Badan Intelijen Keamanan Australia (ASIO) menyebut ancaman keamanan dari kelompok neo-Nazi terus meningkat. Mereka semakin tertata dan berbahaya.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
SYDNEY, SENIN — Kepolisian Australia menangkap seorang pemuda simpatisan gerakan neo-Nazi. Pemuda itu dijerat dengan undang-undang antiteror.
Kepolisian Australia mengatakan, pemuda yang tinggal di selatan Sydney itu ditangkap pada Sabtu lalu. Ia diduga merencanakan teror. Pemuda itu diketahui membeli senjata dan bahan yang bisa dipakai untuk membuat bom. ”Informasi sementara ini, dia antipemerintah, antisemit, dan cenderung tertarik kepada neo-Nazi serta anti-hak penduduk asli. Dia tumbuh bersama ideologi yang membenci banyak kelompok berbeda,” kata Kepala Unit Antiteror pada Kepolisian New South Wales Mark Walton, Senin (16/3/2020).
Pemuda berusia 21 tahun yang tidak diungkap namanya itu ditangkap menjelang peringatan penembakan massal di Christchurch, Selandia Baru. Penembakan itu membuat 51 anggota jamaah di dua masjid setempat tewas dan puluhan lain luka-luka. Pelakunya adalah seorang warga Australia, Brenton Tarrant, yang secara terbuka mendukung ide Nazi.
Polisi memang mengatakan, tidak ada indikasi pemuda itu akan beraksi pada peringatan yang seharusnya berlangsung pada Minggu (15/3/2020) tersebut. Meskipun demikian, polisi tidak ingin kecolongan sebab tersangka telah mempertimbangkan sejumlah bentuk penyerangan.
Adapun peringatan insiden Christchurh terpaksa dibatalkan karena pertimbangan wabah Covid-19. Australia dan Selandia Baru sama-sama melarang massa berkumpul untuk mencegah penularan.
Peringatan tentang teroris ekstrem kanan terus digencarkan oleh aparat. Direktur Jenderal Badan Intelijen Keamanan Australia (ASIO) Mike Burgess menyebutkan, ancaman keamanan dari kelompok itu terus meningkat.
”Di perkotaan, kelompok kecil rutin berkumpul untuk menghormati bendera Nazi, memeriksa senjata, berlatih perang, dan membahas ideologi kebencian itu. Kelompok ini semakin tertata dan mencemaskan dibandingkan dengan beberapa tahun lalu,” katanya.
Amerika Serikat
Ancaman terorisme ekstrem kanan tidak hanya terjadi di Australia. Di Amerika Serikat, pekan lalu, hakim di Alexandria, Virginia, menolak permohonan tahanan luar bagi John C Denton (26). Pemuda asal Texas itu tengah ditahan dengan dakwaan terlibat perencanaan terorisme terhadap mantan pejabat di Virginia. Denton juga didakwa akan mengebom sejumlah gereja khusus jamaah kulit hitam di negara bagian itu.
Jaksa menyebut Denton bergabung dengan kelompok yang dikenal sebagai Atomwaffen Division. Kelompok ini kerap mendorong anggotanya melancarkan perang suci terhadap orang-orang nonkulit putih. Dalam lima tahun terakhir, sedikitnya 13 orang ditangkap di AS dan terkait dengan kelompok tersebut.
Mantan penyidik Biro Investigasi Federal (FBI) AS, Ali Soufan, berulang kali memperingatkan bahaya teror supremasi kulit putih. Peringatan terakhir disampaikan lewat surat terbuka kepada Pemerintah AS dan negara-negara Barat pada awal Februari 2020. Surat itu disalin, lalu diterbitkan The New York Times.
Tanpa mengecilkan jaringan teror salafi jihadi, ia mengingatkan bahwa ancaman nyata di negara-negara Barat adalah teror supremasi kulit putih. Kelompok itu membenci segala hal yang tidak terkait dengan ras kaukasia. Ideologi mereka diidentifikasi mirip seperti Nazi.
Mereka juga mengembangkan jaringan dan tempat pelatihan internasional. Dalam dokumen pemeriksaan, Brenton Tarrant diketahui pernah berkunjung ke Ukraina. Ia juga menggunakan lambang Batalion Azov, unit paramiliter di Ukraina.
Perjalanan ke Ukraina juga dilakukan James Alex Fields, terdakwa kasus teror Charlottesvile 2017. Kala itu, ia secara sengaja menabrak peserta pawai anti-keunggulan kulit putih di sana. Fields juga diketahui bergabung dengan Vanguard America, kelompok yang mendukung tindakan Thomas Mair. Pada 2016, Mair menembak anggota parlemen Inggris, Jo Cox, yang menentang kelompok keunggulan kulit putih. (AP/AFP/REUTERS)