Saat Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, China, akhir tahun lalu, mungkin ada sejumlah pejabat yang masih berpikiran negara mereka bisa lolos dari penyakit tersebut.
Oleh
A Tomy Trinugroho
·3 menit baca
Penyakit Covid-19 telah melanda lebih dari 150 negara dan teritori. Dengan kata lain, penularan penyakit ini sudah amat luas dan tak ada lagi negara yang dapat lolos darinya. Kenyataan itu harus diterima dan dipahami dengan baik oleh setiap pejabat pemerintahan di negara mana pun. Saat Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan, China, akhir tahun lalu, mungkin ada sejumlah pejabat yang masih berpikiran negara mereka bisa lolos dari penyakit tersebut.
Tempat pertama kali virus korona baru ditemukan, China, kini mungkin bisa merasa lega karena jumlah kasus baru per hari di negara itu mengecil, jauh lebih sedikit ketimbang bulan lalu saat masih mencapai ribuan.
Pada saat China mengalami jumlah kasus baru per hari yang mengecil, jumlah infeksi di luar negara itu mulai meningkat. Di Italia, misalnya, hanya pada Sabtu silam, ada hampir 4.000 kasus baru. Total terdapat 21.157 kasus (dengan hampir 2.000 kasus di antaranya sembuh) dan 1.441 kematian. Lebih kurang satu bulan lalu, tak sampai ditemukan lima kasus positif Covid-19 di Italia.
Rasanya, ketika itu, hanya segelintir pejabat dan warga Italia berpikiran bahwa negara mereka akan diisolasi. Kini, jumlah positif Covid-19 di Italia bertambah sangat pesat dan negara tersebut melarang semua warga keluar rumah.
Lonjakan besar jumlah kasus positif juga dialami Iran. Kurang dari satu bulan, dari sama sekali tak ada kasus positif, negara itu kini menghadapi sekitar 12.730 kasus. Sampai Minggu (15/3/2020), sudah ada 724 orang yang meninggal di Iran akibat Covid-19. Pemerintah negara tersebut menerapkan pembatasan pergerakan warga antarkota dan meliburkan sekolah.
Berdasarkan pengalaman sejumlah negara, salah satu pencegahan efektif penularan Covid-19 ialah deteksi dini. Korea Selatan, yang memiliki pertambahan kasus baru per hari cenderung mengecil (dari 851 kasus baru pada awal Maret menjadi 107 kasus baru pada Sabtu lalu), menerapkan pemeriksaan sedekat mungkin dengan pusat aktivitas warga. Lewat cara ini, ribuan orang bisa diperiksa dalam sehari dengan hasil uji diketahui kurang dari 24 jam. Pengujian semacam itu penting untuk merumuskan penanganan selanjutnya. Sebelum sempat menularkan virus ke lebih banyak orang, mereka yang terinfeksi dapat segera diisolasi dan dirawat.
Lewat cara ini, ribuan orang bisa diperiksa dalam sehari dengan hasil uji diketahui kurang dari 24 jam.
Langkah Korsel agak berbeda dengan China. Korsel tidak menutup satu atau beberapa kota, tetapi mendorong sebanyak mungkin warga menjalani tes sehingga diketahui apakah terjangkit virus korona baru atau tidak. Setelah itu, diterapkan kewajiban karantina terhadap mereka yang terinfeksi ataupun kerabat yang melakukan kontak dekat dengannya. Adapun China menerapkan langkah penutupan suatu wilayah tertentu yang berpenduduk puluhan juta orang. Pemeriksaan masif juga ditempuh oleh Pemerintah China.
Meski berbeda dalam bentuknya, pada prinsipnya ada kesamaan dari langkah kedua negara, yakni pengujian terhadap sebanyak mungkin orang dan pengurangan drastis aktivitas warga. Selain itu, penanganan layanan kesehatan berjalan baik dan antisipatif. Pembangunan dua rumah sakit sementara pada awal memuncaknya wabah Covid-19 merupakan contoh langkah antisipatif China yang sangat tepat. Dua rumah sakit ini berfungsi menampung lonjakan pasien di Wuhan.
Pembatasan drastis aktivitas warga dan tes terhadap sebanyak mungkin orang harus menjadi prioritas oleh negara mana pun. Hanya dengan cara ini, pemutusan mata rantai penularan dapat dilakukan. Setelah penularan diakhiri, barulah presiden atau siapa pun bisa membahas rencana pemulihan ekonomi, pariwisata, dan sebagainya. Jadi, saat ini jangan ragu mengerahkan segenap sumber daya untuk memutus rantai penularan Covid-19.