Sejak wabah penyakit Covid-19 merebak di Wuhan, China, pada Januari 2020, karantina menjadi salah satu andalan pengendalian penyebaran.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Virus korona tipe baru tidak memilih korban infeksinya. Siapa pun yang pernah berada dekat orang yang terinfeksi akan berpeluang dijangkiti virus yang sedang menjadi bencana dunia itu.
Berbagai cara dilakukan untuk menanggulangi penyakit Covid-19, yang disebabkan virus SARS-CoV-2, resmi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Salah satunya ialah lewat karantina. Ada karantina wajib seperti dilakukan China dengan mengisolasi total puluhan juta warga di kota-kota. Ada karantina sukarela seperti dilakukan Presiden Mongolia Battulga Khaltmaa.
Pekan lalu, Pemerintah Mongolia mengumumkan Khaltmaa dikaratina selama 14 hari selepas melawat ke China. Selain presiden, karantina juga berlaku untuk sejumlah pejabat yang mengiringi Khaltmaa ke China. Begitu tiba di Ulaan Bataar, rombongan pejabat itu serta-merta dimasukkan ke tempat karantina.
Bukan hanya Khaltmaa dan para pejabat tinggi Mongolia yang mengarantina diri gara-gara korona. Di Italia, langkah serupa dilakukan Attilio Fontana. Gubernur Lombardia itu mengarantina diri setelah satu pegawainya dipastikan terinfeksi Covid-19. Keputusan itu dipicu kekhawatiran ia terinfeksi dan bisa menulari orang lain.
Lombardia kini menjadi salah satu pusat wabah Covid-19 di Eropa. Kala keputusan dibuat, Fontana belum tahu dirinya terinfeksi atau tidak. Ia juga tidak menunjukkan gejala sakit akibat Covid-19, sebagaimana dijabarkan dalam panduan WHO.
Namun, Fontana memutuskan tetap mengarantina diri selama 14 hari. Waktu karantina disesuaikan dengan masa inkubasi virus. Pada masa inkubasi, seseorang yang terinfeksi mungkin saja tidak menunjukkan gejala sakit. Akan tetapi, orang itu tetap bisa menulari orang lain di sekitarnya.
Wabah di Italia juga menimbulkan kekhawatiran terhadap Paus Fransiskus. Beberapa hari lalu, sejumlah agenda Paus dibatalkan. Sebab, pemimpin tertinggi umat Katolik itu batuk. Hal itu memicu dugaan Paus terinfeksi Covid-19. Hasil pemeriksaan terhadap Paus dinyatakan negatif.
Sejak wabah Covid-19 merebak di Wuhan pada Januari 2020, karantina menjadi salah satu andalan pengendalian penyebaran. Di China, ketentuan itu diberlakukan kepada semua orang di lokasi wabah. Sehat atau sakit, harus mengisolasi diri dalam rumah. Sampai sekarang, isolasi masih berlangsung secara bertahap.
Pemeriksaan
Tidak kalah penting dari karantina adalah pemeriksaan untuk memastikan terinfeksi atau tidak. Hal itu dilakukan para pegawai Istana Negara Malaysia, Senin (2/3). Mereka ramai-ramai diperiksa setelah ada politisi yang dikhawatirkan terinfeksi dan beberapa kali ke Istana.
Politisi yang diketahui bernama Redzuan Md Yusof itu ikut dalam acara yang diselenggarakan salah satu BUMN Malaysia. Belakangan, salah satu pegawai yang ikut acara itu dipastikan terinfeksi Covid-19. Karena itu, seluruh orang yang hadir dalam acara tersebut diperiksa.
Yusof hadir di sana bersama pengurus PPBM lainnya, termasuk Muhyiddin Yassin yang dilantik menjadi Perdana Menteri Malaysia pada Minggu pagi.
Makan malam dalam acara BUMN tersebut bukan satu-satunya kegiatan Yusof. Pengurus Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) itu diketahui beberapa kali ke Istana di tengah krisis politik Malaysia. Ia hadir di sana bersama pengurus PPBM lainnya, termasuk Muhyiddin Yassin yang dilantik menjadi Perdana Menteri Malaysia pada Minggu pagi. Pertemuan-pertemuan itu antara lain dihadiri Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung XVI.
Kementerian Kesehatan Malaysia menyebut Yusof tidak terinfeksi. Walakin, tidak ada penjelasan apakah Yusof dan orang-orang penting yang bolak-balik bertemu dia, dikarantina atau tidak. Padahal, di antara mereka yang bertemu Yusof terdapat orang dalam kelompok usia rentan terinfeksi Covid-19. Lebih dari 50 persen penderita Covid-19 berusia di atas 50 tahun.
Kasus di Iran
Para korban meninggal akibat Covid-19 umumnya manula, termasuk Mohammad Mirmohammadi (71). Anggota Dewan Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei itu meninggal, Senin (2/3). Hingga saat itu, ia termasuk di antara 66 korban meninggal akibat Covid-19 di Iran.
Mirmohammadi bukan satu-satunya tokoh penting Iran yang terinfeksi Covid-19. Wakil Presiden Iran untuk Urusan Keluarga dan Wanita Masoumeh Ebtekar dan Wakil Menteri Kesehatan Iran Iraj Harirchi juga dipastikan terinfeksi. Harirchi bahkan diketahui tetap beraktivitas kala sudah positif tertular.
Dalam salah satu konferensi pers soal wabah Covid-19, ia terlihat berkeringat. Belakangan, diketahui ia sedang demam. Dokter itu juga diketahui menemui para penderita Covid-19 di tengah upaya Iran menangani wabah tersebut.
Infeksi pada Harirchi dan Ebtekar membuktikan pernyataan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia mengingatkan, tidak ada negara kebal terhadap Covid-19. Bagi yang sudah terjangkit, perlu segera bekerja sama untuk mengatasinya. Bagi yang belum, harus terus bersiap untuk kasus pertama. Ajakan Ghebreyesus penting karena sampai sekarang belum ada obat dan vaksin yang teruji secara klinis ampuh bagi pengendalian Covid-19.
Karena itu, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyatakan perang terhadap Covid-19. Ia memerintahkan penambahan di rumah sakit dan cadangan masker. Perintah itu menyusul jumlah penderita Covid-19 di Korsel kini mencapai 5.182 orang setelah bertambah 974 orang, Selasa kemarin.
"Saya memohon maaf kepada warga yang kesulitan mendapat masker dengan cepat dan memadai, sehingga memicu ketidaknyaman. Seluruh negeri berperang melawan penyakit infeksi," ujar Moon dalam rapat kabinet.