Di tengah wabah pandemi Covid-19, para awak kabin berada di “garis terdepan” kondisi rawan penularan. Nasib pekerjaan mereka pun kini berada di ambang batas ketidakpastian.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Ada nada kegeraman, bahkan kemarahan dalam surat Lori L Bassani. Surat yang dikirimkan Rabu (18/3/2020) itu bak menjadi ungkapan hati 27.000 awak kabin di seluruh wilayah Amerika Serikat. Di tengah wabah pandemi Covid-19, para awak kabin berada di ”garis terdepan” kondisi rawan penularan. Nasib pekerjaan mereka pun kini berada di ambang batas ketidakpastian.
Lori, selaku Presiden Asosiasi Petugas Penerbangan Profesional (APFA) AS, sengaja menulis surat yang ditujukan kepada seluruh awak kabin di negara itu. Ia meminta mereka bersuara lebih keras, paling tidak kepada manajemen perusahaan. ”Anggota kami telah membuktikan kesetiaan dan profesionalisme mereka berkali-kali, selama ini dan peristiwa krisis masa lalu, dengan mengorbankan gaji, aturan kerja, pensiun, dan sekarang kesehatan mereka, guna memastikan layanan penerbangan tetap ada,” katanya.
Selama pandemi global ini, pekerjaan para awak kabin secara inheren berisiko lebih tinggi. Lori menjelaskan, sifat pekerjaan awak kabin adalah bekerja di lingkungan tertutup dengan ratusan orang, semuanya berdekatan. Kondisinya menjadi jauh dari ideal ketika maskapai-maskapai mendesain interior pesawat dengan memasukkan sebanyak mungkin kursi.
Kursi penumpang melintas di area kerja mereka. Lorong pesawat lebih sempit dari sebelumnya, dan sangat mengurangi ruang di area dapur, kamar mandi, dan ruang bagi penumpang untuk mengantre di kamar kecil. ”Dengan kata lain, jarak sosial tidak hanya mustahil di tempat kerja kami, membuat awak kabin lebih berisiko tertular Covid-19,” kata Lori.
Lebih lanjut, menurut Lori, risiko yang lebih tinggi dihadapi para awak kabin senior yang usianya lebih tua dibandingkan mereka yang yunior. Mereka harus masih terbang pada usia yang lebih tua daripada sebelumnya karena waktu pensiun mereka diperpanjang atau dibekukan, bahkan mereka tidak mampu pensiun.
”Saya yakinkan Anda, kami akan terus mendorong perusahaan dan Pemerintah AS untuk berbuat lebih. Kami akan mendorong Kongres memasukkan para pekerja garis depan dalam daftar dana talangan bagi maskapai untuk memastikan bahwa uang mengalir ke anggota kami,” tegasnya.
Dunia penerbangan global tengah menghadapi masa-masa paling sulit selama wabah Covid-19. Penutupan wilayah atau negara dan ketakutan warga untuk bepergian ke luar daerah atau negeri mengakibatkan anjloknya penerbangan. Maskapai harus menepikan pesawat-pesawat mereka. Jika tidak ada campur tangan langkah-langkah pemerintah, banyak maskapai diperkirakan kolaps, bahkan bangkrut, tahun ini.
Dunia penerbangan global tengah menghadapi masa-masa paling sulit selama wabah Covid-19. Penutupan wilayah atau negara dan ketakutan warga untuk bepergian ke luar daerah atau negeri mengakibatkan anjloknya penerbangan.
Awak kabin dan juga pilot, melalui asosiasi seperti APFA, ingin memastikan posisi dan hak-hak mereka juga didengarkan sekaligus dipenuhi. Lori bersama APFA, misalnya, antara lain mendesak tetap diberikannya tunjangan kesehatan mereka. Penepian pesawat-pesawat oleh maskapai berarti juga penghentian mereka dari tugas-tugas keseharian mereka. Sejumlah maskapai di dunia telah merumahkan sementara para awak kabin dan pilot dalam kurun waktu yang beragam. Ada yang tiga bulan, enam bulan, bahkan satu tahun.
Asosiasi Aliansi Pilot (APA) Amerika yang mewakili 15.000 pilot AS menyatakan telah menegosiasikan perjanjian terkait masa-masa wabah Covid-19 itu dengan Pemerintah AS. Hal-hal yang dinegosiasikan antara lain mencakup pensiun dini secara sukarela dengan asuransi kesehatan hingga usia 65 tahun. Hal itu mencakup sekitar 60 persen dari gaji mereka saat ini dan kewajiban membayar 40 persen dari akumulasinya jika mereka sakit. Mereka juga ingin memastikan ketersediaan manfaat pensiun lanjutan sampai usia 65 tahun.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) mengatakan, dana talangan yang dibutuhkan maskapai-maskapai di seluruh dunia dari kalangan pemerintah-pemerintah tahun ini diperkirakan 200 miliar dollar AS. Di AS saja, maskapai penerbangan telah meminta Washington menyediakan 50 miliar dollar AS dalam bentuk hibah dan pinjaman, ditambah puluhan miliar dalam bentuk keringanan pajak.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Selasa lalu bahwa pembatasan perjalanan di AS sedang dipertimbangkan. Jika itu benar-benar diterapkan, akan menjadi pukulan lebih lanjut bagi maskapai dengan jalur penerbangan domestik. Bahkan, perusahaan Boeing Co telah meminta Pemerintah AS menyediakan likuiditas setidaknya 60 miliar dollar AS, termasuk jaminan pinjaman. Produsen sekelas Boeing pun dilaporkan tengah berpikir menghentikan pengiriman dan pesanan baru guna menghemat modal.
Tanpa dana talangan, sulit bagi maskapai pulih, bahkan sekadar bertahan dalam waktu menengah panjang. Jumlah penumpang global diperkirakan turun sebanyak 30 persen tahun ini dengan pemulihan penuh bisa berlangsung sampai tahun 2022 atau 2023, kata lembaga S&P Global Ratings. Wabah Covid-19 telah menghapus 41 persen, atau senilai 157 miliar dollar AS, dari nilai saham 116 perusahaan maskapai yang terdaftar di dunia. Analisis Reuters memperkirakan banyak perseroan harus mengeluarkan modal mereka lebih cepat guna menutupi biaya. Modal itu diperkirakan hanya dapat menutupi biaya kurang dari dua bulan pengeluaran mereka.
Karyawan menjadi korban
Dalam kondisi serba terdesak, maskapai-maskapai mengambil tindakan drastis untuk memotong biaya mereka. Karyawan pun dikorbankan. Maskapai Emirates dan El Al Israel Airlines, misalnya, telah meminta karyawan mereka mengambil cuti di luar tanggungan. Vietnam Airlines dan Vietjet Air akan menangguhkan penerbangan ke tujuan utama mereka di Asia Tenggara dan Eropa.
”Industri penerbangan berada di ambang kehancuran karena pemerintah mengarantina sebagian besar warga mereka dan menutup perbatasan,” kata analis Cowen, Helane Becker, dalam catatan kepada klien.
Situasi semakin memburuk bagi maskapai saat-saat ini. United Airlines Holdings Inc mengatakan akan memangkas 60 persen dari total kapasitas operasionalnya pada bulan April. Pemangkasan itu mencakup 85 persen dari penerbangan internasionalnya. Air New Zealand Ltd pada Rabu lalu menghentikan perdagangan sahamnya selama dua hari untuk menilai implikasi keuangan dari pemotongan kapasitas yang dalam yang diumumkan Senin sebelumnya.
Secara terpisah Australia dan Taiwan bergabung dengan barisan pemerintah yang menawarkan bantuan keuangan kepada maskapai penerbangan. Otoritas di Eropa pun bergegas menyetujui langkah-langkah untuk menyelamatkan sejumlah induk perusahaan penerbangan. Pemerintah Italia sepakat menyelamatkan maskapai Alitalia. Roma mengambil kendali maskapai dan menunda proses penjualan maskapai itu sampai perusahaan itu mencatat keuntungan.
Sementara itu, para menteri transportasi Uni Eropa membahas bantuan potensial setelah muncul desakan pembebasan pajak dari sektor maskapai penerbangan. Jika tidak diberikan, maskapai-maskapai itu dikhawatirkan bangkrut. Pemerintah Norwegia mengadakan pembicaraan dengan para eksekutif Norwegian Air setelah maskapai yang kesulitan itu menyerukan dukungan keuangan serupa dengan yang diberikan kepada mitra regionalnya oleh Pemerintah Denmark dan Swedia. (AFP/REUTERS)