Hasil uji vaksin itu baru akan diketahui paling cepat satu tahun atau 18 bulan. Tujuan uji coba vaksin ini betul-betul untuk memastikan tidak akan ada efek samping dari penggunaan vaksin.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
WASHINGTON DC, SENIN —Dunia berpacu dengan waktu untuk menciptakan vaksin yang mampu melawan pandemi Covid-19. Amerika Serikat akan memulai uji coba klinis vaksin pada 45 pasien berusia muda dan dalam kondisi sehat dengan ketentuan pemberian dosis yang berbeda-beda.
Uji coba vaksin yang dibiayai oleh Institut Kesehatan Nasional (NHI), Senin (16/3/2020), ini akan dilakukan di Institut Penelitian Kesehatan Kaiser Permanente Washington di Seattle, Amerika Serikat.
Hasil uji vaksin itu baru akan diketahui paling cepat satu tahun atau 18 bulan. Tujuan uji coba vaksin ini betul-betul untuk memastikan tidak akan ada efek samping dari penggunaan vaksin.
Puluhan lembaga penelitian di seluruh dunia saat ini tengah berlomba-lomba menciptakan vaksin ampuh seiring dengan pesatnya penyebaran Covid-19. Para peneliti tidak hanya membuat 1 jenis vaksin, tetapi beragam. Suntikan vaksin ini dikembangkan dari teknologi baru yang tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih punya potensi menyembuhkan.
Sejumlah peneliti bahkan coba menciptakan vaksin sementara yang mampu menjaga kesehatan seseorang dalam kurun waktu 1 bulan atau 2 bulan. Produksi ini dilakukan sambil menunggu pembuatan vaksin yang lebih kuat dan bisa tahan lama melindungi tubuh dari serangan virus.
Direktur Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular NHI Anthony Fauci mengatakan, apabila uji coba ini berhasil, tidak lantas vaksin itu bisa diproduksi massal, tetapi dibutuhkan 1-1,5 tahun untuk menghasilkan vaksin siap pakai. Itu saja sudah sangat cepat.
Perusahaan farmasi memahami proses menunggu yang lama itu mau tak mau harus dijalani karena prosesnya tidak mudah. Masih dibutuhkan studi-studi lanjutan dari ribuan orang partisipan untuk memastikan keamanan vaksin. Namun, proses menunggu ini yang sulit dilakukan apalagi jika situasinya sudah dinyatakan pandemi.
Presiden AS Donald Trump mendorong produksi vaksin itu dan berharap vaksin aman siap ”dalam waktu dekat”.
Sampai hari ini belum ada obat atau vaksin yang manjur untuk melawan Covid-19. China, misalnya, peneliti sudah coba mengombinasikan obat HIV dengan obat lain dan menggunakan obat eksperimen bernama remdesivir yang dikembangkan untuk melawan ebola.
Pusat Medis University of Nebraska, AS, juga mulai menguji pemakaian remdesivir pada beberapa pasien positif Covid-19 yang menjadi penumpang kapal pesiar Dream Cruise di Jepang.
Sebagian besar kasus Covid-19 menunjukkan pasien yang memiliki gejala-gejala yang ringan dan sedang seperti demam dan batuk. Namun bagi orang yang berusia lanjut dan memiliki masalah kesehatan, Covid-19 bisa berakibat fatal, termasuk pneumonia bahkan kematian.
Sampai sejauh ini, lebih dari 156.000 orang sudah terinfeksi Covid-19 dan 5.800 orang tewas. Di AS saja, 50 orang meninggal dan pasien positif Covid-19 mencapai 3.000 orang di 49 negara bagian dan distrik Columbia. Mayoritas pasien akhirnya sembuh.
Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan pasien yang sakit sedang bisa sembuh sekitar dua minggu, sementara pasien yang sakit berat baru bisa sembuh 3-6 pekan.
Tinggal di rumah
Untuk memperlambat penyebaran pandemi, berbagai negara menutup pintu perbatasan dan akses antarnegara. Selain itu, untuk penanganan dalam negeri, warga diminta untuk tinggal di dalam rumah dan menghindari tempat publik dan kerumunan orang.
Pemerintah Iran meminta warga untuk patuh mengikuti prosedur yang sudah ditentukan dan tinggal di rumah. Kabar terbaru dari Iran, 113 pasien baru tewas akibat Covid-19.
”Warga harus membatalkan perjalanan ke mana pun dan tinggal di rumah supaya situasi membaik,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Iran, Kianoush Jahanpour.
Data terakhir Iran menunjukkan 1.209 ada kasus baru sehingga jumlahnya kini mencapai 13.938 kasus. Kabar baiknya, lebih dari 4.590 pasien sudah sembuh dan boleh pulang.
Bukan hanya Pemerintah Iran yang bersikap tegas pada warganya. Perancis dan Spanyol pun meminta kafe, pertokoan, dan restoran untuk tutup, Minggu kemarin. Pemerintah Perancis meminta semua tempat bisnis yang kurang penting ditutup. Pemerintah Spanyol bahkan lebih keras melarang warga keluar rumah kecuali untuk bekerja, membeli makanan, atau berobat.
Tutup perbatasan
Pemerintah Jerman lebih ekstrem lagi karena berencana menutup perbatasannya dengan Perancis, Swiss, dan Austria. Jumlah kematian akibat Covid-19 di Spanyol melonjak dari 183 orang menjadi 288 orang.
Seperti Jerman, AS juga memberlakukan larangan bepergian ke semua negara Eropa baik yang menggunakan visa Schengen maupun yang tidak seperti Inggris dan Irlandia.
China juga akan meminta semua pengunjung dari luar negeri masuk karantina di pintu kedatangan bandara.
Australia dan Selandia Baru yang belum ada kasus Covid-19 pun ikut panik dengan meminta siapa saja yang baru datang dari luar negeri untuk mengarantina diri sendiri selama dua pekan.