BAGHDAD, KAMIS—Perserikatan Bangsa-Bangsa mendesak semua pihak menghindari saling balas dendam di Irak. Peringatan itu terjadi setelah peluncuran 18 roket Katyusha ke pangkalan militer di Taji, Rabu (11/3/2020) malam waktu Irak atau Kamis dini hari WIB.
Amerika Serikat (AS) menyebut total 30 roket Katyusha diluncurkan. Walakin, hanya 18 yang menghantam pangkalan Taji. Serangan itu menewaskan dua tentara AS dan satu tentara Inggris. Korban tewas dikhawatirkan bertambah. Sebab, sejumlah korban cedera kini dalam kondisi serius.
Selepas serangan di Taji, tiga pesawat tidak dikenal menyerang pangkalan-pangkalan Pasukan Rakyat (Hashed al-Shaabi), gabungan milisi Syiah Irak, di perbatasan Irak-Suriah. Total 10 serangan dilancarkan di sana sehingga hampir 30 orang tewas.
Kantor Utusan Khusus PBB untuk Irak mendesak semua pihak menahan diri. ”Hal terakhir yang dibutuhkan Irak adalah jadi arena balas dendam dan pertempuran pihak luar,” demikian pernyataan resmi kantor itu.
Sementara militer Irak menyebut serangan di Taji sebagai ancaman keamanan serius dan berjanji akan menyelidikinya. Presiden Irak Barham Saleh menyebut serangan itu sebagai terorisme.
Tuduhan AS
Hingga Kamis malam WIB, belum ada pihak yang secara resmi mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Walakin, Washington kembali menuding Pasukan Rakyat sebagai pelaku serangan. Sebab, roket yang digunakan untuk menyerang Taji kerap dipakai milisi-milisi Syiah di Irak.
Dengan insiden Taji, sudah 22 kali pangkalan dan lokasi terkait kepentingan AS di Irak diserang. Pada Desember 2019, serangan di pangkalan K-1 di Kirkuk menewaskan satu warga sipil AS. Washington membalas serangan itu dengan membunuh wakil komandan Pasukan Rakyat sekaligus komandan BrigadeHezbollah Irak Abu Mahdi al-Mohandis, dan Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC) Qasem Soleimani. IRGC dituding ikut bertanggung jawab atas serangan di K-1. Teheran membalas pembunuhan itu dengan menembakkan rudal ke pangkalan Ain al-Asad sehingga ratusan tentara AS gegar otak.
Dalam laporan koran AS, The New York Times, awal Februari 2020, disebutkan bahwa intelijen Irak meragukan informasi Brigade Hezbollah menembakkan roket ke K-1. Sampai sekarang, tidak ada bukti langsung yang bisa mengaitkan kelompok mana pun pada serangan itu.
Roket-roket itu diluncurkan dari wilayah yang hampir semua penduduknya bermazhab Sunni. Desa di sekitar lokasi peluncuran sudah lama dikenal kerap dijadikan tempat persembunyian milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Selain itu, Brigade Hezbollah juga tak terdeteksi ada di Kirkuk sejak 2014.
Irak juga menemukan mobil peluncur roket tidak jauh dari lokasi pembunuhan lima orang Syiah oleh milisi NIIS pada September 2019. ”Semua informasi itu mengarah kepada NIIS. Sebelum serangan itu, ada tiga kejadian dan semua mengindikasikan gerakan NIIS,” kata Kepala Badan Intelijen Kepolisian Irak Brigadir Jenderal Ahmed Adnan.
(AP/REUTERS/MHD/RAZ)