Pesan Perempuan Afghanistan: Taliban Jangan Lagi Bunuh Rakyat Sendiri
Perempuan Afghanistan berharap, perdamaian di negaranya benar-benar terwujud setelah kesepakatan damai antara Amerika Serikat-Taliban diteken, dan Taliban pun berhenti membunuh rakyatnya sendiri.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
KABUL, SENIN — Kesepakatan damai (comprehensive peace agreement/CPA) yang diteken Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok Taliban di Doha, Qatar, Sabtu (29/2/2020), belum memberikan rasa aman bagi kaum perempuan Afghanistan.
Perempuan Afghanistan juga berharap, perdamaian di negaranya benar-benar terwujud pasca-CPA itu dan Taliban berhenti membunuh rakyatnya sendiri. Sebagian dari mereka bahkan masih meragukan komitmen damai yang dijanjikan kelompok Taliban.
Pemerintah Amerika Serikat dan kelompok Taliban akhirnya meneken nota kesepahaman damai di Doha pada Sabtu pekan lalu. Perdamaian ditunggu seluruh rakyat Afghanistan setelah hampir dua dekade selalu diselimuti konflik.
”Saya akan sangat gembira kalau perdamaian benar-benar terwujud dan Taliban berhenti membunuh rakyat Afghanistan. Apalagi, jika mereka berkuasa dan mental lama mereka (ketika Afghanistan dikuasai Taliban) kembali, hal ini akan menjadi persoalan serius bagi saya dan seluruh rakyat Afghanistan,” kata Setara Akrimi (32) kepada kantor berita Perancis, AFP.
Akrimi adalah satu dari sekian banyak kaum perempuan yang menjadi tulang punggung keluarganya. Sehari-hari dia bekerja sebagai tenaga pemasaran untuk menafkahi ketiga anaknya. Terbukanya kemungkinan untuk Taliban berkuasa di Afghanistan membuat Akrimi khawatir dengan masa depan dirinya dan kaum perempuan negara di ”Negeri Para Mullah” itu.
”Kalau mereka memerintahkan saya (kaum perempuan) untuk diam di rumah, saya tidak akan bisa menafkahi anak-anakku,” kata Akrimi, sambil menambahkan, hal ini akan berefek tidak hanya pada dirinya, tetapi juga puluhan ribu bahkan jutaan kaum perempuan di Afghanistan.
Kekhawatiran senada disampaikan Tahera Rezai, yang berprofesi sebagai dokter hewan. Dia meyakini bahwa keberadaan Taliban di Pemeritahan Afghanistan nantinya akan berdampak pada hak-hak perempuan.
”Tidak ada yang berubah dalam pola berpikir mereka dan mental mereka,” kata Rezai.
Dia khawatir, bila Taliban kembali berkuasa, karier yang tengah dirintisnya sebagai dokter hewan pun akan terdampak. ”Melihat sejarah, saya percaya bahwa situasi ini akan makin menyulitkan kaum perempuan nantinya,” ujar Rezai.
Dalam nota kesepahaman antara AS dan Taliban, pengakuan dan penghargaan tentang hak-hak kaum perempuan tidak dijabarkan secara jelas oleh kedua pihak. Kelompok Taliban hanya menyatakan bahwa mereka akan menghormati hak-hak kaum perempuan sejalan dengan ajaran yang mereka yakini.
Kelompok Taliban mengatakan, mereka akan mencoba mengurangi hukuman berat bagi kaum perempuan yang melanggar aturan. Namun, tidak ada penjelasan detail tentang hal yang dimaksud.
”Mereka akan mendapatkan semua haknya, mulai dari hak untuk memperoleh pendidikan hingga hak untuk bekerja, sesuai dengan hukum Islam,” kata juru bicara kelompok Taliban, Sohail Shaheen (Kompas, 25 Februari 2020).
Hal itu membuat aktivis hak-hak perempuan menilai semua yang disampaikan oleh kelompok Taliban hanyalah isapan jempol dan persepsi serta interpretasi akan hal itu sangat luas.
Saat ini, kelompok Taliban menguasai sebagian besar wilayah Afghanistan. Sekarang mereka membolehkan anak-anak perempuan untuk bersekolah di beberapa wilayah.
Meski demikian, hukum rajam yang masih dilakukan oleh kelompok Taliban di beberapa wilayah membuat sebagian rakyat Afghanistan khawatir Taliban akan kembali pada kebijakannya yang lama, melarang kaum perempuan untuk keluar rumah.
Juru bicara Pemerintah Afghanistan, Torpekay Shinwari, mengatakan, bila Taliban kembali menjadi bagian dari pemerintahan negara itu di masa yang akan datang, banyak pihak mengkhawatirkan keberadaan kaum perempuan akan kembali menjadi kaum marjinal, tertekan dan terpinggirkan, serta tidak mendapatkan tempat untuk beraktivitas seperti kaum perempuan di belahan dunia lain.
Namun, di Kandahar, wilayah kelahiran kelompok Taliban, pandangan sebaliknya disampaikan seorang siswi. Dia memiliki pandangan positif tentang Taliban dan perdamaian Afghanistan.
”Aku tidak khawatir. Siapa sih Taliban itu? Mereka adalah saudara-saudara kita,” kata Parwana Hussaini, yang baru berusia 17 tahun.
Dia mengatakan, dirinya sama seperti kaum perempuan lainnya di Afghanistan menginginkan perdamaian yang abadi di negeri tersebut. Dia juga menyatakan, kaum muda Afghanistan telah berubah cara pandangnya dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
”Generasi muda tidak akan membiarkan Taliban memaksakan ideologi dan pemikiran lama mereka kepada kami,” kata Hussaini. (AFP/REUTERS)