Keberhasilan Iran mengatasi wabah akibat virus korona baru sangat terhambat oleh sanksi AS. Belum lagi, Iran dan AS terlibat konflik di pangkalan militer Irak.
Oleh
·2 menit baca
Keberhasilan Iran mengatasi wabah akibat virus korona baru sangat terhambat oleh sanksi Amerika Serikat. Belum lagi, Iran dan AS terlibat konflik di pangkalan militer Irak.
Pada Rabu (11/3/2020), 18 roket Katyusha menghantam pangkalan militer AS di Taji, Irak. Serangan itu menewaskan dua tentara AS dan satu tentara Inggris, serta 14 personel lain luka-luka. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi, menyatakan, AS tidak bisa menyalahkan pihak lain karena keberadaan AS di Irak dinilai ilegal (Kompas, 14/3/2020).
Serangan AS pada Kamis (12/3/2020) menargetkan Kataib Hezbollah dan kelompok milisi lain yang didukung Iran. Milisi ini berada di wilayah yang selama perang melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) ditetapkan sebagai zona larangan terbang. Setelah pembunuhan petinggi militer Iran, Mayjen Qassem Soleimani, oleh AS, parlemen Irak meminta semua pasukan asing, terutama AS, keluar dari negara itu.
Parlemen Irak meminta semua pasukan asing, terutama AS, keluar.
Di akhir Desember 2019, serangan roket ke pangkalan militer AS di Irak menewaskan seorang kontraktor sipil. AS menuduh Kataib Hezbollah dan melakukan serangan udara ke pangkalan kelompok ini di Irak dan Suriah yang menewaskan sedikitnya 25 pejuang.
Namun, kelompok ini justru kembali menyerang Kedutaan AS di Baghdad. Pada tanggal 3 Januari, Presiden AS Donald Trump mengizinkan serangan pesawat tidak berawak di dekat bandara Baghdad yang menewaskan Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds Korps Pengawal Revolusi Islam dan arsitek kebijakan Iran di Timur Tengah, dan Abu Mahdi al-Muhandis.
Iran lalu membalas dengan meluncurkan rudal balistik ke pangkalan AS di Irak. Serangan itu menyebabkan lebih dari 100 tentara AS mengalami cedera. Ada sekitar 5.000 personel AS dan ratusan lainnya dari negara-negara lain di Irak. Mereka dikerahkan atas permintaan pemerintah. Namun, parlemen Irak, setelah pembunuhan Soleimani, menuntut undangan pemerintah itu dibatalkan.
Di awal Februari lalu, wabah Covid-19 mulai merambah ke Iran dan lebih dari 12.729 warganya terinfeksi serta 611 orang meninggal. Iran meminta Dana Moneter Internasional (IMF) memberi pinjaman 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 75 triliun) untuk memerangi wabah ini. Menlu Iran Mohammad Javad Zarif lewat Twitter menulis, ”Immoral membiarkan pelaku intimidasi membunuh orang yang tidak bersalah.”
Iran meminta IMF memberi pinjaman 5 miliar dollar AS untuk memerangi wabah ini.
Di tengah situasi ekonomi yang belum kondusif, Iran lebih memilih fokus mengatasi wabah virus korona. Selain jumlah kematian yang besar, wabah ini juga dapat mengancam ekonomi Iran jauh lebih dalam dibandingkan sanksi dari AS.
Permohonan bantuan Presiden Iran Hassan Rouhani ke IMF dan pimpinan negara di dunia lainnya untuk membantu mengatasi wabah mencerminkan pilihan Iran. Di tengah konflik dengan AS yang memanas, pemimpin dunia mestinya lebih mengedepankan unsur kemanusiaan.