Industri perjalanan dan pariwisata turut menjadi ”korban” Covid-19. Organisasi penerbangan IATA memperkirakan industri aviasi global kehilangan potensi pendapatan 113 miliar dollar AS.
Oleh
·3 menit baca
Industri perjalanan dan pariwisata turut menjadi ”korban” Covid-19. Organisasi penerbangan IATA memperkirakan industri aviasi global kehilangan potensi pendapatan 113 miliar dollar AS.
WASHINGTON, JUMAT—Kebijakan penutupan kota dan pembatasan perjalanan sebagai bagian dari pencegahan penularan Covid-19 menyebabkan ribuan jadwal penerbangan di sejumlah negara dibatalkan atau dikurangi. Industri perjalanan, pariwisata, dan perhotelan juga terpukul.
Sepanjang tahun ini, Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan, industri penerbangan bakal kehilangan potensi pendapatan 63 miliar dollar AS hingga 113 miliar dollar AS. Proyeksi itu didasarkan pada asumsi atas perkembangan efek dan penanganan wabah Covid-19.
Angka perkiraan IATA itu berpotensi terus bertambah. Dua pekan lalu, IATA memperkirakan dampak hilangnya potensi pendapatan akibat Covid-19 sepanjang tahun ini di angka 29 miliar dollar AS.
Bertambahnya laporan pembatalan perjalanan oleh maskapai-maskapai—yang didasarkan pada laporan pemesanan tiket dan proyeksi akibat penutupan suatu wilayah atau negara— menjadi pertimbangan utama pengukuran proyeksi. Keuntungan bersih maskapai-maskapai pun terancam.
”Ada banyak maskapai penerbangan yang mendapat margin keuntungan relatif sempit dan terlilit utang. Guncangan arus kas seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan sejumlah maskapai masuk dalam situasi yang sangat sulit,” kata Kepala Ekonom IATA Brian Pearce dalam sebuah acara media di Singapura.
Perusahaan penerbangan regional Inggris, Flybe, menjadi korban besar pertama wabah Covid-19. Hal itu terjadi terutama setelah Pemerintah Inggris tidak mengindahkan paket penyelamatan perusahaan yang disepakati pada Januari lalu.
Menyikapi tantangan terbaru di dunia industri penerbangan itu, American Airlines Group Inc dan United akan mengurangi kapasitas penerbangannya hingga 50 persen pada April nanti hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Maskapai berbiaya rendah asal Norwegia, Norwegian Air Shuttle, Selasa (10/3/2020), mengatakan akan membatalkan ”sekitar 3.000 penerbangan” mulai pertengahan Maret ini hingga pertengahan Juni. Hal itu mewakili 15 persen dari kapasitasnya selama periode tersebut. Pandemi Covid-19 disebut menjadi penyebab utama pembatalan itu. Langkah itu bakal memengaruhi seluruh jaringan maskapai.
”Baru pekan lalu Norwegia mengalami penurunan permintaan untuk pemesanan di masa mendatang,” demikian pernyataan manajemen perseroan.
Penutupan pariwisata
Sejumlah pemerintahan menerapkan kebijakan beragam dalam merespons wabah Covid-19. Presiden AS Donald Trump, misalnya, pada Rabu (11/3) melarang semua pendatang dari Eropa, kecuali Inggris, masuk ke wilayah AS selama 30 hari mulai Jumat ini.
Seluruh wilayah Italia mulai Selasa juga diisolasi. Warga diminta untuk berdiam di rumah kecuali untuk kondisi atau kebutuhan darurat. Praktis perjalanan, baik langsung maupun tidak langsung, dari dan ke negara itu terbatas sifatnya.
Dari Kathmandu, Nepal, dilaporkan Menteri Pariwisata Nepal Yogesh Bhattarai menyatakan pemerintahnya memutuskan untuk menutup sementara aktivitas pariwisata di Himalaya, termasuk pendakian Gunung Everest sepanjang musim pendakian tahun ini.
Menurut Bhattarai, musim pendakian yang berlangsung sejak bulan ini hingga Mei dipastikan ditutup. Ia memastikan penutupan itu terkait langsung dengan merebaknya wabah Covid-19.
Nepal telah mengonfirmasi satu kasus positif Covid-19, yakni seorang pelajar yang menempuh studi di China. ”Langkah itu diambil sebagai bagian dari antisipasi (wabah Covid-19) itu,” ujarnya.
Nepal adalah ”rumah” bagi para pendaki gunung dari berbagai penjuru dunia. Sebanyak delapan dari 14 gunung tertinggi di dunia ada di negara itu.
Setiap tahun Nepal meraup pendapatan hingga 4,4 juta dollar AS dari biaya yang dikeluarkan pendaki untuk memperoleh izin pendakian.