar pada September 2019.
Pemilu itu digelar lantaran gagalnya dua koalisi ideologi besar dalam payung ideologi Zionis meraih kursi mayoritas di Knesset atau 61 kursi dari 120 kursi di Knesset sekaligus gagal membangun koalisi bersama untuk membentuk pemerintah persatuan nasional.
Kedua koalisi ideologi besar itu adalah koalisi pimpinan partai Kanan Likud, yang mengusung ideologi Kanan-Ortodoks, dan koalisi pimpinan partai Kahol Lavan, juga dikenal dengan nama Gerakan Biru-Putih, pengusung ideologi Tengah-Kiri. Partai Likud dipimpin PM Benjamin Netanyahu dan Gerakan Biru-Putih dipimpin Benny Gantz.
Gagalnya Gantz dan Netanyahu membangun koalisi pascapemilu parlemen pertama pada April 2019 dan pemilu kedua pada September 2019 menunjukkan gerakan Zionis yang menjadi landasan terbentuknya negara Israel pada 1948 kini retak dan memicu pertarungan sengit antara Zionis radikal, yakni partai Likud dan koalisinya, dan Zionis moderat, yaitu Gerakan Biru-Putih dan koalisinya.
Hegemoni kubu Kanan di pentas politik Israel yang berlangsung lebih dari dua dekade membuat lahir kubu Tengah Israel yang kini melawan hegemoni kubu Kanan Israel itu. Kubu Kiri Israel tidak lagi bisa diharapkan mampu melawan hegemoni kubu Kanan karena kekuatan politiknya merosot. Kini kubu Kiri malah berkoalisi dengan kubu Tengah Israel untuk bersama-sama melawan hegemoni kubu Kanan.
Di sisi lain, untuk mempertahankan hegemoninya, kubu Kanan Israel berkoalisi dengan kubu agama-Ortodoks. Hegemoni itu ”mewujud” dalam sosok Netanyahu yang menjabat perdana menteri terlama dalam sejarah negara itu. Netanyahu menjabat PM sejak 2009 hingga saat ini. Sebelum Netanyahu, yang pernah menjabat pada periode 1996 hingga 1999, jabatan PM Israel juga dipegang oleh partai Kanan Likud, yaitu PM Ehud Olmert (2006-2009) dan PM Ariel Sharon (2001-2006).
Isu Palestina
Kubu Kanan dan kubu Agama-Ortodoks memiliki platform politik yang mirip, terutama terkait cara pandang terhadap solusi isu Palestina. Kubu Tengah dan Kiri juga mengusung platform politik yang sama soal solusi Palestina. Jadi, faktor utama pecahnya gerakan Zionis ke dalam dua kubu itu adalah terkait perbedaan cara pandang terhadap solusi isu Palestina.
Kubu Zionis radikal pada hakikatnya menolak berdirinya negara Palestina. Mereka lebih memilih status quo seperti saat ini, yakni tidak perang dan tidak damai, serta tidak ada negara Palestina. Bahkan, kubu Zionis radikal lebih memilih menerapkan sistem apartheid atas warga Palestina, seperti terjadi di Afrika Selatan.
Sebaliknya, kubu Zionis moderat masih bisa berkompromi terkait solusi isu Palestina dan bersedia memberi konsesi meskipun tidak banyak berbeda dari kubu Zionis radikal. Draf kesepakatan damai Israel-Palestina yang ditawarkan dalam forum perundingan damai di Camp David, AS, tahun 2000 antara Pemimpin Palestina Yasser Arafat dan PM Israel dari partai Buruh saat itu, Ehud Barak, menjadi contoh bentuk konsesi yang diberikan kubu Kiri kepada Palestina.
Dalam draf kesepakatan damai tahun 2000 itu, Israel bersedia menyerahkan semua distrik yang berpenduduk mayoritas Arab di Jerusalem Timur kepada Palestina dan menjadikannya ibu kota negara Palestina, kecuali kompleks Masjid Al Aqsa. Israel juga bersedia menyerahkan seluruh wilayah Tepi Barat kepada Palestina, termasuk Lembah Jordan serta pintu gerbang Tepi Barat dan Jordania, kecuali kompleks permukiman besar Yahudi di Tepi Barat yang akan masuk ke wilayah negara Israel.
Efektif
Koalisi kubu Tengah dan Kiri Israel itu kini cukup berhasil mengimbangi kekuatan koalisi kubu Kanan dan Agama-Ortodoks. Hal itu dibuktikan dalam pemilu parlemen April 2019 dan September 2019. Mereka meraih skor suara berimbang sehingga setiap kubu tidak dapat membentuk pemerintahan sendiri.
Keberhasilan kubu Tengah dan Kiri Israel mengimbangi kekuatan kubu Kanan dan agama Israel disebabkan Gerakan Biru-Putih atau kubu Tengah didukung sejumlah jenderal, termasuk tiga mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata, yaitu Shaul Mofaz, Moshe Yaalon, dan Gabi Ashkenazi. Mantan Kepala Intelijen Militer Amos Yadlin dan mantan Panglima Wilayah Tengah Israel yang bertanggung jawab atas Tepi Barat, Wafi Mizrahi, juga turut memberi dukungan.
Dalam tradisi politik dan psikologis rakyat Israel, militer memegang peran sangar besar dalam menjaga kekuatan dan eksistensi negara Israel yang secara geografis berada di tengah musuh-musuhnya. Itulah salah satu penyebab Gerakan Biru-Putih yang baru dibentuk Desember 2018 cepat membesar. Partai itu didukung para jenderal yang pernah jadi bintang ketika aktif dalam dinas kemiliteran.
Runtuhnya hegemoni
Dalam satu tahun terakhir, keseimbangan kekuatan antara kubu Kanan dan Tengah merupakan fenomena baru di Israel. Sejumlah pengamat Israel menyebut, lahirnya Gerakan Biru-Putih merupakan awal dari berakhirnya hegemoni kubu Kanan. Keberhasilan kubu Tengah mengimbangi kubu Kanan memberi harapan bagi Palestina, khususnya untuk menggulirkan kembali perdamaian.
Sebagai catatan, selama dua dekade terakhir, hegemoni kubu Kanan berdampak pada buntunya perdamaian Israel-Palestina. Mereka menolak keras memberi konsesi pada Palestina. Akan tetapi, jajak pendapat terakhir menunjukkan kedua kubu sama-sama meraih suara di bawah 61 kursi alias kemungkinan digelar pemilu parlemen keempat.
Jajak pendapat yang dirilis harian Israel, Maariv, Jumat (28/2), menunjukkan Likud dan Gerakan Biru-Putih sama-sama meraih 34 kursi. Koalisi Kanan-Agama meraih 57 kursi dan koalisi Tengah-Kiri-Arab List memperoleh 56 kursi. Sisanya, 7 kursi diraih partai Yisrael Beiteinu pimpinan Avigdor Lieberman yang sampai saat ini menolak bergabung dengan koalisi Likud ataupun koalisi Gerakan Biru-Putih.
Jajak pendapat yang dirilis harian Israel, Israel Hayom, dan stasiun televisi Yahudi-Perancis, saluran 1-24, juga memberi hasil 57 kursi untuk koalisi Kanan-Agama dan 56 kursi untuk koalisi Tengah-Kiri-Arab List. Dalam kampanyenya, kubu Tengah-Kiri sangat fokus pada kasus korupsi Netanyahu yang merupakan titik lemah di kubu Netanyahu.
Kubu Tengah-Kiri berusaha mengambil keuntungan politik dari pengumuman Mahkamah Pusat Israel pada 18 Februari bahwa pengadilan Netanyahu akan dimulai pada 17 Maret. Kini publik Israel menunggu apakah pengumuman itu berpengaruh pada hasil pemilu parlemen Senin ini.