Bersama Batasi Korona
Isolasi model China sulit diterapkan di negara lain. Kepolisian Italia mencatat 1,2 juta orang dicegat dan diperintahkan kembali ke rumah karena melanggar perintah isolasi.
Sejak Perang Dunia II berakhir, beberapa persoalan sepelik pandemik SARS-CoV-2 sudah pernah muncul. Seperti semua masalah yang pernah melanda dunia, butuh kerja sama berbagai pihak untuk menyelesaikan pandemi ini.
Sampai Jumat (20/3/2020) malam, sudah lebih 250.000 orang terinfeksi Covid-19 dan 10.255 di antaranya meninggal. Di antara seluruh yang terinfeksi, masih ada 151.322 orang dirawat dan hampir 90.000 orang sembuh dari virus yang juga dikenal sebagai korona baru itu. Italia menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi, 3.405 orang hingga Jumat malam WIB. Padahal, jumlah infeksi Italia separuh dari kasus di China yang mencatat 80.967 pasien.
Baca juga: Kematian akibat Covid-19 di Italia Kini Terbanyak di Dunia
Penularan dan kematian terkait Covid-19 di Italia melonjak justru setelah isolasi total diberlakukan pada 10 Maret 2020. Sejumlah pihak menyebut setidaknya dua faktor pemicu kondisi itu. Beberapa bukti awal menunjukkan penyebaran virus bukan baru-baru ini di Italia, kata pakar penyakit menular di Universitas Milan, Massimo Galli.
Peneliti menemukan jenis virus di Italia berbeda dengan yang ditemukan pada pasien asal China. Virus itu diduga menyebar di sejumlah orang Italia tanpa terdeteksi. Sebab, seperti telah disampaikan banyak pihak, seseorang dapat saja terinfeksi tanpa menunjukkan tanda penurunan kondisi tubuh. Hal itu dimungkinkan bila virus hinggap di orang bugar dan sehat.
Masalahnya, 23 persen dari 60 juta penduduk Italia berusia sekurangnya 65 tahun dan mereka tidak selalu dalam kondisi bugar. Mereka mungkin tertular dari anak-anak muda yang sehari-hari berinteraksi dengan para manula itu. Faktor kedua ini diperburuk dengan faktor ketiga, isolasi tidak benar-benar dipatuhi. Kepolisian Italia mencatat 1,2 juta orang dicegat dan diperintahkan kembali ke rumah karena melanggar perintah isolasi. ”Saya berharap ada aturan lebih keras yang melarang orang berjalan-jalan,” kata Gubernur Veneto Luca Zaia.
Baca juga:Virus Korona Bisa Bertahan Berhari-hari
Interaksi orang tua dengan orang muda tidak hanya karena pelanggaran perintah isolasi. Interaksi jenis itu juga meningkat selama masa isolasi yang bentuknya antara lain meliburkan sekolah. Pelajar tinggal dengan kakek dan nenek mereka. Padahal, tidak ada jaminan para pelajar tidak terinfeksi. Jika terinfeksi, mungkin saja mereka tetap sehat dan bugar. Lain perkara pada kakek dan nenek mereka yang kondisi tubuhnya tidak sebaik para cucu.
Tentara
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama dunia, Italia dikunjungi orang dari sejumlah negara. Data menunjukkan, berbagai kasus di Eropa terkait dengan Italia. Sebagian pasien awal Covid-19 di sejumlah negara Eropa terlacak pernah berkunjung ke Italia. Karena itu, Eropa akhirnya menutup perbatasan. Seluruh warga dan penduduk tetap diminta segera pulang lalu diam di rumah. Sementara seluruh warga asing dilarang masuk selama sebulan.
Perancis dan Inggris menyiapkan tentara untuk membantu polisi memastikan orang-orang tinggal di dalam rumah. Langkah serupa telah lebih dulu diberlakukan China, lokasi pertama dan pusat pandemi global ini. Tentara China dikerahkan ke sejumlah provinsi dan kota yang diisolasi total. Mereka memaksa siapa pun tinggal dalam rumah.
Mayoritas penduduk di daerah isolasi mematuhi itu. Sebab, China teruji amat keras menegakkan hukum. Apalagi, China menggunakan teknologi pemantauan berbasis kecerdasan buatan. Hukuman bagi pelanggar bukan hanya penjara atau denda. Aneka hak pelanggar bisa dicabut, termasuk pengobatan murah yang disediakan negara.
Tidak hanya patuh, warga China bergotong royong mengatasi pandemi itu. Setelah tahu salah satu peluang pengobatan adalah transfusi darah dari orang yang telah sembuh, warga China yang telah sembuh beramai-ramai mendonorkan darahnya. Solidaritas juga ditunjukkan dengan aneka sumbangan untuk mereka yang sedang sakit atau terisolasi.
China, dengan kekuatan ekonominya, membangun 14 rumah sakit darurat untuk menangani pasien. Kini, 12 rumah sakit sudah ditutup dan para pekerja selama masa gawat darurat berangsur pulang ke rumah masing-masing. Sebagian melanjutkan tugas ke luar negeri. China mengirim tenaga dan aneka alat kesehatan ke sejumlah negara yang dilanda wabah korona.
Wakil Menteri Kesehatan Korea Selatan Kim Gang-lip mengatakan, isolasi model China sulit diterapkan di negara lain. Karena itu, Korsel memilih pemeriksaan massal. Dengan rata-rata 20.000 pemeriksaan per hari, Seoul bisa cepat mengetahui siapa yang terinfeksi dan tidak. Mereka yang terinfeksi segera diisolasi jika kondisinya tidak parah atau diobati jika kondisinya memburuk.
Peneliti wabah dari Sekolah Kedokteran Tropis London, Martin Hibberd, menyebut bahwa Korsel punya langkah mirip dengan Singapura, Hong Kong, Taiwan, dan Jepang. Mereka membangun sistem berdasarkan pengalaman menghadapi wabah di masa lalu. Sistem itu siap diaktifkan sewaktu-waktu.
Memang, Covid-19 bukan wabah pertama yang dihadapi dunia. SARS, MERS, flu unggas, hingga flu Meksiko beberapa tahun lalu pernah melanda dunia. Sebagian negara belajar lalu membangun sistem penanggulangan dari pengalaman dilanda wabah-wabah itu.
Baca juga: Singapura Lawan Virus Korona
Seperti Eropa, Taiwan dan Singapura juga membatasi orang asing ke negara mereka kala wabah melanda. Singapura, seperti Indonesia, tetap membuka perbatasan negara. Walakin, tidak ada lagi bebas visa atau pengurusan visa saat kedatangan. Seluruh visa harus diurus ke kedutaan besar di negara lain. Dengan demikian, perjalanan internasional menjadi lebih sulit.
Berbeda dengan Arab Saudi yang sama sekali menutup perbatasan. Seluruh moda transportasi internasional dan lokal dihentikan. Riyadh juga mendenda dan memenjarakan siapa pun yang nekat tetap berkumpul sekalipun dengan alasan shalat jemaah di masjid.
Gabungan
Langkah Jepang, Singapura, dan Korsel membutuhkan dana besar. Namun, punya uang banyak tidak selalu berarti bisa menanggulangi korona. Hal itu antara lain ditunjukkan Amerika Serikat. Jumlah penularan di AS terus melonjak sampai akhirnya Washington memutuskan menutup perbatasan dan melarang orang asing masuk. Sejumlah negara bagian dan kota di AS memutuskan isolasi total.
AS, seperti sejumlah negara lain, meluncurkan stimulus ratusan miliar dollar AS untuk mengatasi keadaan darurat. Sebagian dana dipakai untuk kesehatan. Sebagian lagi untuk bantuan langsung tunai, proyek padat karya, hingga talangan bagi perusahaan. Perancis, Jepang, Australia, hingga Selandia Baru melakukan hal senada.
Semua negara memang punya cara masing-masing untuk menghadapi wabah ini. Belum jelas mana yang benar-benar ampuh. Hal yang jelas, semua membutuhkan kerja sama. Ketidakpatuhan warga Italia atas perintah isolasi membuat penularan terus meningkat. Sementara isolasi keras seperti di China dikritik banyak pihak. Apa pun itu, butuh kerja sama mengatasi korona.(AP/REUTERS)