Pemerintah AS mendorong pemerintah dan rakyat Afghanistan meneruskan proses perdamaian di kalangan mereka secara ”mandiri”.
Oleh
·3 menit baca
WASHINGTON, SABTU— Pemerintah Amerika Serikat akan mengimplementasikan substansi nota kesepahaman damai yang ditandatangani pekan lalu di Doha, Qatar, terutama menyangkut penarikan mundur militer AS dan pasukan koalisi. Pemerintah AS mendorong pemerintah dan rakyat Afghanistan meneruskan proses perdamaian di kalangan mereka secara ”mandiri”.
Presiden Donald Trump, yang menginisiasi nota kesepahaman (MoU) damai itu, memilih tidak bersikap atas sejumlah serangan yang dilakukan Taliban terhadap pemerintah dan militer Afghanistan. Peristiwa terakhir, serangan bersenjata yang diklaim dilakukan anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) menewaskan lebih dari 30 orang. Serangan itu semakin memperdalam pertanyaan tentang arah perdamaian yang baru saja hendak dinikmati rakyat.
Mereka (pemerintah dan rakyat Afghanistan) harus bisa melindungi diri mereka sendiri.
Trump, Sabtu (7/3/2020), mengatakan, AS tidak bisa selamanya berada di Afghanistan. ”Kami sudah berada di sana, melindungi negara itu selama 20 tahun. Kami tidak bisa terus-menerus berada di sana. Mereka (pemerintah dan rakyat Afghanistan) harus bisa melindungi diri mereka sendiri,” ujarnya.
Dampak dari ketidakhadiran militer AS dan pasukan koalisi di Afghanistan juga dipahami oleh Trump bahwa Taliban bisa kembali berkuasa di Afghanistan. ”Tidak diharapkan terjadi. Tapi juga tidak tertutup kemungkinan hal itu terjadi,” ujarnya.
Pemerintah AS dikabarkan mendapat beberapa laporan intelijen yang menyebutkan, adanya kemungkinan Kelompok Taliban tidak menghormati isi MoU damai yang telah ditandatangani. Laporan intelijen tersebut menyatakan bahwa Taliban hanya berniat memastikan kepergian militer AS dan koalisi dari Afghanistan. Setelah itu, mereka akan berupaya merebut kembali kekuasaan dari Presiden Ashraf Ghani, pemerintahan yang oleh kelompok Taliban dianggap sebagai ”pemerintahan boneka” AS.
Hal itu membuat banyak pihak bertanya tentang kemampuan Pemerintah Afghanistan membela diri dari serangan pejuang Taliban. ”Saya tidak bisa menjawabnya. Kita lihat bersama-sama ke depan,” kata Trump.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, mengatakan, pemerintah AS berkeyakinan bahwa pemimpin kelompok Taliban tetap menaati isi kesepakatan damai.
Jalan buntu
Perundingan intra Afghanistan yang, menurut rencana, akan berlangsung di Norwegia, 10 Maret mendatang, dibayang-bayangi kebuntuan. Dimulai dari tuntutan Taliban yang menginginkan pembebasan 5.000 anggota mereka yang ditahan hingga menolak mengakui pemerintahan yang dipimpin Ashraf Ghani.
Sirajuddin Haqqani, wakil pemimpin Taliban, dalam tulisannya di The New York Times, beberapa waktu sebelum penandatanganan MoU damai, menyatakan, pihaknya siap bekerja sama dengan para pihak selama semua pihak saling menghormati satu sama lain. Dia juga mengatakan bahwa tantangan utama pasca-kesepahaman damai itu adalah mendefinisikan masa depan Afghanistan secara bersama-sama, antara kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Afghanistan.
Haqqani mencoba meyakinkan kalau perbedaan pandangan tersebut, seperti soal pembebasan tahanan, bisa diselesaikan melalui jalur perundingan.
”Kalau kita bisa mencapai kesepakatan dengan musuh yang datang dari luar (AS dan sekutunya), kita harus mampu mengatasi ketidaksepakatan, masalah-masalah yang muncul di dalam negeri kita sendiri melalui jalur perundingan,” tulis Haqqani.