Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta bantuan Uni Eropa untuk mengatasi masalah pengungsi di perbatasan Turki - Yunani. UE mensyaratkan Turki menghentikan laju pengungsi sebagai syarat perundingan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
ISTANBUL, SENIN – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersiap menemui petinggi Uni Eropa (UE) guna membahas krisis pengungsi di perbatasan Yunani dan Turki. Belum ada kesepakatan mengenai desakan Turki agar negara-negara anggota UE mau membuka perbatasannya dan menerima para pencari suaka asal Suriah itu. Perundingan Turki-UE diperkirakan akan berlangsung alot.
Sebelumnya, Erdogan berulangkali meminta agar negara-negara Eropa yang berbatasan langsung dengan Turki membuka pintunya lebar-lebar dan membiarkan para pengungsi Suriah mencari suaka ke negara-negara tersebut. Yunani dan Bulgaria adalah dua negara yang menjadi tujuan para pencari suaka asal Suriah.
"Hei, Yunani. Saya meminta kepada (pemerintah) Anda untuk membuka pintu gerbang negara Anda. Biarkan para pengungsi ini mencari tempat tinggal baru di negara-negara Eropa,” kata Erdogan, sebelum terbang ke Brussel, Belgia, Senin (9/3/2020) pagi.
Menurut rencana, Erdogan akan bertemu Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel, Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen, dan sejumlah pejabat Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Diperkirakan, negara-negara Eropa tidak akan mudah membuka pintunya bagi para pengungsi Suriah.
Namun, tampaknya negara-negara Eropa tidak akan mudah untuk membuka pintunya lebar-lebar bagi pengungsi Suriah. Van der Leyen, sebelum perundingan kedua pihak berlangsung, menyatakan bahwa pemerintah Turki harus bertanggung jawab memindahkan puluhan ribu pengungsi, yang kini berada di perbatasan Yunani-Turki, sebagai syarat agar perundingan bisa berlangsung.
"Mencari dan menemukan solusi dari keseluruhan situasi ini mensyaratkan ketiadaan tekanan yang kini ada dan diletakkan di perbatasan,” kata Von der Leyen.
Negera-negara Uni Eropa ingin menghindari terulangnya kembali krisis pengungsi lima tahun lalu, ketika sekitar satu juta pengungsi—sebagian besar dari Timur Tengah dan Asia—masuk Eropa melalui Turki dan Yunani.
Aliran pengungsi itu bisa dikurangi setelah UE menyepakati akan membantu Turki dengan bantuan 6 miliar euro untuk mendanai para pengungsi di kamp-kamp pengungsian. Namun, hingga kini negara-negara UE hanya memberikan lebih kurang separuh dari total bantuan finansial yang dijanjikan.
Erdogan meradang karena UE tidak menepati janji. Beberapa waktu lalu, ia mengancam akan membuka pintu-pintu perbatasan negaranya dengan Yunani agar para pengungsi Suriah bisa membanjiri Eropa.
Sebelum perundingan ini, Michel dan Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrel telah bertemu dengan Erdogan di Ankara, pekan lalu. Erdogan kembali meminta bantuan dari UE untuk menangani krisis pengungsi di perbatasan.
Dalam pertemuan itu, Borrel menjanjikan tambahan bantuan finansial senilai 170 juta Euro atau sekitar 192 juta dollar untuk membantu para pengungsi. Namun, tambahan dana itu juga memerlukan syarat yang harus dipenuhi Erdogan.
"Prasyarat bagi tambahan bantuan dari UE adalah penghentian dukungan bagi para pengungsi yang ingin menyeberang perbatasan secara illegal dan menjauhkan mereka dari perbatasan,” kata Manfred Weber, anggota Parlemen Eropa dari Jerman.
Gencatan senjata di Idlib
Di tempat terpisah, untuk memastikan keberhasilan pelaksanan gencatan senjata, pemerintah Rusia mengirimkan sebuah delegasi yang berisi para pejabat militer untuk berunding dengan pemerintah Turki, Selasa (10/3/2020) ini. Pertemuan itu merupakan bagian pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata yang disepakati oleh Presiden Russia Vladimir Putin dan Erdogan, Kamis (5/3/2020) pekan lalu.
Menurut kesepakatan, kedua pihak sepakat untuk mendirikan koridor aman di dekat jalan raya M4, yang menghubungkan sisi timur dan barat Idlib di Suriah. Kesepakatan tersebut juga menyebutkan bahwa akan ada patroli bersama kedua pihak yang akan berlangsung mulai 15 Maret mendatang.