Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Javier Perez de Cuellar, Kamis (5/3/2020), wafat. Ia adalah tokoh di balik sejumlah upaya damai di Timur Tengah dan Eropa.
Oleh
Mahdi Muhammad
·2 menit baca
Javier Perez de Cuellar, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa meninggal di Lima, Peru, Rabu (5/3/2020), pada usia 100 tahun. ”Dia meninggal dalam damai,” kata putra pertamanya, Francisco Perez de Cuellar.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan belasungkawa atas meninggalnya mantan Sekjen ke-5 PBB tersebut. ”Kita sekalian kehilangan pemimpin global yang luar biasa dan penuh kasih, yang telah mewarisi kita dunia yang lebih baik,” katanya.
Guterres, dalam kesempatan yang sama juga menyatakan, ”Dia adalah seorang negarawan yang cakap, seorang diplomat yang memiliki komitmen, seorang pribadi yang inspirasional dan telah meninggalkan dampak yang besar bagi PBB dan dunia yang kita diami.”
Sejak lulus dari Fakultas Hukum Universitas Katolik di Lima, Peru, pada tahun 1944, Javier Perez de Cuellar langsung bergabung dengan misi diplomatik negaranya. Meski demikian, karier diplomatiknya mulai terlihat ketika dia menjadi wakil tetap Peru di PBB di era 80-an.
Kariernya puncaknya dimulai ketika Desember 1981 terjadi kebuntuan pada proses pemilihan Sekjen PBB. Namanya muncul sebagai ”pilihan terakhir” dari banyak kandidat yang berseliweran. Seorang diplomat, dikutip dari The New York Times, mengatakan, tidak ada yang menyangka dia akan terpilih. ”Dia tidak dipandang sebagian besar peserta sebagai orang yang menarik untuk memimpin PBB,” kata diplomat tersebut.
Unggul
Namun, dalam perjalanan kariernya memimpin lembaga superbodi dunia ini, selama dua periode 1982-1991, dia mematahkan pandangan sebagian besar diplomat yang memandangnya dengan sebelah mata. Dia membantu mengakhiri perang Iran-Irak yang sudah berlangsung satu dekade; membantu proses penarikan pasukan Uni Soviet di Afghanistan; menyelesaikan konflik di Kamboja, El Salvador, dan Nikaragua; serta turut mengawal proses kemerdekaan Namibia dari Afrika Selatan.
Pasukan penjaga perdamaian yang ada di bawah misi perdamaian PBB di Mozambik dan Angola pun memenangi Nobel Perdamaian tahun 1988.
Upaya Javier Perez de Cuellar kembali memadamkan konflik Timur Tengah, dengan mencoba membujuk Presiden Saddam Hussein menarik pasukannya dari Kuwait pada Perang Teluk ke-2, gagal. Meski demikian, upayanya mengurangi ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet serta membawa kedua negara ke meja perundingan pascaperang dingin memberi hasil positif.
Pemerintah Indonesia juga mengingatnya ketika mengupayakan proses diplomatik antara Portugal dan Indonesia terkait permasalahan Timor Timur (sekarang Timor Leste).
Richard Gowan, mantan Direktur International Crisis Group, di dalam laman World Politics Review, menuliskan, Javier Perez De Cuellar sangat memperhitungkan kemampuan dirinya dan lembaga yang diwakilinya dalam setiap proses negosiasi, mediasi, atau arbitrase yang dijalaninya.
Dia, menurut Gowan, sadar bahwa PBB tidak akan mampu menyelesaikan semua permasalahan yang timbul dalam politik internasional. Namun, dia, masih menurut Gowan, akan memperhitungkan kesempatan untuk mencapai keberhasilan dalam satu titik tertentu di masa tertentu pada situasi konflik tersebut. (AFP)