Arab Saudi bersiap memacu produksi melebihi 10 juta barel per hari mulai 1 April 2020. Kini, kapasitas produksinya mencapai 12 juta barel per hari. Walakin, produksi rata-rata Riyadh hanya di kisaran 9,7 juta barel.
Oleh
Kris Mada
·2 menit baca
RIYADH, MINGGU — Arab Saudi melayani tantangan perang minyak mulai Minggu (8/3/2020). Perang terjadi setelah Rusia menolak memangkas pasokan minyak di tengah penurunan harga.
Riyadh memangkas harga hingga 7 dollar AS per barel minyak yang diekspor ke Amerika Serikat untuk pengiriman April 2020. Bahkan, minyak Arabian Light ditawarkan 10,25 dollar AS per barel lebih murah dibandingkan Brent. Kini, harga Brent sekitar 45 dollar AS per barel. ”Arab Saudi menanggapi Rusia dengan melancarkan perang harga. Mereka akan memacu volume (ekspor) dan memburu pangsa pasar dengan harga apa pun. Harga minyak akan jatuh,” kata analis Petroleum Policy Intelligence, Bill Farren, Minggu.
Kantor berita Reuters mengungkapkan, Arab Saudi bersiap memacu produksi minyaknya melebihi 10 juta barel per hari mulai 1 April 2020. Kini, kapasitas produksi Arab Saudi 12 juta barel per hari. Walakin, produksi rata-rata Riyadh hanya berkisar 9,7 juta barel per hari.
Keputusan itu dibuat setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) gagal bersepakat dengan Rusia. Meski menjadi salah satu produsen minyak terbesar, Rusia bukan anggota OPEC.
Pada 31 Maret 2020, kesepakatan pengendalian produksi yang sudah berlangsung tiga tahun antara Rusia dan OPEC berakhir. Dalam pertemuan pekan lalu di Vienna, Austria, OPEC mengajak Rusia kembali memangkas produksi minyak dunia total 1,5 juta barel per hari. Penurunan permintaan, antara lain, karena kecemasan atas wabah virus korona (SARS-CoV-2), menjadi alasan usulan pemangkasan.
Riyadh menyatakan tidak sedang berperang dengan siapa pun. ”Kerajaan hanya membela kepentingannya. Saat kesepakatan berakhir, semua akan menaikkan produksi,” kata sumber yang tak mau disebut namanya karena persoalan itu sensitif.
Saudi Aramco, perusahaan minyak Arab Saudi, akan memacu produksi dan menjual lebih banyak minyak untuk melindungi pasarnya. Riyadh bisa dengan cepat memacu produksinya. ”Mulai 1 April, anggota OPEC atau bukan tidak punya batasan lagi,” kata Menteri Energi Rusia Alexander Novak.
Perang harga pada 2014 mengakhiri era 100 dollar AS per barel. Kala itu, Arab Saudi dan Rusia berebut pangsa pasar dengan produsen minyak serpih dari AS yang tidak pernah terlibat dalam kesepakatan harga minyak dunia.